Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dihadirkan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (31/8/2021) dini hari. KPK menetapkan Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin serta 20 orang lainnya sebagai tersangka atas kasus dugaan suap jual beli | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

Korupsi Masuk Desa

Pemerintahan Presiden Joko Widodo harusnya mewaspadai betul fenomena korupsi masuk desa ini.

Di negara ini, ketika wabah korupsi tak kunjung hilang, melihat kasus dugaan suap ke bupati Probolinggo tetap membuat kita terperangah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu menangkap tangan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, eks bupati Probolinggo sebelumnya, Hasan Aminuddin.

Keduanya diduga menerima suap ratusan juta rupiah terkait pemilihan kepala desa. Bersama Puput dan Hasan, KPK turut menangkap 17 calon kepala desa, yang diduga melakukan suap tersebut. Korupsi bukan lagi monopoli pejabat di kota-kota besar. Korupsi sudah merambah lebih dalam lagi. Korupsi masuk desa!

Tentu bukan sekali ini aparat di desa terlibat korupsi. Sebelumnya, ada beberapa kasus yang muncul. Tapi, kasus tersebut tak terkait pemilihan kepala desa. Kasus terbanyak yang melibatkan kepala desa adalah soal penyelewengan dana desa.

Dana desa diberikan oleh pemerintah pusat ke pemerintah desa. Jumlahnya ratusan juta rupiah per desa. Ini adalah program Presiden Joko Widodo sejak pertama kali ia menjabat presiden.

Meskipun begitu, kita tidak bisa menampik kemungkinan dugaan suap calon pemilihan kepala desa ini hanya terjadi di Probolinggo. Kita sah-sah saja berasumsi kasus serupa terjadi di kabupaten lain, tetapi belum terungkap. Kasus suap belasan calon kepala desa ke bupati Probolinggo bisa jadi adalah fenomena gunung es.

 

 
Kita berharap, KPK tidak berhenti sampai di Probolinggo, tetapi juga ke daerah-daerah lain. Ini diperlukan demi mencegah penularan suap terus merembet ke daerah lain.
 
 

Kita tentu mengecam para pelaku suap dan penerima suap dugaan calon kepala desa ini. Kita meminta KPK mengusut kasusnya dengan tuntas, mengungkap aliran dananya hingga akar. Apakah digunakan untuk pribadi atau melebar ke partai politik di pusat? 

Kita berharap, KPK tidak berhenti sampai di Probolinggo, tetapi juga ke daerah-daerah lain. Ini diperlukan demi mencegah penularan suap terus merembet ke daerah lain.

Mengapa korupsi masuk desa? Apakah ini semata karena ketamakan individu? Atau lebih dari itu, karena berebut dana desa dan insentif pejabat desa? Ini juga pertanyaan-pertanyaan yang harus terjawab di pemeriksaan dan persidangan.

Ada dua implikasi dari pengungkapan kasus korupsi masuk desa ini. Pertama, sistem pemilihan kepala desa yang terbuka memang membuka ruang praktik suap. Tidak hanya secara vertikal, dari calon ke penguasa daerah, tetapi juga secara horizontal, dari calon ke warganya.

Namun, kita tentu tidak bisa menyalahkan sistem pemilihannya. Karena sistem itu juga menyediakan ruang untuk tidak melakukan korupsi. Pelakunyalah yang mengambil pilihan itu.

Kedua, korupsi masuk desa sebenarnya menandakan ada yang gagal dalam sistem pencegahan korupsi negara ini. Alih-alih melokalisasi korupsi di pusat, atau terbatas pada praktik politik tertentu, korupsi malah dibiarkan masuk ke desa. Padahal, perilaku korupsi lekat dengan perilaku kaum urban. Korupsi bukanlah bagian dari kehidupan kaum rural yang lebih guyub, komunal, dan sederhana.

 
Pemerintahan Presiden Joko Widodo harusnya mewaspadai betul fenomena korupsi masuk desa ini. 
 
 

Kita biasa melihat desa sebagai sesuatu yang asri, tempat kehidupan yang damai, tempat kita berpulang dari keruwetan kehidupan di kota. Desa adalah semacam mikrokosmos individu. Menyediakan perasaan tenang tanpa harus khawatir terbelakang. Sesuatu untuk dirindukan pulang.

Korupsi masuk desa mengubah itu semua. Calon kepala desa yang harus menyuap untuk terpilih, berarti bersiap menularkan penyakit korupsi ini ke seluruh warganya. Semua bisa dibeli dengan uang. Padahal di desa, uang hanya sebagian kecil dari elemen-elemen kehidupan yang sederhana.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo harusnya mewaspadai betul fenomena korupsi masuk desa ini. Bagaimana caranya? Tentu dengan menghukum berat para pelakunya, penerima suap dan pemberi suap. Lalu, menyiapkan strategi pencegahan korupsi masuk desa yang menyeluruh.

Pemecahannya bisa jadi bukan sekadar dari faktor hukum, melainkan juga budaya setempat. Dan waktu adalah faktor terpentingnya. Pemerintah dan KPK harus berlomba lebih cepat menangkal serbuan wabah korupsi masuk desa ini. Sekarang bisa jadi sudah telat karena kasus-kasusnya sudah muncul. Bencana korupsi lebih besar menanti kalau kita, tidak hanya pemerintah, gagal menahan serbuan korupsi masuk desa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat