Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar berada dalam mobil usai Sidang Etik di Jakarta, Senin (30/8/2021). Lili dinilai tak sekadar melanggar kode etik melainkan telah merambah perbuatan pidana. | ANTARA FOTO/ Reno Esnir

Nasional

Sanksi Lili Dinilai Terlalu Rendah

Lili dinilai tak sekadar melanggar kode etik melainkan telah merambah perbuatan pidana.

JAKARTA—Keputusan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sanksi berat pemotongan gaji pokok 40 persen kepada Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, dianggap tidak cukup.

Mantan komisioner KPK Busyro Muqoddas menilai seharusnya Dewas melaporkan Lili Pintauli Siregar karena telah melakukan tindakan pidana melanggar pasal 21 UU Tipikor tentang obstruction of justice atau menghalangi proses penyelidikan.

Busyro menuturkan, sanksi pelanggaran etika seharusnya juga berupa sanksi yang berkaitan dengan jabatannya serta sanksi pidana. Karena itu, mestinya Dewas KPK berkewajiban melaporkan Pimpinan KPK yang diberi sanksi itu ke Mabes Polri karena telah melanggar pidana.

“Saya sudah menyampaikan hal ini kepada Dewas agar melaporkan Lili Pintauli kepada Mabes Polri. Tetapi kalau Dewas tidak mau, ada unsur-unsur, baik di KPK maupun masyarakat sipil yang akan melaporkan Lili Pintauli ini ke Mabes Polri," kata Busyro kepada wartawan, Selasa (31/8).

Busyro juga mengharapkan ada masyarakat sipil yang ikut melaporkan persoalan Lili Pintauli, oknum pimpinan KPK karena alasan obstruction of justice tadi. "Ini hak masyarakat untuk melaporkan pimpinan KPK yang dianggap melanggar pidana ke Mabes Polri, dan saya sudah mengajak kawan-kawan lintas organisasi masyarakat sipil ikut melaporkan. Saya siap tanda tangan," tegasnya.

Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) juga menilai sanksi yang dijatuhkan Dewas kepada Lili terlalu ringan. "Sangat ringan, apalagi hanya pemotongan gaji pokok," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman.

Sanksi tersebut terlalu ringan mengingat gaji pokok wakil Ketua KPK hanya bagian kecil dari total penghasilan yang diterima setiap bulan. Zaenur menyebutkan gaji pokok Wakil Ketua KPK berkisar Rp 4,6 juta, sementara untuk take home pay (THP) sekitar Rp 89 juta per bulan. "Jadi potongan gaji pokok tidak banyak berpengaruh terhadap penghasilan bulanan," ujar dia.

Zaenur mengatakan sanksi yang layak dan tepat dijatuhkan kepada Lili adalah diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 4 huruf b Perdewas 02/2020. "Lili tidak pantas lagi menjabat sebagai pimpinan KPK karena telah menyalahgunakan kewenangan yakni berhubungan dengan pihak berperkara," kata dia.

Menurutnya, Lili tidak sekadar melanggar kode etik melainkan telah merambah perbuatan pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU 30/2002 jo Uu 19/2019 tentang KPK. Pasal tersebut, kata Zaenur, melarang pimpinan KPK berhubungan dengan pihak berperkara dengan alasan apapun. Berdasarkan Pasal 65 UU KPK, pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam pidana maksimal 5 tahun penjara.

Perbuatan serupa, menurut Zaenur, pernah dilakukan eks penyidik KPK Suparman atau eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. "Perkara menjadi rawan bocor kepada pihak luar jika ada hubungan antara insan KPK dengan pihak berperkara," kata dia.

Dalam perkara Stepanus Robin, Dewas memberikan putusan memberhentikannya secara tidak hormat setelah melanggar etik lantaran menyalahgunakan surat penyidik untuk kepentingan pribadi. Sedangkan dalam perkara Lili, Dewas mengaku hanya mengurusi masalah etik.

Dewas mengatakan bahwa penerapan Pasal 36 juncto Pasal 64 dalam UU KPK atau tindak lanjut pidana bukanlah ranah mereka. Meski demikian, Dewas mempersilakan Direktorat Penindakan KPK untuk menindaklanjuti hasil sidang etik terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

"Mengenai apakah akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Penindakan atau bagaimana bukan kewenangan Dewan Pengawas. Kami hanya sebatas etik dan sudah diputus selanjutnya diserahkan saja kepada yang berwenang," kata anggota Dewas, Albertina Ho berkilah. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat