Ilustrasi Hikmah Hari ini | Republika

Hikmah

Syahadat Pemimpin

Syahahat pemimpin bisa dimaknai sebagai prinsip visioner.

Oleh ABDUL MUID BADRUN

OLEH ABDUL MUID BADRUN

John Adair (2010), pakar kepemimpinan dalam bukunya Kepemimpinan Muhammad menggambarkan keberhasilan Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang dipercaya umat. Karena, mampu meletakkan dan menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keadilan.

Dua nilai tersebut, saat ini mendapatkan ujian berat. Bahkan, cenderung gagal dan memudar. Maka, perlu terobosan agar tidak menimbulkan kerusakan sosial.

Mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan rukun Islam pertama dari lima rukun Islam yang wajib kita ketahui. Syahadat bermakna persaksian atas eksistensinya sebagai makhluk Allah yang beragama Islam.

Syahadat juga bermakna janji dan sumpah bahwa Allah adalah tujuan hidupnya, Muhammad adalah manusia teladannya. Setiap pemimpin yang terpilih (di mana pun ia berada) wajib berjanji dan mengucapkan sumpah jabatan. Dari sinilah, semuanya dikembalikan.

Islam memberikan peringatan tegas dan jelas. “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu, itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan, janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai kembali, kamu menjadikan sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu”. (QS an-Nahl: 91-92).

Dari sini, kita bisa menyaksikan betapa sumpah jabatan menjadi persaksian utama dan pertama setiap pemimpin terpilih. Islam pun sudah memperingatkan agar sumpah jabatan jangan dijadikan alat untuk menipu rakyat. Sehingga, hanya sebatas ritual semata, kosong tak ada artinya.

Nah, syadahat seorang pemimpin harus dikembalikan kepada makna agungnya. Yaitu, mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengamalkannya melalui amal perbuatan dengan kebijakan-kebijakan yang adil dan benar.

Syahahat pemimpin bisa dimaknai sebagai prinsip visioner. Seorang pemimpin semestinya memiliki visi jauh ke depan. Visi di mana ia adalah perwakilan Tuhan di muka bumi untuk memakmurkan umat dan menyejahterakan masyarakat.

Tujuan akhirnya (sekali lagi) meraih ridha-Nya. Bukan ridha atasan dan kekuasaan. Ini bermakna sangat dalam. Di saat kita, umat Muslim saat ini berada dalam ujian dan cobaan bertubi-tubi karena pandemi. Banyak yang frustrasi atas kondisi saat ini.

Maka, pemimpin saat ini harus terus diingatkan dalam setiap langkan dan kebijakan. Apa pun yang akan dilakukannya dalam memimpin, akan selalu merasa bahwa ia diawasi oleh Allah dan berada di bawah syafaat Nabiyullah Muhammad SAW.

Karena itu, setiap pemimpin harus sadar dan memahami betul bahwa kelak ia akan kembali kepada Allah SWT dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan-kebijakan yang diambilnya. “Setiap kita adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban (nanti di akhirat) atas apa yang kita pimpin.” (HR Bukhari).

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat