Suasana gedung bertingkat perkantoran di Jakarta, Kamis (5/8/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 sebesar 7,07 persen. | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Opini

Memaknai Pertumbuhan 7,07 Persen

Pertumbuhan yang sudah susah payah dicapai itu patut disyukuri, tapi jangan terjebak euforia.

ANIF PUNTO UTOMO; Wartawan

Berita mengejutkan disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengeluarkan data ekonomi triwulan II (Q II) tumbuh 7,07 persen (year on year/yoy). Media mainstream langsung mengupasnya dari berbagai sisi.

Tentu yang tak kalah adalah perdebatan di medsos terutama tarik menarik persepsi antarkubu pro dan antipemerintah. Sebagian meragukan data tersebut karena menurut pengamatan mereka, belum dirasakan adanya geliat ekonomi.

Kos-kosan masih kosong, hotel masih banyak yang tutup. PHK terjadi beruntun. Kuliner bertumbangan. Ujung-ujungnya curiga, jangan-jangan BPS bermain-main dengan data, memoles agar seolah-olah terjadi pertumbuhan ekonomi.

Data BPS tak perlu diragukan. Maka, rebound pertumbuhan ekonomi itu cukup melegakan. Setelah empat triwulan pertumbuhan negatif --begitu pembatasan mulai dilonggarkan-- ekonomi bangkit. Bagaimana pertumbuhan bisa meloncat 7,07 persen?

 
Data BPS tak perlu diragukan. Maka, rebound pertumbuhan ekonomi itu cukup melegakan.
 
 

Perlu dipahami, pertumbuhan tersebut yoy, artinya Q II 2021 dibandingkan Q II 2020. Kita tahu betul, Q II 2020 pertumbuhan negatif tertinggi, yakni (-) 5,32 persen, dengan begitu basis perhitungan PDB memang rendah.

Analogi sederhananya, kita punya pabrik kertas dengan rata-rata produksi 10 ribu rim per hari. Karena pandemi Covid-19, pada Q II 2021 permintaan turun, produksi menjadi 9.468 rim (- 5,32 persen).

Satu tahun kemudian, pada Q II 2021 permintaan naik menjadi 10.137 rim (7,07 persen). Nah, jika basis menghitungnya dari rata-rata produksi, pertumbuhan Q II adalah 1,37 persen (dari 10 ribu rim menjadi 10.137 rim).

Ada yang mengatakan, pertumbuhan hanya berkisar tiga persen. Jika dilihat triwulanan (q to q), Q I ke Q II 2021, pertumbuhan 3,31 persen. Jika dilihat semester I 2020 dan semester I 2021 (yoy) 3,10 persen. Dari sisi mana pun, ekonomi kita rebound.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ditopang konsumsi rumah tangga dan investasi (konsumsi rumah tangga, konsumsi LNPRT-lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, ekspor, dan impor). Porsi kedua komponen mencapai 84,93 persen.

Pada sisi konsumsi rumah tangga, pertumbuhan fenomenal di antaranya penjualan mobil dan motor. Penjualan mobil naik dari 24.040 menjadi 206.440 unit, sepeda motor melonjak dari 313.630 menjadi 1,15 juta unit.

 
Mobilitas masyarakat meningkat. Itu terlihat dari naiknya jumlah penumpang, baik laut, darat, maupun udara.
 
 

Naiknya penjualan mobil tak lepas dari kebijakan penghapusan dan diskon PPnBm untuk mobil-mobil tertentu. Mobilitas masyarakat meningkat. Itu terlihat dari naiknya jumlah penumpang, baik laut, darat, maupun udara.

Konsumsi pemerintah naik signifikan. Kondisi ini tentu banyak didorong pengeluaran terkait pandemi Covid-19 seperti pelaksanaan vaksinasi, pengadaan alat uji medis, penyemprotan disinfektan, testing dan tracing, serta program lainnya.

Kenaikan ekspor didorong mulai pulihnya ekonomi di Cina (pertumbuhan 7,9 persen untuk yoy Q II 2021), AS (12,2 persen), Singapura (14,3 persen), Korea Selatan (5,9 persen), dan Uni Eropa (13,2 persen).

 
Pulihnya ekonomi negara mitra dagang otomatis meningkatkan permintaan dan naiknya harga komoditas ekspor.
 
 

Pulihnya ekonomi negara mitra dagang otomatis meningkatkan permintaan dan naiknya harga komoditas ekspor. Tumbuhnya perekonomian berarti menaikkan nilai produk domestik bruto (PDB) yang pada gilirannya menaikkan gross national income (GNI).

Begitu pun kemiskinan. Setiap pertumbukan ekonomi lazimnya diikuti pengurangan jumlah orang miskin. Menurut BPS, pada September 2020 persentase kemiskinan kembali ke dua digit yakni 10,19 persen, sedikit turun menjadi 10,14 persen pada Maret 2021.

Dengan pertumbuhan ekonomi, harapannya pada September 2021 atau maksimal Maret 2022 persentase kemiskinan di area satu digit.

Namun celakanya, di tengah kegairahan ekonomi, pandemi Covid-19 gelombang dua datang dengan varian Delta yang lebih cepat menular dan mematikan. Jumlah kasus positif naik drastis (puncaknya 54.517 sehari) dan kematian pun tembus 2.000 sehari.

 
Di tengah kegairahan ekonomi, pandemi Covid-19 gelombang dua datang dengan varian Delta yang lebih cepat menular dan mematikan.
 
 

Rumah sakit, terutama di Jawa sempat kolaps. Merespons kondisi ini, rem darurat ditarik. PPKM Darurat sejak 3 Juli 2021 dan terus diperpanjang sampai 9 Agustus 2021 (jika tidak diperpanjang lagi) serta merta meruntuhkan ekonomi yang mulai bangkit.

Dengan tersanderanya aktivitas ekonomi oleh PPKM Darurat, bersiaplah pertumbuhan ekonomi Q III 2021 tak semeriah kuartal sebelumnya. Bahkan jika pertambahan pasien positif masih sulit direm, PPKM Darurat terus berlanjut, bisa jadi tanpa pertumbuhan.

Apalagi, serangan Delta ini mulai membabi-buta di wilayah luar Jawa. Betul, pertumbuhan ekonomi masih ‘Jawa sentris’ di mana Jawa berkontribusi 57,92 persen dalam pertumbuhan ekonomi.

 
Tapi pekerjaan rumah belum selesai, jangan terjebak euforia pertumbuhan. Di depan mata, sudah terlihat pertumbuhan tinggi tidak berlanjut.
 
 

Namun ketika pusat pertumbuhan luar Jawa seperti Sumatra (21,73 persen), Kalimantan (8,21 persen), dan Sulawesi (8,51 persen) kembali diterjang Covid-19, pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional tetap signifikan.

Bagaimanapun, pertumbuhan yang sudah susah payah dicapai itu patut disyukuri. Bisalah menjadi hadiah istimewa untuk hari kemerdekaan Indonesia ke-76. Tapi pekerjaan rumah belum selesai, jangan terjebak euforia pertumbuhan.

Di depan mata, sudah terlihat pertumbuhan tinggi tidak berlanjut, setidaknya pada Q III tahun ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat