Sejumlah siswa berjalan sepulang sekolah di Lhokseumawe, Aceh, Rabu (28/7/2021). | ANTARA FOTO/Rahmad/rwa.

Opini

Siswa dalam Asesmen Nasional

Sulit dibedakan dampak psikologis AN dan UN. Keduanya sama-sama menitikberatkan beban pada siswa.

IMAN ZANATUL HAERI, Guru Sejarah dan Kabid Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)

Hasil survei UNICEF 2020 menyebutkan, 66 persen siswa di Indonesia tak nyaman dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) (Unicef, 2020). Pembelajaran semacam ini sangat bergantung pada teknologi digital.

Namun, tak semua fasilitas digital dimiliki guru. Dalam riset Kemendikbudristek 2020 menyebut, 23 persen guru tidak memiliki komputer atau laptop, 27 persen tak memiliki handphone, dan 26 persen kesulitan mendapatkan akses internet (Puslitjak, 2020).

Artinya, ketimpangan digital sangat terbuka lebar. PJJ yang hampir dua tahun terlaksana ini mengakibatkan penurunan kualitas pembelajaran untuk tidak menyebut terjadinya learning loss (Smeru, 2020).

Pertanyaannya, apa fungsi asesmen nasional (AN) saat kualitas belajar menurun seperti saat ini? Sering disampaikan, AN terdiri atas tiga instrumen, yakni asesmen kompetensi minimum (AKM), survei karakter, dan survei lingkungan belajar.

Soal AKM, sebenarnya pernah diujikan melalui asesmen kompetensi minimum Indonesia (AKSI). Pada AKSI 2019, skor nasional kita di bidang literasi matematika dan sains masih rendah. 

 
Soal AKM, sebenarnya pernah diujikan melalui asesmen kompetensi minimum Indonesia (AKSI). Pada AKSI 2019, skor nasional kita di bidang literasi matematika dan sains masih rendah. 
 
 

AKM pada dasarnya pengisian soal yang sebagian besar merupakan penilaian kuantitatif. Maka wajar jika publik merespons AKM sebagaimana ujian nasional (UN) karena berpotensi diciptakannya tips dan trik cepat dalam menjawabnya.

Sebelum resmi dilaksanakan saja, berbagai lembaga pendidikan komersial sudah membuka lini konsultasi, bahkan beberapa buku soal AKM sudah beredar di pasaran.

Survei karakter dan survei lingkungan belajar juga bukan hal baru. Survei karakter pernah dilakukan Kemendikbudristek melalui AKSI. Karakter yang dimaksud lebih edukatif, seperti tingkat kepercayaan diri dalam belajar dan tingkat kemauan berdiskusi. Meskipun angka capaian cukup rendah (AKSI, 2019). 

Sementara itu, survei karakter AN mengarah pada profil pelajar Pancasila. Meskipun profil ini terdapat enam ciri yang mengesankan terdiri atas nilai yang edukatif, tetapi tiap-tiap nilai dipecah kembali menjadi beberapa elemen kunci.

Jika kita perhatikan dengan baik, cara kerja nilai profil ini mirip skema butir Pancasila pada masa kebijakan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4). Ini berpotensi menghidupkan kembali doktrin politik dalam dunia pendidikan.

 
Jika kita perhatikan dengan baik, cara kerja nilai profil ini mirip skema butir Pancasila pada masa kebijakan Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4). Ini berpotensi menghidupkan kembali doktrin politik dalam dunia pendidikan.
 
 

Pancasila memang wajib diajarkan kepada siswa, tetapi menyurvei seberapa Pancasilais siswa, mengubah kedudukan mereka dari peserta didik menjadi pegawai negara. Tentu wajar jika sebagian pihak melihat ada nostalgia sejarah.

Survei lingkungan belajar sebetulnya tidak perlu dimasukkan dalam skema AN karena kita sudah mendapatkan hasilnya. Yakni, melalui evaluasi diri sekolah (EDS) dan peta mutu pendidikan (PMP) yang dilakukan Penjamin Mutu Pendidikan Kemendikbudristek. 

Objek dan subjek yang diukur AN pada dasarnya sudah mengalami penurunan kualitas akibat PJJ. Sehingga kita melakukan asesmen berulang yang hasilnya mudah diprediksi. Jika dibutuhkan asesmen dalam siklus lebih panjang, itu sudah lewat akreditasi sekolah.

Padahal, hasil AKSI, EDS, dan PMP sudah dilaksanakan sampai 2019. Artinya, jika ingin mengukur kompetensi siswa, sekolah, dan lingkungan yang mendukung mereka pada saat kondisi normal, kita sudah mendapatkan potretnya.

Kasta baru

AN bukan berkontribusi pada pemerataan pendidikan malah dirancang guna menyeragamkan kapasitas dan akses pendidikan. Dalam Permendikbud No 17 tahun 2021 tentang AN Pasal 5 ayat 4 disebut, AN wajib dilaksanakan di tempat yang punya akses internet.

Padahal, data 2020 menyebutkan, 8.522 sekolah tidak memiliki akses listrik dan 42.159 sekolah tidak memiliki akses internet (UNJ, 2020). Sulit memahami fakta kesenjangan digital justru membuat Kemendikbudristek ngotot melaksanakan AN.

Jika basis utamanya perangkat keras komputasi, seperti PC dan laptop, wajar banyak pihak kesulitan membedakan antara AN dan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). 

 
Jika basis utamanya perangkat keras komputasi, seperti PC dan laptop, wajar banyak pihak kesulitan membedakan antara AN dan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). 
 
 

Sulitnya memisahkan UN dengan AN bukan karena rendahnya pengetahuan guru, masyarakat, dan sekolah terkait sosialisasi AN. Namun, regulasi AN memang akan bermuara pada sistem kasta yang berlaku pada era UN.

Sebagai contoh, penulis mendapatkan laporan, sekolah yang terpilih melaksanakan AN mendapatkan daftar nama siswa mereka yang akan mengikuti AN dari pihak Kemendikbudristek.

Berpihak pada anak?

Seperti kita ketahui, AN tidak melibatkan seluruh siswa. Pemberitahuan nama siswa yang akan mengikuti AN ke sekolah akan menjadi malapetaka baru. 

Pertama, beban siswa selama PJJ masih besar. Kedua, sekolah berkepentingan mendapatkan skor AN tinggi. Ketiga, siswa yang terpilih mendapatkan tambahan pembelajaran yang difokuskan untuk mendapatkan skor tinggi AN.

Akibatnya, beban siswa semakin berat. Pada level ini sulit dibedakan dampak psikologis AN dan UN. Keduanya sama-sama menitikberatkan beban pada siswa.

Beban AN justru lebih berat lagi, sebab beban yang seharusnya ditanggung satu angkatan dari setiap sekolah dibebankan pada siswa yang terpilih mengikuti AN. Jika ‘merdeka belajar’ berjanji mengurangi beban siswa, lantas untuk siapa AN? 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat