Ketua Mahkamah Konstitusi selaku Hakim Ketua Anwar Usman (kiri) mendengarkan pengucapan sumpah dari mantan Ketua BEM Universitas Indonesia Manik Marganamahendra (tengah) sebagai saksi pada sidang lanjutan permohonan pengujian formil atas UU Nomor 19 Tahun | Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Nasional

'PP Statuta UI Langgar Sejumlah UU'

PP Statuta UI dinilai melanggar UU tentang Pelayanan Publik dan Pendidikan Tinggi.

JAKARTA—Pemerintah disarankan untuk membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI). PP Statuta UI dinilai bertentangan dengan sejumlah undang-undang (UU).

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Gerindra Himmatul Aliyah menilai pembatalan PP 75/2021 perlu dilakukan karena Rektor UI Ari Kuncoro telah mengundurkan diri dari jabatan komisaris BRI.

"Langkah pengunduran diri ini menjadi momentum untuk membatalkan PP Nomor 75 Tahun 2021 tersebut karena Statuta UI yang baru tidak sejalan dengan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi," ujar perempuan yang akrab disapa Himma itu saat dihubungi, Ahad (25/7).

Pasal 8 ayat (1) UU 12/2012 menyebutkan, dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.

Statuta UI yang membolehkan rangkap jabatan dinilainya akan membuat kampus kesulitan mencapai hal tersebut. Di samping itu, ia mengapresiasi langkah Ari Kuncoro yang mundur dari posisinya sebagai komisaris BRI.

"Pengunduran diri tidak semata reaksi atas tuntutan masyarakat, tetapi juga komitmen terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sebagamana diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," ujar Himma.

photo
Ketua DPR Puan Maharani (tengah) berfoto bersama Rektor UI Prof Ari Kuncoro (kedua kiri) dan para mahasiswa wisuda pada Dies Natalis UI ke-70 dan wisuda mahasiswa di Balairung, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (1/2/2020). - (ANTARA FOTO)

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai, rangkap jabatan pada pimpinan perguruan tinggi dapat memengaruhi demokrasi yang terjadi di kampus. Ia mengaku Komisi X akan mengevaluasi PP 75/2021 yang merevisi Statuta UI. "Kita akan evaluasi negatif positifnya. Walapun dengan relasi ini, artinya menjadikan kampus sebagai kekuatan kritis tidak bisa kita capai," ujar Syaiful, Ahad (25/7).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menambahkan, seharusnya jajaran pimpinan perguruan tinggi tidak terlibat dalam penyelenggaraan pemerintah. "Idealnya seluruh civitas akademik di kampus, pihak rektorat, dan seterusnya tidak boleh menjadi bagian dari penyelenggara pemerintahan. Ini bisa mereduksi," ujarnya.

Perguruan tinggi atau kampus, kata Syaiful, harus dapat menjadi lembaga pendidikan dengan kekuatan sendiri alias otonom. Menurutnya, kampus seharusnya menjadi kekuatan intelektual yang kritis dan lembaga pendidikan yang bebas dari kepentingan rezim.

"Saya berharap kampus lebih baik steril dari kepentingan pragmatisme rezim politik, apapun itu. Dan saya berharap civitas akademiknya jangan terlalu tergoda politik," ujar Syaiful Huda.

 

Kontrol politik

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengkritik revisi Statuta UI melalui PP 75/2021. Menurutnya, hal tersebut berpotensi mengontrol politik yang ada dalam kampus UI.

Dalam PP 75/2021, rektor memiliki kewenangan untuk mengangkat dan mencopot guru besar. Hal tersebut dinilainya bisa dimanfaatkan untuk mencari sosok yang sesuai dengan pandangan rektor. "Itu akan berhubungan dengan nilai mahasiswa, jadi kalau ditekannya dari situ 'kamu boleh demo, tapi tidak lulus' misalnya. Nah, itu kan yang menjadi pilihan," ujar Indra, Ahad.

Menurutnya, revisi Statuta UI juga melanggar UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam Pasal 17 pada UU 25/2009 menyebutkan, pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD).

Menurut Indra, rektor juga merupakan pelayan publik, terutama di sektor pendidikan. "Berarti juga menunjukkan kalau kita sembarangan sekali dalam mengurus hukum di negara ini," ujar Indra.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengeklaim dirinya menerima masukan dari sivitas akademika UI dan berbagai pihak mengenai PP Statuta UI. Nadiem mengaku, inisiatif pembahasan perubahan PP Statuta UI sebenarnya sudah dilakukan sejak 2019.

"Pembahasan telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku dan melibatkan semua pihak terkait. Pemerintah telah menerima masukan dari berbagai pihak," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat