Keluarga menyaksikan prosesi pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU khusus Covid-19 Rorotan, Jakarta Utara, Selasa (13/7/2021). | Republika/Thoudy Badai

Laporan Utama

Mengingat Mati dan Ikhlas dengan Ketentuan Allah

Umat perlu mengambil hikmah bahwa wabah yang tak kalah mematikan dari Covid-19 pernah terjadi.

OLEH ANDRIAN SAPUTRA

 

Berita duka datang silih berganti. Kematian akibat wabah terus saja terjadi. Tidak terkecuali para ulama, mereka yang kita cintai. Semoga kabar-kabar itu menjadikan kita semakin dekat kepada Ilahi.

 

 

Berada pada masa kritis akibat pandemi sempat dirasakan oleh Muhammad Rudi. Salah satu penyintas Covid-19 berhasil melalui masa-masa sulit ketika terpapar virus.

Rudi mengalami batuk, buang air dan nyeri pada badannya. Tubuhnya lemas dan mengalami sesak nafas. Rudi mengatakan, tingkat saturasi oksigennya sempat drop pada level 87 persen. 

Pada awalnya, Rudi mendapat perawatan di Rumah Sakit Umum Al Fauzan Jakarta Timur. Pada hari kelima, kondisinya memburuk. Dia bahkan mengalami kejang hingga tak sadarkan diri. Ketika sadar, dia merasa panik karena penglihatannya menjadi kabur. "Sampai mau berdiri susah, mata redup seperti orang buta," kata Rudi yang juga seorang pekerja kemanusiaan saat berbincang kepada Republika, Rabu (14/7).

Ia pun akhirnya harus dirujuk ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof Dr Sulianti Saroso. Hampir sebulan Rudi menjalani perawatan intensif. Dia bersyukur para tenaga medis amat sabar merawatnya dari hari ke hari.

Dukungan keluarga yang saban hari menghubunginya semakin menambah semangat untuk segera sembuh. Di tempat tetirahnya, Rudi menghabiskan waktu dengan mendengarkan tilawah Alquran. Bibirnya pun tak lepas dari zikir kepada Allah SWT. "Mental kita harus kuat. Sebagai Muslim kita harus ikhlas dengan ketentuan Allah,“ kata Rudi.

Keikhlasan Rudi ditambah dukungan keluarga membuat imunitasnya semakin baik. Perlahan, saturasi oksigennya terus meningkat. Rudi mengaku banyak hikmah yang dipetik dari pengalamannya ketika terpapar Covid-19.

Salah satu yang terpenting adalah membuat dirinya lebih bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah diberikan karena bisa diberi kesempatan kedua untuk menjalani hidup di dunia. Rudi menjadi salah satu contoh dari banyak pasien kritis yang bisa sembuh dari virus ini.

Di sisi lain, banyak dari mereka yang tidak bisa selamat. Mereka berasal dari beragam kalangan seperti ulama, artis, pejabat, pengusaha, pegawai negeri hingga rakyat biasa. Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Komite Penanganan Covid-19 per Rabu (14/7), jumlah kasus Covid-19 terkonfirmasi menembus angka 2.615.529 kasus, total pasien sembuh sebanyak 2.139.601.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Polda Metro Jaya (poldametrojaya)

Sedangkan total kasus kematian akibat Covid-19 sebanyak 68.219 kasus. Warga lansia atau mereka yang berada di atas usia 60 tahun masih mendominasi angka kematian tersebut yang mencapai hampir separuhnya.

Berita duka dan ambulan jenazah belakangan memang kerap berseliweran. Tidak heran karena negeri ini sudah tiga hari berturut-turut bertengger di peringkat pertama dunia tingkat kematian akibat korona.

Cendekiawan Muslim Prof KH Nasaruddin Umar mengingatkan umat untuk bermuhasabah dan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT. Menurut dia, kondisi saat ini merupakan proses pembelajaran bagi setiap manusia khususnya bangsa Indonesia agar dapat menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat.

 
Pandemi Covid-19 telah mengajarkan setiap orang agar mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan melepaskan ego diri.
 
 

Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengimbau agar segenap Muslim melaksanakan perintah agama dan meninggalkan semua yang dilarang agama. Pandemi Covid-19 telah mengajarkan setiap orang agar mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan melepaskan ego diri atau kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok.

Mantan Wakil Menteri Agama ini mengatakan, Rasulullah  SAW telah menginformasikan tentang tanda-tanda kecil semakin dekatnya kiamat, di antaranya meninggalnya para ulama dan merebaknya penyakit menular. Meski demikian tidak satu pun orang mengetahui kapan terjadinya kiamat.

Karena itu, Prof Nasaruddin mengajak umat untuk bermuhasabah dan memohon ampun kepada Allah. "Ada hadis nabi, matinya seorang ulama itu lebih buruk daripada hilangnya sebuah etnik atau suku. Jadi ini juga salah satu tanda-tanda kecil hari kiamat sudah akan tiba itu merebaknya penyakit menular secara masif yaitu namanya epidemi, epidemi makin merajalela," kata Prof Nasaruddin belum lama ini.

photo
Keluarga memanjatkan doa saat prosesi pemakaman jenazah pasien Covid-19 di TPU khusus Covid-19 Rorotan, Jakarta Utara, Selasa (13/7/2021). Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Pakar tafsir Alquran yang juga Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahsin Sakho Muhammad mengatakan setiap musibah termasuk pandemi saat ini sudah tercatat di lauhulmahfudz. Kesadaran bahwa segala sesuatu termasuk ajal telah ditakdirkan Allah akan membuat seseorang terhindar dari depresi ketika mendapat kabar duka orang yang meninggal karena Covid-19. 

Kiai Ahsin mengatakan ada tiga pendekatan yang bisa menjadi pedoman umat dalam menyikapi lonjakan  angka kematian akibat Covid-19. Dari pendekatan sejarah, umat perlu mengambil hikmah bahwa wabah yang tak kalah mematikan dari Covid-19 pernah terjadi dan menimpa umat manusia terdahulu.

Kendati begitu wabah yang menimpa manusia pada kurun masa tertentu itu mengalami akhir. Dari pendekatan keagamaan, menurut Prof Ahsin manusia harus menyadari segala yang terjadi semuanya atas kehendak Allah.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Pandemi Covid-19 bisa merupakan sanksi Allah SWT kepada orang-orang yang melupakan-Nya karena terlena akan kehidupan dunia atau sebagai peringatan Allah agar manusia tidak angkuh dan sombong akan ilmu pengetahuan dan segala hal yang diperoleh.

Pandemi juga bisa menjadi anugerah bagi Muslim yang taat karena Allah menyiapkan pahala besar sebagai buah kesabaran serta ganjaran derajat syahid bagi mukmin yang meninggal karena Covid-19. Dengan begitu, seorang Muslim akan terhindar dari keputusasaan dan depresi.

"Boleh jadi Allah ingin berikan anugerah terutama untuk umat Muslim, makanya banyak yang meninggal syahid. Orang yang betul-betul sabar terhadap musibah semacam ini, yakin bahwa semuanya dari Allah, hidup dan mati datangnya dari Allah, mereka akan tenang. Mereka yang meninggal karena Corona itu syahid, " kata Kiai Ahsin.

Ketua pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Masyhuril Khamis menerangkan tanda-tanda kiamat dibagi menjadi dua. Yakni tanda-tanda kubro (besar) dan sughro (kecil).

Tanda kecil dari kiamat maksudnya adalah tanda di mana kiamat sudah semakin dekat. Sedangkan tanda besar kiamat adalah tanda di mana kiamat sebentar lagi akan terjadi. Contohnya saja, ujar dia, munculnya Nabi Isa, munculnya Dajjal, hingga terbitnya matahari dari barat. "Termasuk dari tanda kecil dari kiamat adalah banyaknya kematian yang mendadak," kata Kiai Masyhuril.

Kiai Masyhuril berpesan kepada umat Islam dalam menghadapi pandemi Covid-19 agar lebih mendekatkan diri pada Allah, bertobat, memohon pertolongan dan bertawakal pada-Nya. Dia menjelaskan, wabah memang merupakan penyebab datangnya kematian.

Meski demikian, ada Dzat yang menciptakan dan mengaturnya. “Kita tidak boleh acuh terhadap wabah ini karena Allah menghendaki dan pasti ada hikmah yang dituju, Namun bukan pula terlalu takut dan hanya takut kepada wabah, bukan pada Penciptanya. Takutlah kepada Allah, tawakkalah kepada-Nya, Bertobatlah karena tobat akan mendatangkan solusi dari semua masalah. Namun sebagai manusia kita tetap berikhtiar sebagai bukti tawakal kita kepada Dzat yang menghendaki wabah ini terjadi," kata dia.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat