Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) menyampaikan pandangan pemerintah terkait RUU Otonomi Khusus Papua kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (ketiga kanan) saat Rapat Paripurna DPR RI Ke-23 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung Nu | ANTARA FOTO/JONI ISKANDAR

Nasional

Penolak Otsus Bisa Diakomodasi PP

Situasi kamtibmas di Papua terpantau kondusif meski muncul penolakan otsus.

JAKARTA—Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Pamungkas menyarankan pemerintah mengakomodasi aspirasi kelompok penolak RUU Otonomi Khusus Papua melalui Peraturan Pemerintah (PP). Mengingat, sampai saat ini penolakan masih disuarakan dari berbagai elemen masyarakat Papua.

DPR memang sudah menyetujui Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada sidang Paripurna, Kamis (15/7). Namun, Cahyo menyarankan pemerintah menunda pelaksanaan dari RUU tersebut.

"Pemerintah harus menunda pelaksanaan undang-undang otsus ya, sambil kemudian mendengarkan misalnya aspirasi kelompok-kelompok yang menolak. Mungkin aspirasi kelompok-kelompok yang ingin menolak itu bisa diakomodasi di dalam peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang itu," kata Cahyo, dikutip Jumat (16/7).

Pemerintah memiliki waktu 90 hari membuat PP sejak undang-undang Otsus Papua diundangkan. Ia berharap pemerintah bisa mengakomodasi aspirasi masyarakat Papua di dalam peraturan pemerintah tersebut. "Kita tunggu saja sejauh mana PP-nya kemudian mengakomodasi suara-suara di Papua, aspirasi orang asli Papua," tegasnya.

Ia menyebut setidaknya ada kecacatan dalam proses revisi UU Otsus Papua. Pertama, pembuatan undang-undang Otsus Papua dinilai tidak mengakomodasi sebagian aspirasi masyarakat orang Papua. Kedua, tidak adanya evaluasi umum terhadap implementasi otsus selama 20 tahun ke belakang.

Menurut Cahyo hasil revisi UU Otsus Papua tidak sesuai dengan aspirasi sebagian masyarakat Papua, termasuk aspirasi MPR dan DPRP. Terutama soal pemekaran wilayah yang dianggap menggerogoti kekhususan otonomi khusus Papua.

Penolakan juga disuarakan sejumlah organisasi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP). Petisi Rakyat Papua Tolak Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II dideklarasikan pada 4 Juli 2020. Organisasi tersebut diawali dengan 17 organisasi pelopor. Namun hingga Juni 2021, sebanyak 112 organisasi tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP).

Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan menolak Undang-Undang Otsus Papua yang disahkan DPR. Juru bicara Aliansi Mahasiswa Papua, Jeeno, secara khusus juga menyoroti sektor hukum dan HAM. Pelanggaran HAM justru sering terjadi dalam pelaksanaan Otsus Papua Jilid I selama ini.

"Mulai dari tragedi Paniai berdarah, Wamena berdarah, dan kasus-kasus berdarah lainnya yang tidak tercatat secara detail. Hal ini menunjukan bahwa keberlangsungan otonomi khusus jiid II di atas tanah Papua itu ilegal dan selama berjalannya jilid pertama di Papua itu tidak melibatkan orang asli Papua sendiri," ujarnya.

Forum Independen Mahasiswa West Papua (FIM WP) juga menyampaikan hal yang senada. Perwakilan FIM WP, Doringgo Yarinap, menilai Otsus Papua Jilid I sudah gagal. "Itu sudah jelas otsus sudah gagal dan untuk apa kita lanjutan otsus yang kedua? Itu akan menjadi ancaman yang serius bagi orang Papua sendiri," tegasnya.

Situasi kondusif

Meskipun penolakan terus disuarakan, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Papua terpantau kondusif. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri menyatakan situasi kamtibmas di Papua usai pengesahan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) relatif kondusif.

"Hingga Kamis (15/7) malam sekitar pukul 20.00 WIT, tidak ada laporan menonjol dari polres-polres, namun anggota kepolisian setempat diminta tetap waspada," kata Irjen Fakhiri, di Jayapura, Jumat pagi.

 
Otsus Papua jadi momentum titik awal perbaikan Papua di segala bidang.
 
 

Dia mengakui, kondusifnya berbagai wilayah di Papua tidak lepas dari peran serta pemda bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama yang bersama TNI-Polri menjaga wilayahnya masing-masing. Menurutnya, tanpa peran serta semua pihak sulit mewujudkan situasi kamtibmas yang kondusif. "Mudah-mudahan kondisi tersebut tetap dapat terwujud hingga masyarakat bisa beraktivitas tanpa rasa takut," ujar Irjen Fakhiri.

Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menyampaikan dengan UU Otsus Papua, pembangunan di Provinsi Papua Barat bisa tetap berjalan berkelanjutan dan berkomitmen untuk terus ditingkatkan. Gubernur juga mengimbau masyarakat Papua Barat dan Papua tidak terprovokasi pihak-pihak yang terus menyebarkan penolakan terhadap upaya-upaya baik yang dilakukan pemerintah.

"Mari jadikan momentum ini sebagai titik awal untuk melakukan perbaikan di segala bidang dalam rangka percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua, utamanya orang asli Papua," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat