Sejumlah mahasiswa berunjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di Bundaran Digulis, Pontianak, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu. (ilustrasi) | JESSICA HELENA WUYSANG/ANTARA FOTO

Opini

Kepercayaan Publik

Kepercayaan adalah modal dasar dan utama dalam hubungan ‘transaksional’ suatu entitas, terlebih sektor publik.

IHDA ARIFIN FAIZ, Dosen Akuntansi Sektor Publik UGM

Kepercayaan adalah modal dasar dan utama dalam hubungan ‘transaksional’ suatu entitas, terlebih sektor publik.

Kepercayaan menjadi fondasi kolegial untuk mencapai suatu mimpi yang ingin diraih bersama, untuk membangun bangsa, melanjutkan pertumbuhan berkelanjutan, bahkan mimpi peradaban pada masa depan.

Runtuhnya kepercayaan menjadi indikator pudarnya ikatan dan selanjutnya menghapus mimpi dan tujuan yang dibangun. Dalam konteks bernegara, ketidakpercayaan pada pemerintah, perlahan akan menggerus segala ‘ikatan’ antara public dan government.

Jika kondisi ini berlanjut, merupakan lampu kuning mulai pudarnya beragam simpul ikatan kenegaraan. Tumbangnya rezim adalah konsekuensi logis yang ‘ringan’, lebih jauh jika pejawat memaksa bertahan tidak mustahil menimbulkan kaos dan krisis multidimensi.

 
Runtuhnya kepercayaan menjadi indikator pudarnya ikatan dan selanjutnya menghapus mimpi dan tujuan yang dibangun.
 
 

Penting untuk merawat kepercayaan publik terhadap pemerintah, dengan melihat secara tepat simpul kritis yang membangunnya dengan memperhatikan kondisi zaman dan karakter publik yang terlibat.

Biaya modal sosial

Penurunan pendapatan per kapita Indonesia dan menjadikannya negara menengah ke bawah, menunjukkan indikator defisiensi kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kegagalan pasar (market failure) oleh Bator (1958) memunculkan gagasan peran pemerintah dalam menjaga pasar. Pilar penopang pemerintah yang utama adalah kepercayaan publik, baik pada figur maupun sistem yang dijalankan.

Bahkan, dalam kondisi ekstrem, perekonomian yang stagnan, bahkan utang yang besar, tidak akan menimbulkan terjadinya shutdown jika publik masih memiliki kepercayaan terhadap pemerintah.

Jika dalam perbankan dan keuangan dikenal a lender of last resort (LoR) sebagai institusi publik yang memberikan jaminan bagi publik atas pengelolaan dana pada lembaga keuangan suatu negara, demikian seharusnya berlaku pada kepercayaan publik.

 
Bahkan, dalam kondisi ekstrem, perekonomian yang stagnan, bahkan utang yang besar, tidak akan menimbulkan terjadinya shutdown jika publik masih memiliki kepercayaan terhadap pemerintah.
 
 

Kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan pada sistem ekonomi merupakan modal utama keberlangsungan sistem dan mekanisme keuangan yang selama ini dibangun.

Krisis perbankan yang merembet pada krisis politik serta multidimensi pada 1998, merupakan contoh konkret runtuhnya kepercayaan publik pada lembaga keuangan dengan mendapatkan momentum merembet pada bidang politik dan perubahan sosial.

Inilah dampak penularan (contagious effect) ketidakpercayaan publik terhadap rezim saat itu yang muncul dari simpul perbankan. Saat ini, hampir sulit mendapati entitas publik yang memberikan jaminan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Ketidaksatuan dalam instruksi, kebijakan, istilah, dan saling mengoreksi antarinstansi merupakan fenomena harian yang berdampak pada ketidakpercayaan publik.

Di samping itu, tebang pilih dalam penegakan hukum dan kekhususan pada para elite kalangan penguasa dan pengusaha, menjadikan para alit kebingungan mencari pemimpin tepercaya.

 
Ketidaksatuan dalam instruksi, kebijakan, istilah, dan saling mengoreksi antarinstansi merupakan fenomena harian yang berdampak pada ketidakpercayaan publik.
 
 

Masyarakat lebih percaya referensi dari grup pertemanan dan media sosial yang lebih dekat dengan mereka. Untuk mengetahui apa itu makhluk virus korona, bagaimana mencegah dan menanganinya, mereka sulit merujuk pada istilah yang melangit dan sulit.

Utang janji

Untuk membangun kembali ikatan yang telah rusak tampaknya lebih mahal dibandingkan memulainya dari awal.

Ada bekas ingatan black stain yang menjadi noda. Pada titik inilah, masyarakat akan panik dan irasional. Hal ini dapat dimanfaatkan pihak tertentu yang ‘mengambil untung’ dari disorientasi kepercayaan dan preferensi publik.

Dalam bisnis dan ekonomi, defisit anggaran dapat diatasi dengan utang yang manageab. Bahkan, diktum para pebisnis, utang adalah leverage (pengungkit) yang memungkinkan bisnis dapat berakselarasi secara cepat.

Begitu halnya defisit anggaran publik, pemerintah memiliki opsi yang luas untuk menggunakan beragam instrumen pembiayaan dengan tujuan pencapaian target makroekonomi dan fiskal. Lain halnya dengan defisit kepercayaan publik.

 
Akan tetapi, defisit kepercayaan publik secara kumulatif hanya akan menimbulkan kondisi politik, sosial, dan ekonomi suatu negara semakin memburuk.
 
 

Pada awalnya, janji merupakan salah satu instrumen ampuh sebagai daya tarik bagi publik terhadap figur politik tertentu. Namun, jika janji tersebut tidak ditepati, terlebih jika dialihkan dengan janji lain, dapat dikatakan sekadar lip service.

Defisit fiskal periode sebelumnya secara kumulatif dapat dinegosiasi, dijadwal ulang (reschedule), atau kreatif mencari instrumen pembiayaan lain.

Akan tetapi, defisit kepercayaan publik secara kumulatif hanya akan menimbulkan kondisi politik, sosial, dan ekonomi suatu negara semakin memburuk. Jika janji adalah utang, apakah paradigma pengelolaan publik saat ini hanya berprinsip pada dua hal, utang dan janji? 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat