
Sastra
Selamat Pagi, Dunia
Puisi Valerian Iman Santoso
Oleh VALERIAN IMAN SANTOSO
Selamat Pagi, Dunia
Selamat pagi, Dunia
Hari sudah berganti
Bulan telah berganti jua
Hari ini, kutatap langit yang sama dengan rupa berbeda
Kadang cerah, kadang mendung
Tidak apa-apa
Tenang saja
Semua akan baik-baik saja
Waktu terus berjalan
Raga ini harus tetap berjalan
Jalani saja
Semangat!
Bogor, 19 Juni 2024
***
Sebuah Gerbang
Gerbang sekolahku...
Yang terdiri dari beberapa batang besi
Dicat dengan warna biru
Selalu dilewati oleh banyak orang
Walau hanya sebuah pagar besi biru
Engkau menjadi awal yang indah
Bagiku untuk injakkan kaki di sekolah ini
Awal dari sejarah peristiwaku
Juga akhir yang bermakna
Oh gerbang...
Tanpa kau
Kapan aku harus dapat...
Mengawali semua peristiwa ini?
Engkau sungguh berarti
Namun orang banyak tak anggap penting peranmu
Mengapa?
Aku sungguh heran
Apakah mereka tak punya syukur kepadamu?
Tak peduli padamu?
Padahal...
Siapa yang menjaga sekolah dari para penyamun?
Siapa yang akan bantu Pak Satpam?
Ternyata engkau sungguh berarti.
Tertunda
Saat jumpa pertama kali
Kita saling mengenal
Belum tahu kau dalam hati
Anggapku kau hanya bermain
Kini kutahu
Hatiku bersungguh padamu
Ingin panah dirimu
Namun tak akan sakiti kau
Panah ini berasmara penuh
Yang membara dalam belenggu
Membakarnya sampai hangus
Dari jauh, kuhias panah
Kau bilang panah ini banyak hiasan
Bukankah pujangga telah lebih dulu menghiasnya?
Sesungguhnya, panah ini polos tanpa hiasan
Sudah kujelajahi bumi ini
Kulihat kau yang terindah
Dan itu aku sukai
Namun masih ragu lepas panah ini
Inikah yang kucari?
Inikah yang diberikan Sang Pencipta?
Aku hanya ingin kau tahu
Aku sedang membidikmu
Panah ini masih di tanganku
Namun tetap sampai padamu
Mungkin dilepas busur
Mungkin diterbangkan angin lalu
Saat panah ini sampai padamu
Aku tak peduli
Sekalipun kau patahkan panah itu
Aku masih punya panah lain
Tapi tak bidik kau
Hanya satu pintaku
Pahami diriku, hargai hatiku.
Jakarta, 29 Maret 2020
***
Terbang
Kala itu
Setiap hari, kita berjumpa
Menunggu mentari datang
Diam-diam tersenyum dan tertawa bersama
Bertahun-tahun sudah
Aku melihatmu dari jauh
Saat jarak memisahkan kita
Menunggumu dekat
Hari ini, Shizuka bergandengan tangan dengan Nobita
Aku tetaplah Doraemon
Sudah punya kantong ajaib
Masih asyik menikmati dorayaki
Aku masih melihatmu dari jauh
Menatap sejenak
Pesona Ratu Sejagat semalam
Di balik kacamata gelap
Dalam ingar-bingar pesta
Biarkan aku berbalik
Menepi dalam sunyi
Menikmati alam semesta dengan baling-baling bambu
Bebas mengangkasa bersama burung-burung
Memandang dari atas
Engkau dalam rupa berbeda
Yang sudah bersanding dua bersamanya
Andai saja aku jadi pelaminanmu
Bersembunyi dan menyaksikan kalian dari dekat
Walau menahan sakit diduduki
Sayangnya, tak bisa
Sebab ratapan ini takkan bisa dibendung
Aku takkan mendekat
Aku sudah rela
Sungguh, aku sudah ikhlas
Berbahagialah dengannya
Karena aku juga bahagia
Sungguh
Ingin aku memeluk dan mengecupmu
Sayangnya, aku tak bisa
Saat ini, Kau tak mengerti
Suatu saat, Kau akan memahami
Terima kasih atas masa-masa yang pernah kita lalui
Maaf karena aku terlalu nakal
Maaf karena aku pernah kasar
Aku memang bukan yang terbaik untukmu
Kuharap Kau baik-baik di sana
Kuberi titik pada goresan pena
Sebelum tetesan air mata membasahi tinta di atas kertas
Bogor, 12 Juli 2024
***
Harapan Indah
Sayangku...
Kau tak perlu permen
Kau tak perlu kembang gula
Kau tak perlu gulali
Janganlah Kau makan yang manis
Karena Kau dan mereka sudah sama-sama manis
Mereka hanya mampu memaniskan lidah
Sedangkan Kau manis sampai ke hatiku
Sayangku...
Awal jumpa aku menatapmu
Saat kutahu Kau tinggal di Harapan Indah
Timbul tanya dalam benakku
Adakah harapan indah di antara kita berdua?
Apakah sama dengan yang bagimu?
Ataukah ini harapan indah bagiku saja?
Aku bingung
Seakan hati penuh kelabu
Sungguh senang mengenang masa-masa asmara itu
Aku menangis dalam senyum dan tawa
Air mataku mengalir
Menyatu dan bersembunyi dalam hujan
Sembari menatap awan yang sedang mendung
Biarkan itu jadi kenangan yang pernah ada
Tuhan
Aku bersyukur pada-Mu
Engkau buka mata hatiku
Dia pergi meninggalkanku
Musibah ini hanya sesaat
Kini, aku tak dapat musibah lagi
Aku hanya ingin menepi sesaat
Membiarkan Tuhan menemaniku
Entah sendirian, entah berdua
Tuhan tetap bersamaku
Memang benar kata pepatah para tetua
Rindu itu berat
Sejak dulu, begitulah cinta
Penderitaannya tiada akhir
Cinta itu seperti kentut
Ditahan, sakit
Dikeluarkan, berisik
Biarkan waktu memberikan kejutan untukku
Biarkan waktu yang menjawab semua tanya ini
Sebab kita juga akan buat harapan-harapan indah bagi sesama
Bogor, 25 Januari 2025
***
Saudara Sederhana
Mentari terbit
Lahir seorang putera pedagang pakaian
Kaya raya
Tapi harta sia-sia
Ia buang uang ayah ibunya
Untuk berfoya-foya di masa muda
Sementara kaum jelata menjerit kesakitan
Namun belas kasih datang dari hati nuraninya
Walau kawan dan keluarga tak senang
Semangatnya terus berkobar
Ialah Santo Fransiskus dari Assisi
Dalam perang, jadi tawanan
Sakit keras diderita
Tapi Bapa telah melihatnya
Memberikan stigmata pada dirinya
Mengangkatnya dari keruntuhan
Menjadikannya penyambung lidah bagi penghuni bumi
Tobat dibulatkan
Gereja dibangun
Kesahajaan jadi teladan
Ia ganti pakaian mewahnya dengan jubah lusuh pertapa
Membawa saudara-saudari mengikutinya
Mengemis kebaikan hati orang banyak
Membawa damai
Mewartakan Kerajaan Allah ke mana pun
Kepada seluruh ciptaan Allah
Tanpa pandang bulu
Pengemis, gelandangan, penderita lepra, orang kafir, dan muslim pun dikunjunginya
Jua bersuara pada para hewan
Oh Fransiskus
Betapa besar jasamu di bumi ini
Kebaikanmu telah memenuhi alam raya
Terkenang hingga kini
Dengan apa, kami berbalas budi padamu?
Sungguh kau teladan bagi kami
Kami berjanji akan mengingat dirimu
Bersama Bapa, kami akan selalu mengikuti teladanmu
***
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.