Sejumlah pelajar mendapat pejelasan kesehatan dari petugas Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Indramayu, Jawa Barat, Senin (10/10/2020). Kepala BKKBN menyatakan masih banyak perempuan yang belum memiliki hak akan tubuhnya. | ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Nasional

BKKBN: Banyak Perempuan Belum Merdeka

Kepala BKKBN menyatakan masih banyak perempuan yang belum memiliki hak akan tubuhnya.

JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan, masih banyak perempuan yang belum memiliki hak akan tubuhnya. Hal itu terjadi pada hampir setengah dari 57 negara berkembang.

"Bahkan jutaan wanita belum bisa menentukan dirinya mau pakai apa dalam urusan kontrasepsi. Belum merdeka untuk menentukan bahwa keputusan ada pada dirinya untuk mau hamil atau tidak hamil. Belum sepenuhnya memiliki kekuatan apakah dirinya berhak atau belum menikah," kata Hasto dalam "Peluncuran Laporan SWOP 2021 Otonomi Tubuh: Tubuhku Adalah Milikku", Kamis (1/7).

Menurutnya, kepemilikan perempuan akan tubuhnya berpengaruh terhadap kualitas kesehatan perempuan dan juga anak. Ia berharap masyarakat memperjuangkan hak-hak dan otonomi tubuh perempuan ini sehingga bisa menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Kebutuhan mendasar masyarakat Indonesia, yaitu perempuan yang sehat, masih belum terwujudkan. Kematian ibu dan bayi masih tinggi. Dibandingkan dengan kawasan Asia Pasifik, kematian ibu di Indonesia masih terlalu tinggi.

photo
Petugas medis menata bilik untuk persalinan di Puskesmas Kaligangsa, Tegal, Jawa Tengah, Senin (4/1/2021). Tempat persalinan dengan menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan bilik tersebut sebagai upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi selama pandemi Covid-19. - (Oky Lukmansyah/ANTARA FOTO)

"Karenanya, kita masih harus berjuang untuk itu. Dan derajat kesehatan bangsa sangat erat kaitannya dengan kematian ibu, kematian bayi, dan kekerasan pada perempuan. Ini satu hal yang penting untuk kita perhatikan bersama," kata dia.

Pengaruh otonomi tubuh perempuan pada kesehatannya salah satunya ketika mereka dipaksa menikah pada usia muda. Hasto menegaskan, pernikahan perempuan usia muda harus diantisipasi sehingga tidak terjadi. Sebab, pernikahan usia muda sering kali menimbulkan risiko kematian ibu. Sebab, perempuan muda masih memiliki panggul yang sempit. Sehingga persalinannya macet dan pendarahan. Akhirnya kematian ibu pun tidak bisa dihindari, yang kemudian diikuti kematian bayi.

Selain itu, berhubungan seksual pada usia muda juga meningkatkan risiko kanker leher rahim. "Itu kan mereka tidak mengerti bahwa sebetulnya mulut rahim kita masih sangat immature. Kalau mulut rahimnya masih immature, kemudian dilakukan hubungan layaknya suami istri itu kan repot sekali. Dalam hal ini terjadi kanker mulut rahim," kata Hasto.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA), Ratna Susianawati menegaskan, perempuan sebagai makhluk tuhan memiliki hak yang setara dengan laki-laki. Mereka mestinya memiliki hak atas otonomi tubuhnya sendiri.

"Perempuan harus berani mengambil keputusan apakah ingin memastikan kontrasepsi apa yang pas untuk dirinya, tepat untuk dirinya. Karena saat ini masih banyak perempuan yang belum berani mengungkapkan hal ini pada pasangannya, sehingga ketidakadilan pun sering terjadi dalam hidupnya dan tidak pernah disuarakan," kata Ratna.

photo
Petugas Posyandu memberikan vitamin A pada balita di Posyandu Bougenvile, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (25/2/2020). Pemberian zat gizi mikro dari Kementerian Kesehatan berupa vitamin A bagi balita dan suplemen penambah darah bagi ibu hamil tersebut merupakan upaya pencegahan stunting sekaligus menurunkan angka kematian ibu/anak. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc. - (ARI BOWO SUCIPTO/ANTARA FOTO)

Kekerasan

Ratna mengatakan, kekerasan pada perempuan di Indonesia masih memprihatinkan. Setidaknya, satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan. "Berdasarkan survei pengalaman hidup perempuan nasional 2016 lalu, menunjukkan satu dari tiga perempuan Indonesia usia 15-44 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual," kata Ratna.

Data ini kemudian dilanjutkan dengan survei nasional pengalaman hidup anak dan remaja tahun 2018. Survei lanjutan ini meunjukkan dua dari tiga anak Indonesia berusia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami kekerasan. Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan (Simfoni PPA) sepanjang 2020 terdapat 14.821 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Dimana kekerasan terhadap perempuan hampir 7.464 kasus, dimana kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Persentase tertinggi adalah 60,75 persen kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat