Warga berjalan di bawah dekorasi cahaya lampu pelangi saat menjelang Tahun Baru 2021 kala pandemi virus Covid-19 belum mereda, di Skopje, Makedonia, 27 December 2020. | EPA-EFE/GEORGI LICOVSKI

Teraju

Pelangi Selepas Badai Pandemi yang Mengubah Peradaban

Ekonomi dunia diramal bakal melesat selepas pandemi. Kehidupan sosial juga bakal turut terpengaruh.

OLEH SIWI TRI PUJI

 

Angin optimisme berembus setelah lebih dari 1,5 tahun dunia dipeluk pandemi Covid-19. Wabah yang mendunia ini memang berdampak signifikan secara ekonomi hampir di seluruh dunia tetapi, setelah mengalami penurunan terburuk sejak Perang Dunia II, ekonomi global bersiap bangkit kembali.

Setidaknya, berdasarkan hitung-hitungan Dana Moneter Internasional (IMF), tingkat pertumbuhan 2021 akan naik enam persen secara global. Hal senada dilontarkan CEO JPMorgan Chase Jamie Dimon yang memprediksi akan terjadi "ledakan multitahun" hingga tahun 2023.

Adalah analisis The Economist yang pertama menabuh dawai optimistik itu, April lalu. Mereka melakukan studi atas data pendapatan domestik bruto (PDB) negara-negara Kelompok 7 (G-7).

Hasilnya, percepatan pertumbuhan yang sinkron seperti itu belum terjadi sejak ledakan pascaperang tahun 1950-an. Namun proyeksi kuantitatif hanyalah satu bagian dari teka-teki. Mereka lalu mencocokkan dengan sejarah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang diharapkan.

photo
Seorang warga negara asing (WNA) berjalan di depan jadwal keberangkatan internasional di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/1/2021). Ekonomi dunia diramal bakal melesat selepas pandemi. Kehidupan sosial juga bakal turut terpengaruh. - (ANTARA FOTO/Fauzan)

Hasilnya lagi-lagi ledakan pascapandemi terlihat sangat cerah. Sejarah mengajarkan kita bagaimana orang berperilaku selama fase akut pandemi dan apa yang mereka lakukan ketika ekonomi mulai bergerak kembali. 

Menengok sejarah, tingkat tabungan rumah tangga Inggris berlipat ganda selama wabah cacar yang meluas pada paruh pertama tahun 1870-an. Sementara di Amerika Serikat, orang menyimpan lebih banyak uang selama wabah flu Spanyol daripada tahun-tahun berikutnya sampai Perang Dunia II. Dengan kata lain, ketika peluang pembelanjaan berkurang, tabungan membengkak.

 
Di Amerika Serikat, orang menyimpan lebih banyak uang selama wabah flu Spanyol daripada tahun-tahun berikutnya sampai Perang Dunia II.
 
 

Wabah pes dan flu Spanyol juga menyebabkan peningkatan substantif dalam pengambilan risiko, mendorong inovasi yang lebih luas. Biro Riset Ekonomi Nasional AS menemukan bahwa jumlah perusahaan rintisan melonjak sejak 1919 dan seterusnya. 

Begitu pula setelah krisis keuangan pada 2007, inovasi dalam ekonomi menjadi lebih beragam. Ekonomi berbagi, misalnya -- ditandai dengan lahirnya perusahaan seperti Uber dan Airbnb -- menjadi fenomena yang lebih umum.

Efek kausalnya terletak pada kenyataan bahwa krisis, seperti pandemi atau bahkan perang, mengekspos kesenjangan strategis di pasar yang dengan cepat berusaha diisi oleh para pengusaha baru, menciptakan dan mempertahankan lingkaran inovasi yang positif.

Tren ini berlaku paska-pandemi Covid 19. Jika sudah makin banyak warga dunia mendapatkan vaksin Covid 19 dan kondisi berangsur membaik, maka inilah prediksi para ekonom: pengeluaran meningkat meskipun dengan hati-hati, lalu pemulihan lapangan kerja mengikutinya dan selanjutnya roda ekonomi akan melaju bahkan lebih kencang.

Dengan demografi yang berpusat pada kaum muda, dukungan kebijakan top-down yang gesit, maka "pelangi" pertumbuhan ekonomi akan lebih menarik pasca pandemi.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by 1918 Influenza Invades PA (pandemic_history_1918)

Sebuah studi baru-baru ini oleh perusahaan konsultan McKinsey & Company menunjukkan kepercayaan konsumen yang terus meningkat di banyak negara  selama krisis Covid-19. Akumulasi tabungan --didukung oleh kepercayaan konsumen yang positif-- ditambah dengan meningkatnya permintaan barang dan jasa akan menghasilkan pemulihan yang kuat.

Selain itu, ledakan pascakrisis cenderung memiliki efek signifikan pada sisi penawaran ekonomi, khususnya cara dan sarana yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. 

Fenomena ini disebut Nicholas Christakis, profesor sosiologi dan kedokteran di Universitas Yale, sebagai "pesta pascapandemi". Kapan waktunya, ia menyebut puncaknya pada tahun 2023, setelah periode sementara mengatasi guncangan klinis, psikologis, dan ekonomi akibat pandemi.

 
Kapan waktunya, ia menyebut puncaknya pada tahun 2023, setelah periode sementara mengatasi guncangan klinis, psikologis, dan ekonomi akibat pandemi.
 
 

"Orang akan sangat lega ketika semua akhirnya berakhir. Kita akan melihat orang-orang tanpa henti mencari peluang sosial di klub malam atau restoran, acara olahraga, konser musik, atau bahkan rapat umum politik," katanya.

Hal yang berubah dalam kehidupan sosial lainnya menurut penulis buku Apollo’s Arrow: The Profound and Enduring Impact of Coronavirus on the Way We Live adalah: melonggarnya adat-istiadat.

Sementara, analis Morningstar mengingatkan bahwa kondisinya tidak akan sama lagi, jika melihat tiga penyebab utama di mana Covid-19 dapat memiliki dampak jangka panjang pada hasil ekonomi.

Pertama, kebiasaan konsumen dapat berubah secara permanen karena pandemi. Kedua, ketakutan akan pandemi berikutnya bisa membuat konsumen enggan untuk melakukan aktivitas sosial. Ketiga, sunk cost yang terjadi selama pandemi dapat mengubah kalkulasi ekonomi jangka panjang konsumen dan perusahaan.

photo
Anggota Palang Merah Amerika menandu jenazah yang meninggal akibat wabah Flu Spanyol pada kurun 1918–1920. Wabah Flu Spanyol ini menimbulkan korban jiwa di banyak negara. - (DOK Wikipedia)

"Pandemi hanya salah satu jenis dalam kelas peristiwa, selain perang, pergolakan politik, dan gangguan lainnya," kata Preston Caldwell, analis senior Morningstar. 

Namun, menurutnya, kebiasaan, ketakutan, dan biaya yang hilang atau tidak dapat dipulihkan besar pengaruhnya. Kebiasaan dapat berubah selama pandemi karena orang terbiasa melakukan lebih sedikit aktivitas tertentu seperti makan di luar yang menyebabkan perubahan permanen dalam perilaku konsumen.

Ketakutan akan pandemi berikutnya bisa membuat konsumen enggan melakukan aktivitas yang melibatkan kontak sosial tingkat tinggi. Dan biaya hangus yang terjadi selama pandemi dapat mengubah kalkulus ekonomi jangka panjang konsumen dan perusahaan.

"Sebagai contoh nyata dari sunk cost, peningkatan investasi pengecer dalam kemampuan e-commerce selama pandemi dapat memiliki dampak positif jangka panjang pada pengalaman belanja online bagi pelanggan mereka," tambahnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by 1918 Influenza Invades PA (pandemic_history_1918)

Sejarah Berubah karena Wabah

Wabah Athena (Tahun 430 SM)

Pandemi paling awal yang tercatat terjadi selama Perang Peloponnesia. Setelah penyakit itu melewati Libya, Ethiopia, dan Mesir, penyakit itu menyebar di Athena saat bangsa Sparta mengepung. Sebanyak dua pertiga dari populasi meninggal. 

Gejalanya termasuk demam, haus, tenggorokan, dan lidah berdarah serta kulit memerah dan luka. Penyakit itu, yang diduga sebagai demam tifoid, melemahkan Athena secara signifikan dan merupakan faktor penting dalam kekalahan mereka dari Sparta.

photo
Merekonstruksi penampilan Myrtis, gadis berusia 11 tahun yang meninggal selama wabah Athena. Kerangkanya ditemukan di kuburan massal Kerameikos, Museum Arkeologi Nasional Athena. - (DOK Wikipedia)

Wabah Antonine (Tahun 165)

Wabah Antonine mungkin merupakan cikal bakal cacar yang dimulai dari bangsa Hun sebelum kemudian menginfeksi Jerman. Dari sana wabah menyebar ke Romawi.

Gejala termasuk demam, sakit tenggorokan, diare dan jika pasien hidup cukup lama, luka ruam dengan segera terisi nanah. Wabah ini berlanjut sampai sekitar 180 Masehi. Sebagian sejarawan menyebut Kaisar Marcus Aurelius meninggal karena penyakit ini.

photo
Wabah Antonine dalam sebuah lukisan. - (DOK Wikipedia)

Wabah Siprus (Tahun 250)

Wabah ini menyebabkan diare, muntah, radang tenggorokan, demam, dan gangren (matinya jaringan) pada tangan dan kaki. Penduduk yang melarikan diri untuk menghindari infeksi tetapi malah menyebarkan penyakit lebih jauh.

Diduga dimulai di Ethiopia, wabah menyebar melewati Afrika Utara ke Roma lalu ke Mesir dan terus ke utara. Wabah ini berulang selama tiga abad berikutnya. Pada 444 M, wabah menyebar di Inggris dan menghalangi upaya pertahanan melawan Picts dan Skotlandia, menyebabkan Inggris mencari bantuan dari Saxon, yang di kemudian hari menguasai pulau itu.

photo
Lukisan yang menggambarkan suasana saat wabah Justinian melanda - (DOK Wikipedia)

Wabah Justinian (Tahun 541 M)

Pertama kali muncul di Mesir, wabah Justinian menyebar melalui Palestina dan Kekaisaran Bizantium, dan kemudian ke seluruh Mediterania. Wabah mengubah arah kekaisaran, memadamkan rencana Kaisar Justinian untuk menyatukan kembali Kekaisaran Romawi dan menyebabkan perjuangan ekonomi besar-besaran.

Suasana yang carut-marut membuahkan efek lain: penyebaran ajaran Kristen secara luas. Wabah ini muncul lagi dua abad kemudian, membunuh sekitar 50 juta orang atau 26 persen dari populasi dunia.

photo
Lukisan yang menggambarkan prosesi pemakaman korban wabah pes. - (DOK Wikipedia)

Wabah Pes (Tahun 1350)

Bertanggung jawab atas kematian sepertiga dari populasi dunia. Dimulai di Asia dan bergerak ke barat melalui Sisilia pada tahun 1347 dan dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa. Inggris dan Prancis begitu tidak berdaya oleh wabah ini hingga keduanya menyerukan gencatan senjata untuk perang mereka.

Sistem feodal Inggris runtuh ketika wabah mengubah keadaan ekonomi dan demografi. Bangsa Viking kehilangan kekuatan untuk berperang melawan penduduk asli dan penjelajahan mereka di Amerika Utara dihentikan.

Pertukaran Kolombia (Tahun 1492)

Setelah kedatangan orang Spanyol di Kepulauan Karibia, penyakit seperti cacar, campak, dan pes ditularkan ke penduduk asli oleh pendatang Eropa. Penyakit ini menghancurkan penduduk asli, dengan sebanyak 90 persen meninggal di seluruh benua utara dan selatan.

Pada 1520, Kekaisaran Aztec dihancurkan oleh infeksi cacar. Penyakit ini melemahkan populasi sehingga mereka tidak dapat melawan penjajah Spanyol dan membuat produktivitas pertanian menurun tajam karena para petani terdampak wabah.

Penelitian pada 2019 bahkan menyimpulkan bahwa kematian sekitar 56 juta penduduk asli Amerika pada abad ke-16 dan ke-17 mungkin telah mengubah iklim bumi karena pertumbuhan vegetasi di lahan yang sebelumnya digarap menarik lebih banyak CO2 dari atmosfer dan menyebabkan bumi menjadi lebih dingin.

Wabah SARS (Tahun 2003)

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) adalah sindrom pernapasan akut yang parah bermula di Cina, sebelum menyebar ke 26 negara lain dan menginfeksi 8.096 orang dengan 774 kematian. SARS ditandai dengan masalah pernapasan, batuk kering, demam, dan sakit kepala.

Upaya karantina terbukti efektif dan pada Juli tahun yang sama, virus tersebut dapat dikendalikan dan tidak muncul kembali sejak saat itu. Cina dikritik karena berusaha menyembunyikan informasi tentang virus di awal wabah.

Di sisi lain, wabah ini dilihat oleh para profesional kesehatan global sebagai peringatan untuk meningkatkan respons wabah, dan pelajaran dari pandemi digunakan untuk mengendalikan penyakit seperti H1N1, Ebola, dan Zika.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat