
Kabar Utama
Aturan PPKM Mikro Belum Dipatuhi
Di tingkat pemerintah terdapat aturan PPKM yang kontradiktif.
JAKARTA -- Meski penularan Covid-19 sedang melonjak tinggi, masih banyak pihak yang abai terhadap aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. Pelanggaran itu mulai dari jam operasional tempat usaha yang melebihi ketentuan hingga resepsi pernikahan tanpa adanya pengaturan jaga jarak.
Di DKI Jakarta, satuan polisi pamong praja menyatakan, telah menutup sementara 47 tempat usaha yang melanggar ketentuan PPKM mikro. Penutupan tersebut dilakukan selama periode 16 Juni-25 Juni 2021.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Pusat, Bernard Tambunan mengatakan, setidaknya ada 11.722 tempat usaha yang dilakukan pengecekan protokol kesehatan (prokes) selama pandemi Covid-19. Tempat usaha tersebut meliputi restoran, kafe, bar, dan tempat hiburan lainnya.
"Kami tidak pandang, mau itu tempat usaha kecil ataupun besar akan kita tindak jika melanggar prokes," ujar Bernard, Ahad (27/6).
Petugas juga melakukan penindakan terhadap 6.019 orang karena tidak menggunakan masker. Dari jumlah itu, 6.015 pelanggar ditindak dengan melakukan pekerjaan sosial, sedangkan empat pelanggar lainnya dikenakan denda hingga Rp 250 ribu per orang sesuai Pergub Nomor 79 Tahun 2020.

Di wilayah Ibu Kota lainnya, personel Satpol PP Kelurahan egal Parang, Jakarta Selatan, terpaksa membubarkan resepsi pernikahan warga karena melanggar aturan PPKM mikro. "Melebihi ketentuan 25 persen," kata Kepala Satpol PP Tegal Parang, TB Maulana.
Acara resepsi pernikahan itu diadakan di salah satu kafe di halaman Gedung Multika di Jalan Mampang Prapatan Raya, Tegal Parang, Kecamatan Mampang Prapatan. Sekitar 50 tamu undangan hadir dalam acara resepsi tersebut dan mereka berkerumun.
Meski hajatan tersebut menyediakan pengukur suhu tubuh, tidak ada jarak dalam pengaturan resepsi itu. "Kami bubarkan saja, ngeri kondisi pandemi lagi melonjak," ujar dia. Pihaknya juga menemukan adanya penyediaan makanan prasmanan, yang tidak diperkenankan selama masa PPKM mikro.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengeluarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 796 Tahun 2021 tentang perpanjangan PPKM mikro. Salah satu aturannya adalah kegiatan hajatan masih dapat dilaksanakan, hanya dengan ketentuan maksimal 25 persen dari kapasitas tempat.
Selain itu, tidak menyediakan hidangan makan di tempat atau prasmanan. Sedangkan jam operasional pusat perbelanjaan, restoran, kafe, dan sejenisnya dibatasi sampai pukul 20.00 WIB.
Di daerah lainnya, Tim Operasi Yustisi Covid-19 Pemerintah Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengenakan denda Rp 2 juta kepada kafe dan restoran, yang kedapatan tetap buka dan beroperasi di atas pukul 21.00 WITA. "Pengujung yang berada di sana langsung dibubarkan," kata Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Satpol PP Kota Palu, Max Hertoq Duyoh.
Lebih tegas
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menilai, PPKM mikro merupakan kebijakan paling realistis yang diambil oleh pemerintah. Menurut Pandu, kebijakan itulah yang sesuai dengan kondisi geografis dan keuangan Indonesia.
Ia mengatakan, penyebaran Covid-19 di Indonesia tidak merata. Sehingga, kebijakan lockdown nasional dirasa kurang tepat, karena masih adanya daerah-daerah yang bahkan berada di zona hijau Covid-19. "Berbeda kalau negaranya kecil, tidak apa-apa (lockdown). Kita (negara) besar tidak mungkin menutup," ujar Pandu dalam diskusi daring, kemarin.
Kendati demikian, ia meminta pemerintah untuk lebih tegas dan ketat dalam penerapan PPKM mikro. Masyarakat juga diminta lebih paham dan disiplin dalam menerapkan prokes. "Ini menurut saya menjadi penting," ujar Pandu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengakui, pemerintah sudah menerima usulan sejumlah pihak untuk penerapan lockdown. Namun, PPKM mikro dinilai paling tepat untuk tekan laju kasus Covid-19.
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Laura Navika Yamani menilai, kebijakan penanganan Covid-19 yang dibuat pemerintah sudah baik. Namun, pada implementasinya masih banyak menemui kendala, bahkan ada yang tidak diterapkan.
"Kendalanya adalah implementasi. Implementasinya sangat kurang, atau bahkan tidak dilakukan kebijakan yang sudah dikeluarkan itu," kata Laura, Ahad (27/6).
Selain itu, menurut Laura, di tingkat pemerintah terdapat kebijakan-kebijakan yang kontradiktif. Misalnya, Kementerian Kesehatan ingin mengurangi dengan ketat mobilisasi masyarakat. Namun, pada saat yang sama pemerintah tetap membuka tempat wisata.
Laura mengatakan, hal semacam ini bisa membuat masyarakat merasa diperbolehkan untuk keluar dan melakukan wisata ke tempat-tempat, yang akhirnya menimbulkan kerumunan.
Masalah lainnya adalah masih kurangnya pengawasan di lapangan. Ketidaktegasan dalam hal pemberian sanksi kepada pelanggar juga masih terjadi. Menurut Laura, penegasan dan pengawasan pelaksanaan PPKM mikro di lapangan harus dilakukan dengan ketat.
Evaluasi juga harus dilakukan berdasarkan data riil di lapangan. Laura pun mengingatkan, jangan sampai suatu daerah dikatakan berhasil menangani Covid-19, tetapi tidak jelas indikator keberhasilannya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.