Mantan tentara anak-anak menanti registrsi UNICEF di Yambio, Sudan Selatan, pada 2018 lalu. | AP

Internasional

PBB: 8.500 Anak Digunakan Sebagai Tentara

Lebih dari 8.500 anak-anak sebagai tentara pada tahun lalu dalam berbagai konflik di dunia.

NEW YORK -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan pada Senin (21/6), lebih dari 8.500 anak-anak digunakan sebagai tentara pada tahun lalu dalam berbagai konflik di seluruh dunia. Hampir 2.700 lainnya telah meninggal dalam konflik tersebut.

Laporan tahunan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada Dewan Keamanan (DK) menjelaskan tentang anak-anak dan konflik bersenjata. Dalam laporan tersebut mencakup pembunuhan, melukai, dan pelecehan seksual terhadap anak-anak, penculikan atau perekrutan, penolakan akses bantuan, dan penargetan sekolah serta rumah sakit.

Laporan tersebut memverifikasi bahwa pelanggaran telah dilakukan terhadap 19.379 anak dalam 21 konflik. Pelanggaran terbanyak pada 2020 dilakukan di Somalia, Republik Demokratik Kongo, Afghanistan, Suriah, dan Yaman.

Hasil itu memverifikasi bahwa 8.521 anak-anak digunakan sebagai tentara pada tahun lalu. Sementara 2.674 anak lainnya meninggal dan 5.748 terluka dalam berbagai konflik.

Laporan tersebut juga memasukkan daftar hitam yang dimaksudkan untuk mempermalukan pihak-pihak yang berkonflik. Upaya ini diharapkan mendorong pihak yang terlibat menerapkan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak.

Daftar tersebut telah lama menjadi kontroversi di antara para diplomat. Mereka mengatakan Arab Saudi dan Israel sama-sama memberikan tekanan dalam beberapa tahun terakhir dalam upaya untuk tetap berada di luar daftar.

Israel tidak pernah terdaftar, sementara koalisi militer yang dipimpin Saudi telah dihapus dari daftar pada 2020. Penghapusan tersebut beberapa tahun setelah koalisi itu pertama kali disebutkan dan dipermalukan karena membunuh dan melukai anak-anak di Yaman.

Dalam upaya meredam kontroversi seputar laporan tersebut, daftar hitam yang dirilis pada 2017 oleh Guterres dibagi menjadi dua kategori. Satu daftar pihak yang telah menerapkan langkah-langkah untuk melindungi anak-anak dan yang lainnya termasuk pihak-pihak yang belum.

Ada beberapa perubahan signifikan pada daftar baru itu. Negara yang disebutkan dalam daftar karena tidak menerapkan tindakan adalah militer Myanmar. Negara itu dinilai melakukan pembunuhan, melukai, dan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Selain itu, pasukan pemerintah Suriah pun masuk dalam daftar tersebut. Mereka dinilai melakukan perekrutan anak-anak, pembunuhan, melukai, dan kekerasan seksual terhadap anak-anak, serta serangan terhadap sekolah dan rumah sakit. n reuters ed: mansyur faqih

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat