Pembahasan kalender hijriyah sebelum pandemi Covid-19. | Republika/ Wihdan

Khazanah

NU: Unifikasi Kalender Hijriyah Penting untuk Persatuan

Unifikasi Kalender Hijriyah membutuhkan formulasi untuk mencapai titik temu di antara metode yang beragam.

JAKARTA — Upaya untuk menyatukan kalender Hijriyah di Indonesia kembali dilakukan. Dalam pertemuan ahli hisab rukyat yang diprakarsai Kementerian Agama (Kemenag), pekan lalu,  Tim Unifikasi Kalender Hijriyah melakukan diskusi dan tukar pikiran untuk membuat langkah-langkah strategis terkait unifikasi (penyatuan) kalender Hijriyah Indonesia (KHI).

Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF-PBNU) KH Sirril Wafa menyatakan, penyatuan kalender Hijriyah sangat penting demi persatuan umat Islam. Hal ini sudah cukup sebagai dasar untuk merampungkan KHI.

"Ini satu hal yang sangat penting. Semua ormas, semua elemen masyarakat memiliki cita-cita yang sama. Cuma masalahnya, bagaimana meramu dari berbagai macam metode untuk bersinergi dan ini memerlukan pembahasan yang detail di tingkat masing-masing ormas," ujar dia kepada Republika,  Senin (21/6)

Kiai Sirril menyampaikan, perlunya persatuan merupakan fitrah, terlebih dalam cakupan satu negara. Hal ini, menurut dia, terlihat mudah untuk dikatakan, tetapi tidak sepele dalam menyelesaikannya. Untuk itu, diperlukan satu rumusan yang disepakati bersama. "Ini tidak gampang, tetapi tetap diusahakan. Jadi, perlu waktu, nanti juga akan ketemu. Saya yakin," ujarnya.

NU sendiri, Kiai Sirril melanjutkan, menerima metode hisab maupun rukyat. Hanya, selama ini persepsi yang berkembang, yaitu NU hanya menggunakan metode rukyat. Karena itu, ia menekankan, NU menggunakan keduanya, baik hisab maupun rukyat.

"NU menggunakan hisab dan rukyat. Kan hitungannya selalu ada, ada kalendernya. Hanya, untuk masalah ibadah seperti bulan Ramadhan, akhir Ramadhan atau Syawal, dan Idul Adha, itu selalu menggunakan metode rukyat karena mengamalkan hadis Nabi Muhammad," ujarnya.

Saat ini, Kiai Sirril mengatakan, LF-PBNU masih melakukan pembahasan untuk mereaktualisasi metode rukyat yang mendekati hisab. "Skenario ini yang nanti dibicarakan. Jadi, masih belum final. Masih digodok di internal lembaga," ujarnya.

Menurut Kiai Sirril, KHI bisa rampung pada 2024 mendatang jika sudah ditemukan satu konsep yang disepakati bersama yang disertai sosialisasi secara menyeluruh. Sedangkan saat ini, kata dia, masih belum ada kesepakatan sehingga pemecahannya bergantung pada pertemuan berikutnya antara ormas-ormas Islam yang difasilitasi Kementerian Agama.

"Ini berlarut-larut karena belum ada formulasi untuk menemukan titik temu di antara metode yang beragam itu, karena ini ranah ijtihadiyah. Jadi, harus dicari metode yang memungkinkan untuk bisa saling berdampingan. Konsep yang ada di pinggir dibawa ke tengah sehingga ketemu di satu titik," katanya.

Sebelumya, Kepala Sub Direktorat Hisab Rukyat dan Syariah Kemenag Ismail Fahmi mengatakan, dalam pertemuan ahli hisab rukyat tersebut, Kemenag meminta tanggapan ormas-ormas Islam terkait kriteria Rekomendasi Jakarta 2017 dan pertimbangan kriteria visibilitas hilal Turki 2016.

"Kita minta tanggapan mereka (ormas-ormas), apakah unifikasi kalender (Hijriyah) punya peluang atau tidak ke depannya," kata Ismail.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Thomas Djamaluddin (t_djamal)

Ia menjelaskan, ormas-ormas Islam diberi waktu sekitar sebulan untuk menyampaikan tanggapan mereka terkait upaya unifikasi kalender Hijriyah ini. "Kalau ke depannya ada peluang (membuat unifikasi kalender Hijriyah) akan kita teruskan. Tapi, kalau tidak ada peluang, tugas Kementerian Agama memberikan pedoman saja kepada masyarakat terkait kalender Hijriyah,” katanya.

Sementara, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin berharap, Indonesia memiliki kalender Hijriyah yang mapan pada 2024. Menurut dia, ada tiga prasyarat agar sistem kalender Hijriyah Indonesia yang mapan bisa terwujud, yaitu kesepakatan otoritas tunggal, kesepakatan kriteria, dan kesepakatan batas tanggal.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat