Peserta mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam rangka Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021 di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Dr Setiabudi, Kota Bandung, Selasa (13/42021). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Nasional

Memilih Kampus untuk Masa Depan

Mahasiswa harus siap menghadapi perubahan dan dinamika kapan pun.

OLEH INAS WIDYANURATIKAH

Memilih perguruan tinggi bukanlah keputusan kecil dalam hidup. Sebab, tempat seseorang menuntut ilmu akan sangat mempengaruhi masa depan mereka. Jika salah, bukan tidak mungkin seorang calon mahasiswa akan mengalami kerugian.

Belakangan ini muncul isu adanya perguruan tinggi yang izinnya palsu. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengambil langkah hukum untuk mengamankan perguruan tinggi tersebut bersama dengan Polri. Beruntung, perguruan tinggi yang bersangkutan belum sempat merekrut mahasiswa.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengatakan, izin dan status perguruan tinggi harus menjadi perhatian utama mahasiswa dalam memilih kampus untuk tempat mereka menuntut ilmu. “Karena ada beberapa isu izin-izin palsu, jadi pertama lihat di PDDikti (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi). Apakah perguruan tinggi ini ada atau tidak,” kata Budi dihubungi Republika, Ahad (13/6).

Selain memastikan status dan keberadaan perguruan tinggi, Budi juga menyarankan agar calon mahasiswa melakukan observasi terhadap akreditasi suatu perguruan tinggi. Akreditasi A, B, C, atau lainnya perlu dipertimbangkan ketika akan memilih kampus ideal bagi calon mahasiswa.

photo
Peserta ujian antre memasuki ruangan di UPN Veteran Jakarta, Pondok Labu, Jakarta, Senin (12/4/2021). Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tersebut untuk Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) yang dilaksanakan dalam 2 gelombang mulai dari 12 April - 4 Mei 2021. - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Budi menambahkan, di samping akreditasi, calon mahasiswa juga perlu mengetahui program dan janji-janji yang diberikan perguruan tinggi tersebut. Mengetahui janji-janji serta program yang akan diberikan oleh perguruan tinggi akan sangat mempengaruhi tujuan akhir mahasiswa setelah lulus nantinya.

Kemendikbudristek saat ini selalu mendorong perguruan tinggi untuk memiliki pola pikir yang adaptif, khususnya dalam menghadapi masa depan yang berubah begitu cepat. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbudristek, Nizam, mengatakan, perubahan terjadi begitu cepat sehingga perguruan tinggi perlu menjadi dinamis dan adaptif terhadap kehidupan.

Nizam mengatakan, era yang akan dihadapi mahasiswa saat ini adalah era yang tidak menentu. Penuh perubahan dan dinamika yang harus siap dihadapi kapan pun. Hal inilah yang harus dipersiapkan kampus untuk ditanamkan kepada para mahasiswanya.

Seorang mahasiswa saat ini dituntut memiliki berbagai macam kompetensi. Namun, Nizam menegaskan mahasiswa harus memiliki suatu kompetensi utama sesuai dengan jurusan yang mereka ambil. Setelah memiliki satu kompetisi utama, diharapkan para mahasiswa akan menambah kompetensinya seperti pohon yang memiliki banyak cabang.

“Pohon itu bisa cabangnya banyak, akarnya harus dalam. Tapi, cabang-cabangnya jangan kemudian, seharusnya jadi beringin tapi ini kok jadi pohon bambu yang nggak ada cabangnya,” kata Nizam

photo
Peserta mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam rangka Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021 di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Dr Setiabudi, Kota Bandung, Selasa (13/4/2021). Penyelenggaraan UTBK SBMPTN yang diikuti oleh 776.519 peserta dan dilaksanakan dalam dua gelombang mulai dari 12 April hingga 4 Mei 2021 tersebut menerapkan protokol kesehatan yang ketat guna mengantisipasi penyebaran Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Kompetensi

Terkait kompetensi yang akan dipelajari mahasiswa, Budi Djatmiko mengatakan, saat ini kampus memiliki arah kompetensi lulusan yang berbeda-beda. Oleh karenanya, penting bagi para mahasiswa untuk mengetahui arah lulusan suatu perguruan tinggi dan disesuaikan dengan minat mereka.

“Untuk Anda ke depan menjadi profil orang S-1 yang seperti apa, itu yang harus dilihat. Karena profil itu yang akan dilihat (setelah lulus),” kata Budi menambahkan.

Saat ini, melalui kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka perguruan tinggi dituntut untuk meramu kurikulum sesuai dengan kemauan masing-masing. Kampus hanya diberi kewajiban untuk 40 persen sama sesuai arahan Kemendikbudristek, sementara sisanya disesuaikan dengan tujuan masing-masing perguruan tinggi.

Sebenarnya, kata Budi, kebebasan meramu kurikulum inilah yang selama ini diinginkan Aptisi. “Karena, tidak baik perguruan tinggi prodinya sama, kemudian profilnya sama. Sekarang mulai berbeda-beda,” kata dia lagi.

Memang belum semua perguruan tinggi menyusun kurikulumnya sendiri. Ada yang masih sama sesuai ketentuan dari Kemendikbudristek, dan ada yang sudah menggunakan profil-profil khas masing-masing perguruan tinggi.

Pada dasarnya, mahasiswa harus memiliki bayangan akan melakukan apa ketika berkuliah nanti. Maka, Budi mengatakan carilah kampus yang sesuai dengan tujuan masing-masing mahasiswa.

photo
Peserta mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam rangka Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021 di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Dr Setiabudi, Kota Bandung, Selasa (13/4/2021). - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

“Sehingga kita bisa menyesuaikan kondisi, keinginan serta harapan tiap mahasiswa yang ingin menekankan dengan masalah apa dan bagaimana,” ujar dia.

Kesungguhan Penentu Kesuksesan

Setiap orang di dunia ini memiliki ukuran kesuksesan yang berbeda-beda. Sukses juga tidak bisa dilihat dari satu sisi seseorang saja, namun perlu dilihat dari bagaimana seseorang tersebut bisa bersikap baik kepada orang lain dan memiliki karakter yang baik.

Masuk ke suatu perguruan tinggi bisa jadi mempengaruhi masa depan seseorang. Namun, bagi guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan, kesuksesan tidak bisa diukur dari tempat seseorang menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau program studi tertentu.

“Sebenarnya persoalannya bukan PTS (perguruan tinggi swasta) dan PTN (perguruan tinggi negeri), tetapi bagaimana para mahasiswa itu belajar dengan sungguh-sungguh nantinya. Apapun program studi atau jurusannya,” kata Cecep kepada Republika, Ahad (13/6).

Ia mengatakan, program studi atau jurusan seseorang hanya akan mengantarkan mereka pada sebuah pemahaman disiplin ilmu tertentu untuk kompetensi lulusan. Cecep menegaskan, para calon mahasiswa harus memiliki karakter yang baik di samping mengembangkan kompetensi mereka selama kuliah.

“Kesuksesan seseorang itu bukan sekadar dilihat dari prestasi akademik semata. Kesuksesan itu harus dibarengi juga oleh karakter, sikap, perilaku yang baik, bahkan kemudian disebut softskill,” kata Cecep menambahkan.

photo
Petugas mengawasi Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021 gelombang 1, di Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (13/4/2021). Sebanyak 4.405 orang peserta mengikuti UTBK SBMPTN di universitas tersebut yang dilaksanakan dalam 2 gelombang mulai dari 12 April - 2 Mei 2021 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar)

Selain itu, Cecep melanjutkan, di dalam memilih program studi sebenarnya tidak ada yang paling baik atau tidak baik. Semua program studi memiliki kelebihannya, tujuan, serta orientasi masing-masing. Oleh karena itu, Cecep meminta agar para calon mahasiswa tidak putus asa ketika masuk ke program studi selain pilihan pertama mereka.

Kesuksesan, lanjut Cecep, tidak selamanya ditentukan oleh program studi. Bahkan, ada orang-orang tertentu yang berasal dari program studi dengan sedikit peminat, namun justru sebenarnya program studi tersebut dibutuhkan banyak pihak. Apalagi, saat ini dunia mengalami perubahan yang terus menerus dan cepat.

Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengatakan, saat ini tak sedikit PTS yang jauh lebih baik daripada PTN. Selain itu, PTS juga banyak yang jauh lebih murah dibandingkan dengan sejumlah PTN dengan uang kuliah yang tinggi.

 
Kalau di negeri, terutama negeri-negeri yang kelas menengah ke atas, itu uang kuliahnya di atas Rp 10 juta sampai Rp 15 juta.
 
 

“Kalau di negeri, terutama negeri-negeri yang kelas menengah ke atas, itu uang kuliahnya di atas Rp 10 juta sampai Rp 15 juta. Bahkan ada yang satu semester Rp 20 juta. Itu kalau kuliah di swasta sudah sampai selesai,” kata Budi.

Ia mengatakan, para calon mahasiswa yang tidak diterima di PTN tidak perlu khawatir masalah biaya kuliah di PTS. Mahasiswa juga bisa memilih PTS yang dekat dengan domisilinya sehingga biaya hidup mereka akan lebih murah.

Budi menambahkan, saat ini banyak PTS yang menerima KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah. Artinya, lanjut dia, bagi para calon mahasiswa yang kemampuan ekonominya kurang, bisa mendaftarkan diri di PTS seluruh Indonesia menggunakan KIP Kuliah. Bantuan KIP Kuliah ini bisa dimanfaatkan oleh calon mahasiswa lulusan 2019-2021.

“Mereka (PTS) dapat menerima mahasiswa hingga persentasenya 60 persen dari total KIP yang ada, dan mahasiswa yang tidak mampu itu gratis sampai selesai tidak dipungut biaya apapun,” kata Budi menjelaskan.

Budi menambahkan, dalam memilih perguruan tinggi jangan lupa untuk memperhatikan akreditasinya. Baik PTN atau PTS jika akreditasinya sama, menurut Budi, akan memberikan kualitas pembelajaran yang sama pula.

Saat ini, Angka Partisipasi Kasar (APK) 2020 perguruan tinggi di Indonesia masih rendah, yakni sebesar 30,85 persen. Artinya, masih ada lebih dari 60 persen penduduk Indonesia yang tidak merasakan pembelajaran di bangku perguruan tinggi. PTS menjadi salah satu media untuk meningkatkan APK perguruan tinggi di Indonesia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat