Eksekusi rumah di tengah jalan terkendala dokumen. | Eva Rianti/ Republika

Bodetabek

Rumah Anomali di Tengah Jalan Maulana Hasanudin

Rumah di tengah Jl Maulana Hasanudin mengganggu kelancaran lalu lintas.

OLEH EVA RIANTI

Sekitar 14 tahun, Anwar Hidayat (52 tahun) beserta istri dan anak-anaknya tinggal di rumah yang terletak tengah jalan. Lokasi tepatnya di Jalan Maulana Hasanudin, Kelurahan Poris Gaga, Kecamatan Batuceper, Kota Tangerang, Provinsi Banten.

Hingga kini, penantian Anwar untuk memperjelas nasib rumahnya yang berdomisili di kawasan lalu lintas itu terganjal masalah sertifikat rumah yang diganti nama oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Pantauan Republika pada Rabu (9/6), rumah Anwar menjadi bangunan yang cukup mencolok di sepanjang Jalan Maulana Hasanudin. Pasalnya, dari total luas rumah 433 meter persegi (m2), sekitar 97 m2 di antaranya masuk badan jalan. Sementara itu, lokasi bangunan rumah lainnya di jalan tersebut tampak wajar, seperti deretan rumah di pinggir jalan.

Adapun lalu lintas kendaraan relatif ramai, sesekali padat merayap. Bukan hanya kendaraan roda dua dan empat yang lewat, melainkan juga truk besar atau tronton. Pemandangan itu umum terjadi di wilayah yang dijuluki ‘Kota Seribu Industri’ tersebut.

Anwar terlihat beraktivitas seperti warga pada umumnya di rumah. Sang istri yang bekerja sebagai pembuat kue sedang menyiapkan pesanan untuk pengajian. Sesekali Anwar membantu istrinya. Sembari mengaduk bahan dasar kue, aktivitas mereka ‘dihiasi’ suara ragam kendaraan yang bergerak hilir mudik seolah tak ada henti.

Selama belasan tahun, mereka juga diliputi kekhawatiran terkait keselamatan diri. Terlebih, ada anak berusia balita yang tinggal di rumah tersebut. "Kekhawatiran kami sangat tinggi tentang keselamatan diri kami. Anak kami tiga. Yang ketiga berusia enam tahun. Kami sosialisasikan ke dia kalau ke jalan harus didampingi, harus minggir. Lintasan mobil itu bukannya selo, tapi kencang-kencang,” ucap Anwar, Rabu.

Dia mengatakan, rumahnya berposisi di tengah jalan sejak dilakukan pelebaran jalan yang dilakukan Pemerintah Kota Tangerang pada 2007. Sejak 14 tahun lalu hingga kini, ia mencatat terjadi beberapa kali insiden kecelakaan. Yang paling parah, bagian depan rumah Anwar tertabrak mobil C-RV pada 2 Juli 2013.

Pada saat itu, sambung dia, bagian rumah Anwar yang tertabrak mengalami kerugian yang diestimasikan mencapai Rp 17 juta. Peristiwa lainnya, ada motor menabrak tembok rumah, tanaman, serta halaman rumahnya.

 
Pertahanan kami adalah adanya pohon besar, ada mobil di samping, lalu bagian depan rumah tidak kami huni.
 
 

“Pertahanan kami adalah adanya pohon besar, ada mobil di samping, lalu bagian depan rumah tidak kami huni. Kami tinggal di bagian belakang rumah, tapi siang kami huni bagian depan rumah. Risiko (kecelakaan) itu kebanyakan malam hari,” terangnya.

Anwar menuturkan, nasib keluargnya tinggal di jalan selama belasan tahun, berawal dari masalah yang menimpa almarhum ayahnya, Nabani. Pada akhir 90-an, sambung dia, Nabbani berencana pergi haji, tapi kekurangan biaya. Anwar menyebut, ayahnya lantas mendapatkan informasi adanya bantuan dari tetangga berinisial A untuk dapat menyokong keberangkatannya beribadah ke Tanah Suci bersama sang istri.

Menurut Anwar, kala itu, Nabani menyerahkan sertifikat rumah untuk disimpan oleh A. Kemudian, A mencoba meyakinkan Nabani untuk membuat surat pernyataan di kertas segel. Bunyi surat, menyatakan A meminjam sertifikat selama satu tahun dengan dalih agar dokumen aman.

Anwar melanjutkan, ternyata sekitar lebih dari satu bulan setelah proses teken, A tidak dapat dikontak. Dana yang dijanjikan untuk menyokong Nabbani ke Tanah Suci juga tidak diberi. Sehingga, ayah Anwar tidak jadi berangkat haji. Di kemudian hari, didapati sertifikat rumah Nabbani telah diganti nama oleh A, dan diagunkan ke bank.

 
Kami melakukan pemblokiran ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) agar dokumen tidak diapa-apain.
 
 

“Kami melakukan pemblokiran ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) agar dokumen tidak diapa-apain. Kurun waktu berjalan hingga 2007 ada pelebaran jalan, untuk eksekusi rumah harus ada dokumen sebagai syarat mutlak transaksi antara juru bayar (Pemkot Tangerang) dan ahli waris. Ayah tidak bisa menunjukkan itu, sehingga tidak dieksekusi rumah ini, sampai saat ini 2021,” terang Anwar.

Telah melakukan sejumlah upaya, di antaranya negosiasi dengan bank yang dirugikan atas pinjaman dana dari A serta Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Tangerang sebagai juru bayar. Hasil negosiasi dengan bank, kata Anwar, sudah ada upaya untuk deal, distimulasi bantuan dari PUPR.

Negosiasi dengan Dinas PUPR juga membuahkan dukungan. “Permasalahannya hanya karena terkendala dokumen sebagai alat menyahkan hal itu (adanya eksekusi atau langkah lainnya),” kata Anwar.

Dia juga melakukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Tangerang. Prosesnya sudah berjalan hingga sekitar delapan bulan, dan saat ini memasuki tahap persidangan. Pada proses hukum perdata tersebut, Anwar hanya menginginkan kepemilikan sertifikat rumah kembali atas nama ayahnya.

 
Kalau tidak ada apa-apa lagi, kami akan lepaskan untuk pelebaran jalan.
 
 

“Harapan kami, enggak muluk-muluk asal dokumen kami dibalikin nama ke Nabani. Selesai. Kalau tidak ada apa-apa lagi, kami akan lepaskan untuk pelebaran jalan.”

Kuasa Hukum Anwar, Haris mengatakan, kasus tersebut telah didaftarkan ke PN Kota Tangerang sejak September 2020. Dia menyebut, proses tersebut cukup lama bergulir karena pihak tergugat tidak hadir dalam proses mediasi serta tahap pemanggilan. Sehingga, saat ini berlangsung tahap persidangan jawab-menjawab.

“Prosesnya lama karena tergugat tidak diketahui keberadaannya, meski penggugat tahu alamatnya, namun keberadaannya tidak tahu,” ujar Haris.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat