Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Menaklukkan Kemustahilan

Terkait pandemi saat ini kita seolah terjebak dalam zona kemustahilan.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Beberapa berita olahraga baru-baru ini, sekali lagi menunjukkan pada mata dunia, betapa kata mustahil adalah sesuatu yang absurd. Di laga final Piala Eropa 2021, Vilareal baru saja menumbangkan Manchaster United dan meraih gelar juara di Stadion Miejski, Gdansk, Polandia.

Di atas kertas tentu saja MU diunggulkan. Dari segi prestasi, Setan Merah baru saja menempati peringkat ke-2 di Liga Premiere Inggris, sedangkan The Yellow Submarine menempati urutan ke-7 di La Liga Spanyol. Dari segi finansial, klub asal Inggris ini mempunyai stadion dengan kapasitas lebih dari 70 ribu kursi.

Sedangkan Vilareal, tidak usah bicara stadion, populasi penduduk seluruh kota saja hanya berkisar 50 ribu orang. Artinya jika semua penduduk di kota Vilareal masuk ke stadion MU, masih ada sekitar 20 ribu kursi yang kosong.

Dari segi pengalaman, MU sudah memiliki puluhan trofi yang menghiasi lemari koleksi piala mereka. Sedangkan, Vilareal belum punya satu pun piala major Eropa di usia klub yang hampir mencapai 100 tahun. Sebelumnya klub medioker Spanyol ini hanya pernah menjuarai turnamen minor Piala Intertoto pada 2003 dan 2004.

Kejutan menarik juga terjadi di Liga Champion. Pada final all-English di Porto, Chelsea yang terseok-seok berusaha mempertahankan diri di posisi empat besar Liga Inggris, justru mengalahkan Manchaster City yang digdaya di peringkat pertama pada Liga Inggris. 

 
Dunia olahraga Indonesia juga beroleh kejutan yang menggembirakan. 
 
 

Sementara di Perancis, klub super kaya PSG justru berakhir di urutan kedua setelah dikalahkan klub Lille. Keberhasilan Lille menjuarai Liga Perancis 2020-2021 memutus dominasi PSG dalam tiga musim terakhir. Perolehan ini sekaligus merupakan gelar Liga Perancis pertama bagi Lille dalam 10 tahun setelah terakhir meraih prestasi tersebut pada musim 2010-2011.

Dunia olahraga Indonesia juga beroleh kejutan yang menggembirakan. Atlet panjat tebing kita berhasil menjadi juara dunia dan memecahkan rekor baru di partai final nomor kecepatan Piala Dunia Panjat Tebing IFSC 2021 di Salt Lake City, Utas Amerika.

Memang, Indonesia menjadi juara dunia di bidang ini bukan lagi kejutan, tapi yang mungkin di luar perkiraan banyak pihak, atlet Indonesia ini menjadi juara setelah melalui tantangan yang jauh lebih besar.

Berbeda dengan atlet dari negara maju yang mendapat dukungan fasilitas penuh dari negara, Veddriq Leonardo, atlet Indonesia yang memegang rekor tercepat 5,208 detik itu mengalami pahitnya berkarier dengan minimnya dukungan.

Di saat remaja, ketika ia ingin mengikuti Kejuaraan Nasional Yunior Panjat Tebing di Yogyakarta pada 2015 ia gagal berpartisipasi karena keterbatasan dana. Kenyataan yang membuatnya terpukul hingga terlintas di pikirannya untuk hengkang dari dunia panjat tebing yang dicintainya sejak SMA.

Apa gunanya latihan keras dan target tinggi jika akhirnya tidak pernah punya kesempatan bertanding? Ia sempat vakum selama enam bulan dari panjat tebing. Teman-temannya tetap menyemangati hingga akhirnya ia bersedia kembali berlatih. Jalan terbuka ketika ia kemudian berhasil mengikuti lomba panjat tebing di kejurnas di 2017 dan meraih medali perunggu.

Bakat alaminya terlihat oleh pelatih nasional Hendra Basyir yang lalu mengajaknya bergabung dalam pemusatan latihan nasional persiapan Asian Games 2018 hingga kariernya kian menjulang dan meraih juara internasional.

Kisah-kisah di atas menunjukkan betapa kemustahilan menjadi sesuatu yang mungkin. Tidak ada yang mustahil di kolong langit. Insya Allah, tidak ada yang tidak mungkin.

 
Terkait pandemi saat ini kita seolah terjebak dalam zona kemustahilan. Mustahil bangkit setelah tersuruk di tengah wabah, dengan segala  keterbatasan yang mengungkung.
 
 

Seorang anak yang tidak punya cukup dana mengikuti lomba akhirnya menjadi juara dunia, tim yang nyaris 100 tahun tidak pernah menang berhasil meraih juara Eropa. Tim kaya raya yang mendominasi selama bertahun-tahun justru ditaklukkan tim yang jauh lebih sederhana dan tidak berpengalaman.

Dalam kehidupan, fenomena menaklukkan kemustahilan tidak hanya berlangsung di dunia olah raga namun dalam segala bidang. Karena itu rasa optimistis tidak boleh meninggalkan genggaman.

Terkait pandemi saat ini kita seolah terjebak dalam zona kemustahilan. Mustahil bangkit setelah tersuruk di tengah wabah, dengan segala keterbatasan yang mengungkung. Benar, bukan hal mudah untuk bangkit dari keterpurukan akibat korona.

Tapi ingat, semangat tak boleh mati, sebab tidak ada yang tidak mungkin. Khususnya bagi setiap Muslim. Berhadapan dengan kemahabesaran Allah, Sang Perkasa, maka kemustahilan adalah sesuatu yang tidak nyata. Jika kita meyakini ini, maka meski pandemi berusaha menenggelamkan segala, semua peluang untuk bangkit, insya Allah tetap terbentang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat