Linda Sarsour kerap melakukan perlawanan atas diskriminasi dan pengawasan terhadap Muslim. | Facebook/Linda Sarsour

Uswah

Linda Sarsour, Perjuangkan Hak Asasi Muslim Amerika

Linda Sarsour kerap melakukan perlawanan atas diskriminasi dan pengawasan terhadap Muslim.

OLEH IMAS DAMAYANTI

Sebagai sebuah negara, Amerika Serikat merupakan entitas kompleks yang kerap didera persoalan hak asasi manusia (HAM). Isu-isu mengenai kesetaraan antarsatu ras pun kerap menjadi pemicu konflik.

Linda Sarsour (35 tahun) menjadi salah satu Muslimah yang cukup berani tampil di Amerika Serikat. Sebagai seorang yang berasal dari kaum minoritas, minat Linda tak surut untuk memperjuangkan HAM.

Dilansir di Aljazirah, Rabu (26/5), Linda boleh dikatakan cukup populer di kalangan pejuang HAM Amerika Serikat. Hal itu mencerminkan bahwa popularitasnya sebagai generasi baru aktivis Muslim begitu diakui.

Linda yang merupakan seorang aktivis Palestina-Amerika dari New York City ini memiliki citra nasional yang tak kurang-kurangnya didiskriminasi. Dia kerap melakukan perlawanan atas diskriminasi dan pengawasan terhadap Muslim, masyarakat kulit hitam, dan Islamofobia.

Dalam beberapa tahun terakhir, pekerjaannya di New York telah membawanya lebih dekat dengan aktivis Afrika-Amerika yang berjuang terus-menerus.

Muslimah imigran ini telah menghabiskan tahun-tahunnya di Amerika sejak peristiwa 9/11 dalam kecurigaan tingkat tingi. Dia hidup di Amerika dalam keadaan defensif terhadap kecurigaan dan bias yang meningkat. Namun, dia menyebut masyarakat generasi saat ini telah cukup mengerti isu mengenai HAM berkat pengaruh media sosial.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Linda Sarsour (lsarsour)

Linda yang merupakan warga Brooklyn ini cukup lantang dalam berbicara tentang HAM tanpa resah dengan identitas dirinya yang berhijab. Dalam menyuarakan perjuangan terhadap HAM, Linda pun pada akhirnya kerap tampil di TV dan berdebat dengan orang-orang, seperti aktivis anti-Islam Pamela Geller.

Saat mobilisasi yang dikenal sebagai Black Lives Matter telah melesat, Linda telah mengerahkan upayanya untuk membangun kontribusi Muslimnya. “Ketika saya memakai hijab, saya tidak terlihat seperti orang lain di sana (di saat berdebat),” kata dia.

Pada April lalu, Linda berjalan sejauh 250 mil dalam delapan hari dari Staten Island di New York ke Washington bersama sekitar 70 aktivis lainnya untuk menyampaikan paket tuntutan reformasi peradilan pidana.

Dia ikut memimpin pawai dengan Tamika Mallory, mantan ajudan utama Pendeta Al Sharpton. Sebulan sebelumnya, Linda juga berada di Capitol sebagai tamu Senator AS Kirsten Gillibrand untuk berpidato di sesi gabungan Kongres.

Linda memang kerap melakukan aktivitas sosial untuk memperjuangkan HAM. Aksi-aksi kemanusiaannya bukan hanya terbatas pada kelompok Muslim saja, melainkanjuga kelompok non-Muslim, seperti warga Afrika-Amerika.

Linda juga dikenal sebagai tokoh yang pernah berdebat di Facebook dengan pemimpin Masyarakat Islam Amerika Utara mengenai pernyataan bahwa dia merasa terlalu berfokus pada mengutuk penjarahan sambil mengabaikan diskriminasi yang mengakar.

Karena terbiasa disebut sebagai “Islamis supremasi”, sebuah label yang dia sapa dengan cemoohan, oleh situs sayap kanan Jihad Watch, Linda dengan senang hati menyebut dirinya sebagai seorang radikal untuk keadilan rasial. “Terutama di tahun lalu. Momen radikalisasi saya adalah ketika Mike Brown ditembak,” kata dia.

Latar belakang dan keluarga

Jika ada yang bisa disebut sebagai sumber energi dan naluri politik Linda, tempat itu adalah Brooklyn. Tempat yang menjadi rumahnya seumur hidup karena dia dibesarkan di Sunset Park dan tinggal di Bay Ridge, jantung Arab New York City.

Orang tuanya berasal dari sebuah desa dekat Ramallah di Tepi Barat, Palestina, dan bermigrasi pada akhir tahun 1970-an. Linda merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara yang lahir pada tahun 1980.

Ayahnya memiliki toko kelontong di Crown Heights yang membuatnya malu karena nama toko itu dinamai berdasarkan namanya. Di lingkungannya itulah Linda kerap berinteraksi dengan sejumlah orang dari komunitas agama berbeda.

PROFIL

Nama lengkap: Linda Sarsour

Tempat/tanggal lahir: Ramallah, 1980

Riwayat aktivitas: Aktivis politik Muslim dalam isu politik, feminisme, dan HAM. Direktur Eksekutif Asosiasi Arab Amerika ketika berusia 25 tahun

Prestasi: Berhasil menjadikan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha sebagai libur yang diakui sekolah umum di New York pada 2015.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat