
Kabar Utama
KPK Siap Bahas Pelantikan Pegawai
Pegawai KPK solid tunda pelantikan.
JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin solid meminta ditundanya pelantikan menjadi aparatur sipil negara (ASN). Jumlah pegawai yang lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dari berbagai direktorat yang meminta pelantikan ditunda terus bertambah.
Menurut mantan direktur Pembinan Jaringan Kerja Antar-komisi dan Instansi (PJKAI) KPK Sujanarko, hingga Ahad (30/5) sudah ada sebanyak 588 pegawai yang mendukung agar pelantikan ditunda. Jumlah itu hampir setengah dari jumlah pegawai KPK yang dinyatakan lolos TWK, yaitu sebanyak 1.271 orang. "Dukungan internal sudah 588. Mudah-mudahan naik terus," kata Sujanarko kepada Republika, di Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, perwakilan dari 588 pegawai tersebut rencananya akan melakukan pertemuan dengan para pimpinan KPK pada hari ini, Senin (31/5), untuk membahas permintaan penundaan pelantikan. Sesuai rencana, pelantikan para pegawai KPK yang lolos TWK akan dilakukan pada Selasa (1/6).
Mantan juru bicara KPK Febri Diansyah melalui akun Twitter-nya mengungkapkan, sudah ada 693 pegawai yang telah menyatakan solidaritasnya terhadap 75 pegawai KPK berstatus tidak memenuhi syarat (TMS). Febri menegaskan, dukungan ini diberikan karena para pegawai tersebut menolak kolega mereka yang berintegritas disingkirkan.
Saya menghormati sikap ratusan pegawai KPK. Sekalipun mereka dinyatakan lulus TWK, tp tetap mendukung #75PegawaiKPK yg disingkirkan.
Ini bkn sekedar solidaritas sbg teman, tp Solidaritas dalam Pemberantasan Korupsi.
Kt paham, ini bukan soal lulus/tdk, tp tes yg bermasalah. pic.twitter.com/VVvKo8RFqT — Febri Diansyah (@febridiansyah) May 30, 2021
TWK diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, ada 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Salah satunya adalah penyidik senior Novel Baswedan. Kemudian, ada juga Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku akan membahas permintaan penundaan pelantikan bagi pegawai berstatus memenuhi syarat (MS) berdasarkan TWK pada Senin ini. "Solidaritas dari segenap pegawai KPK yang meminta agar pelantikan ditunda sangat kami hargai karenanya akan kami bahas," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat dikonfirmasi, Ahad (30/5).
Dia mengatakan, pimpinan KPK telah menerima surat terbuka permintaan penundaan pelantikan yang dikirimkan pegawai mereka. Menurut dia, pimpinan KPK sangat menghormati permintaan penundaan pelantikan alih status tersebut.
Ghufron menjelaskan, pelantikan yang dijadwalkan pada 1 Juni dilakukan merupakan komitmen KPK sekaligus memperingati dan menghormati Hari Lahir Pancasila. Sehingga, sambung dia, pelantikan itu secara simbolis untuk menyatakan bahwa pegawai KPK pancasilais.
"Namun solidaritas juga substansialnya merupakan pengamalan sila persatuan yang juga kami apresiasi. Hasilnya kita kabarkan selanjutnya," katanya.
Pegawai tetap dan tidak tetap KPK mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo berkenaan dengan dinamika TWK. Mereka meminta kepala negara menunda proses pelantikan pegawai KPK sebagai ASN.
"Memerintahkan penundaan pelantikan kami sebagai ASN sampai dengan diselesaikannya berbagai permasalahan yang berkaitan dengan proses peralihan kami sebagai ASN," demikian bunyi surat terbuka tersebut.
Salah satu surat itu dikirimkan atas nama 42 penyidik di Direktorat Penyidikan KPK. Surat serupa dilayangkan 75 penyelidik KPK pada Direktorat Penyelidikan. "Kami meminta sekretaris jenderal untuk membuka hasil asesmen TWK sebagai bentuk transparansi kepada pegawai KPK," demikian disebutkan dalam surat tersebut.

Pesan Muhammadiyah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti turut menanggapi kisruh dan polemik yang terjadi di KPK. Menurutnya ada tiga hal yang bisa dilakukan agar KPK tetap pada khitahnya. "Yang pertama tentu saja bagaimana kontrol dari masyarakat, (kontrol publik) ini sangat penting," kata Mu'ti kepada Republika, Ahad (30/5).
Hal kedua, kata dia, adalah pengawasan oleh DPR, karena DPR juga punya kewenangan yang sangat kuat. Apalagi, KPK telah melalui proses seleksi yang keputusan akhirnya oleh DPR. Presiden sebagai kepala pemerintahan hanya memberi surat keputusan terhadap yang diputuskan DPR.
Adapun hal ketiga yang perlu dilakukan adalah penegakan hukum. Menurut dia, hal ini yang kini menjadi persoalan. Mu'ti mengatakan, beberapa orang yang dinyatakan oleh KPK sebagai tersangka, belum ada yang divonis sampai sekarang.
"Kan sekarang belum ada yang divonis, yang sempat menghebohkan, ada yang karena perbuatannya bisa dikenai ancaman hukuman mati, kan sekarang juga kasusnya malah seperti mati suri, tidak ada proses," ujarnya.

Mu'ti menilai, persoalan yang terjadi di KPK harus dipahami bahwa kepentingannya adalah membela institusi KPK, bukan membela individu karena akan terlalu subjektif. "Intinya, adalah bagaimana agar KPK ini lebih berdaya.
"Dan (bagaimana agar) KPK sebagai satu-satunya lembaga yang sekarang masih dipercaya masyarakat dalam pemberantasan korupsi itu masih bisa lebih kuat lagi," katanya.
Menurut dia, persoalan di KPK merupakan kelanjutan dari kontroversi sejak adanya revisi UU KPK. Ia mengatakan, sejak awal publik sangat keberatan ketika perubahan UU KPK mengharuskan mereka yang bekerja di KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN). Ia menilai, hal itu akan berdampak terhadap independensi dan keleluasaan para pegawai KPK untuk bergerak.
"Apalagi jika kita lihat memang banyak hal yang berkaitan dengan pengungkapan kasus itu harus melalui proses administrasi yang itu terlalu birokratis. Dalam pandangan saya, bagaimana memberantas korupsi harus izin dan harus ada persetujuan dari pihak-pihak tertentu, ini akhirnya memang menjadi persoalan," ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.