Warga memberikan salam tiga jari menolak kudeta militer dalam aksi unjuk rasa di Mandalay, Jumat (21/5). | EPA/STRINGER

Kisah Mancanegara

Myanmar Gunakan Jenazah untuk Mematik Ketakutan

Aparat keamanan tampaknya menggunakan mayat dan tubuh yang terluka untuk menciptakan ketakutan..

OLEH DWINA AGUSTIN

Dua kendaraan bak terbuka warna hitam melaju di jalan yang sepi di Myanmar. Tiba-tiba kendaraan berhenti. Pasukan keamanan yang berdiri di bagian belakang kendaraan itu mulai menembaki motor yang datang. Motor itu ditumpagi tiga anak muda.

Motor pun oleng, menambak gerbang. Tembakan masih terus dilepaskan sementara dua penumpang motor menyelamatkan diri. Seorang lagi, Kyaw Min Latt, terkulai di tanah dalam keadaan terluka. Erangan terdengar saat aparat merenggut remaja 17 tahun ini dari tanah. Tubuhnya dilemparkan ke dalam bak kendaraan, lalu kendaraan pun melaju.

Insiden itu hanya terjadi dalam hitungan satu menit lebih dan tertangkap kamera CCTV. Akhirnya, rekaman itu menjadi salah satu koleksi foto dan video yang beredar di media sosial. Unggahan semacam itulah yang membantu dunia mengetahui kebrutalan junta Myanmar, sejak kudeta mereka 1 Februari lalu.

Junta Myanmar menggunakan tubuh dan jenazah yang terluka untuk menciptakan kecemasan, ketidakpastian, dan menimbulkan ketakutan pada penduduk sipil. Temuan ini didasarkan pada lebih dari 2.000 cicitan di Twitter dan gambar daring, selain wawancara dengan anggota keluarga, akun saksi, dan laporan media lokal.

Laman lembaga aktivis Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) pada Kamis (27/5) menunjukkan, per 25 Mei sudah ada 827 orang tewas di tangan aparat. Ko Bo Kyi, salah satu pendiri AAPP, pada masa lalu, aksi aparat adalah untuk menciptakan iklim takut. Tujuannya, agar rakyat patah semangat dan tidak lagi bergerak.

 “Mereka percaya, jika mereka membunuh, menyiksa, dan menahan pengunjuk rasa, mereka bisa menghentikan demonstrasi,” katanya.

Beberapa insiden yang menimbulkan korban jiwa mungkin tampak acak dan tidak beralasan itu sebenarnya sengaja dan sistematis dengan tujuan mematahkan semangat orang dan membuat mereka jenuh.

"Itu, persis seperti karakteristik teror yang dilakukan negara," ujar peneliti di Australian National University  yang berspesialisasi dalam politik hukum dan kepolisian di Myanmar, Nick Cheesman.

Associated Press atau AP dan Human Rights Center Investigations Lab (HRC) di University of California, Berkeley, melakukan analisis. Mereka mengamati kasus-kasus ketika tubuh orang-orang yang menjadi sasaran tanpa pandang bulu oleh polisi dan militer digunakan sebagai alat teror.

Lebih dari 130 kejadian oleh aparat keamanan tampaknya menggunakan mayat dan tubuh yang terluka untuk menciptakan kecemasan, ketidakpastian, dan menimbulkan ketakutan pada penduduk sipil. Lebih dari dua per tiga kasus yang dianalisis terkonfirmasi atau dikategorikan memiliki kredibilitas sedang atau tinggi. Analisis seringkali melibatkan penelusuran sumber asli konten atau mewawancarai pengamat.

Lab HRC memeriksa berjam-jam rekaman yang diunggah daring selama periode dua bulan. Rekaman itu menunjukkan mayat direnggut dari jalan dan diseret seperti karung beras sebelum dilempar ke kendaraan dan dibawa ke tujuan yang tidak diketahui.

Beberapa orang hilang atau ditangkap suatu hari dan kembali dalam keadaan mati pada hari berikutnya. Tubuh mereka dimutilasi dengan tanda-tanda penyiksaan.

Dikutip dari Daily Sabah, otopsi telah dilakukan tanpa izin keluarga. Beberapa sertifikat kematian menyalahkan serangan jantung atau jatuh sebagai penyebab kematian. Kremasi dan penggalian jenazah dilakukan secara diam-diam pada tengah malam oleh pihak berwenang.

"Itu selalu menjadi strategi militer untuk menyembunyikan penumpasan massal di sana, pembunuhan massal para pengunjuk rasa," kata peneliti Cornell University yang mempelajari pemberontakan berdarah tahun 1988 dan 2007 di Myanmar, Van Tran. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat