Warga korban lumpur memanjatkan doa untuk keluarga mereka yang telah wafat saat ziarah beberapa waktu lalu. | Umarul Faruq/ANTARA FOTO

Nasional

Pemerintah Terus Tagih Utang Lapindo

Seharusnya pihak Lapindo sudah melunasi utang tersebut pada 2019.

 

JAKARTA — Pemerintah akan terus berupaya menagih utang Lapindo terkait penanggulangan bencana lumpur. "Sampai dengan saat ini belum terdapat pembayaran dari pihak LBI/PT LMJ. Pemerintah akan terus melakukan penagihan kepada LBI/PT LMJ sesuai perjanjian yang disepakati," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo dalam keterangannya pada Selasa (18/5).

Terkait penanggulangan bencana lumpur, pada Maret 2007 perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah sebesar Rp 773,8 miliar.

Mengutip hasil audit BPK tahun 2019, pemerintah mencatat hingga 31 Desember 2019, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun.

Sesuai kesepakatan antara pihak Lapindo dengan pemerintah, seharusnya utang tersebut sudah dilunasi pada 2019. Namun kenyataannya hingga kini, pihak Lapindo belum juga memenuhi kewajibannya. Walaupun demikian, menurut Yustinus Prastowo, saat ini belum waktunya membicarakan langkah lanjutan. 

"Mungkin langkah dan upaya lanjutan nanti saja, kita fokus mendorong supaya ada pembayaran," kata dia.

Menurutnya, belum perlu dibicarakan upaya lanjutan terkait upaya penagihan utang pihak Lapindo, karena pemerintah masih meyakini itikad baik perusahaan tersebut.

"Pemerintah tetap percaya pihak LBI/PT LMJ akan kooperatif dan bersedia menunaikan kewajiban sesuai ketentuan," ujar dia.

Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak 29 Mei 2006.

Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Peristiwa ini mengakibatkan kerugian besar yang dialami masyarakat. Sawah mereka terendam lumpur. Peternakan mereka mati. Banyak pemukiman dan tempat usaha terendam. 

Sebelumnya, Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo menjelaskan, tidak ada alasan bagi Lapindo menunda kewajiban yang seharusnya sudah diselesaikan pada 2019 lalu. Karena itu uang negara, dan sifatnya dana talangan. Sesuai dengan perjanjian, utang itu harus dilunasi. Pemerintah harus menagihnya.

Ketentuan pelunasan utang itu disepakati melalui pembicaraan dengan pihak pengutang, dengan menyesuaikan arus kas mereka. Namun nyatanya, hingga kini utang tersebut belum juga dilunasi.

Jika Lapindo tidak bisa melakukan pembayaran secara tunai, pihaknya mendesak agar aset-aset yang dimiliki oleh Lapindo bisa diambil oleh pemerintah sesuai dengan nilai utang yang dimiliki.

"Tapi kalau tidak bisa itu bisa dilakukan dengan aset dan harus dilakukan valuasi," kata dia.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, upaya penagihan yang terus dilakukan oleh Kemenkeu membuahkan hasil. Sebab, Lapindo menyampaikan akan segera melunasi utangnya.

Namun, pembayaran dilakukan tidak melalui uang tunai melainkan dengan aset mereka berupa tanah yang ada di lokasi lumpur Lapindo tersebut. Jika aset tersebut kurang maka akan ditambah dengan aset lainnya.

"Mereka menawarkan untuk menggantinya atau membayarnya dengan aset. Jadi Lapindo sudah berkirim surat resmi, mereka minta untuk tukar aset saja, asetnya ada di wilayah terdampak itu maupun kalau dianggap kurang dari tempat lain," ujar Isa melalui media briefing virtual pada Jumat (12/6).

Kemenkeu menerima itikad baik dari Lapindo dengan menyerahkan asetnya meski belum diketahui nilainya. Penilaian akan mulai dilakukan saat pandemi Covid-19 ini berakhir.

"Mudah-mudahan kalau Covid segera berakhir, kita bisa segera melakukan penilaian itu," jelasnya.

Meski demikian, Isa menyebutkan pembayaran dengan aset ini bukan hal yang diharapkan oleh pemerintah. Apalagi menilai tanah yang di atasnya ada timbunan yang sudah mengering bukan hal yang lazim.

"Kami lebih memilih tunai. Tapi mereka punya itikad baik untuk bayar dalam bentuk lain. Ini juga tetap harus direspon," ujar dia.

photo
Sejumlah pengendara sepeda motor melewati tanggul penahan lumpur Lapindo untuk menghindari banjir di jalan raya Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (16/2/2021). Curah hujan yang tinggi sejak Senin (15/2) malam mengakibatkan banjir yang merendam jalan raya Porong sehingga mengganggu kelancaran transportasi umum. - (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat