Seorang anak Palestina menangisi jenazah abangnya, Ahmed Al-Shenbari, yang terbunuh dalam pemboman yang dilakukan militer Israel di Jalur Gaza Senin (10/4) malam hingga Selasa (11/5) pagi. | REUTERS/Mohammed Salem

Opini

Anak-Anak Gaza

Sejak 2015, setidaknya 7.000 anak laki-laki dan perempuan ditangkap tentara Israel tanpa alasan jelas.

BAGONG SUYANTO, Dekan FISIP Universitas Airlangga

Perang di mana pun selalu menimbulkan korban anak-anak yang tidak bersalah. Seperti dilaporkan Republika, 12 Mei 2021, ketika terjadi konflik antara warga Palestina dan pasukan Israel, tidak sedikit anak-anak Gaza yang menjadi korban.

Akibat penyerangan tentara Israel ke Kota Gaza hingga Jumat (14/5) pagi, sedikitnya 103 orang dilaporkan gugur dan 27 di antaranya anak-anak Gaza.

Kantor berita Palestina Wafa melaporkan, serangan pesawat nirawak Israel yang membombardir Gaza menyebabkan korban berjatuhan dari kalangan masyarakat sipil, tak terkecuali anak-anak.

Berbeda dengan pasukan yang memang dipersiapkan untuk  perang, anak-anak adalah bagian dari masyarakat sipil yang tidak berdaya dan tidak berdosa.

Dalam situasi konflik, anak-anak umumnya rawan diperlakukan salah, bahkan harus kehilangan nyawa. Anak-anak Gaza adalah salah satu dari anak-anak di dunia yang menderita karena hidup di wilayah konflik.

 
Akibat penyerangan tentara Israel ke Kota Gaza hingga Jumat (14/5)  pagi, sedikitnya 103 orang dilaporkan gugur dan 27 di antaranya anak-anak Gaza.
 
 

Di seluruh dunia, saat ini diperkirakan ratusan juta anak-anak hidup memprihatinkan akibat perang. Konflik internal di berbagai negara, perang saudara, dan konflik antarnegara bisa dipastikan akan melahirkan penderitaan berkepanjangan bagi anak-anak.

Tidak hanya di Gaza, di berbagai belahan dunia yang dilanda konflik, anak-anak adalah korban pertama. Di Suriah, 12 ribu anak dilaporkan tewas. Di Afghanistan lima ribu anak meregang nyawa. Di Sudan Selatan, puluhan ribu anak direkrut paksa menjadi tentara anak.

Di Nigeria dan Kamerun, tak sedikit anak dipaksa menjadi pasukan bom bunuh diri. Di Yaman, ribuan anak juga menjadi korban perang. Di berbagai negara, ratusan juta anak hidup dalam penderitaan dan kekerasan yang tak berkesudahan akibat perang.

Jangankan berbicara tentang hak anak untuk tumbuh-kembang secara wajar, untuk memperoleh perlindungan minimal pun sering menjadi kemewahan tersendiri. Beberapa penderitaan ditanggung anak-anak di wilayah konflik.

Pertama, anak-anak bukan hanya rentan menjadi korban tindak kekerasan tetapi juga rawan diperlakukan salah. Sudah bukan rahasia lagi, akibat perang anak-anak biasanya juga berpeluang menjadi korban tindak kekerasan fisik, seksual, dan psikologis.

 
Di seluruh dunia, saat ini diperkirakan ratusan juta anak-anak hidup memprihatinkan akibat perang. 
 
 

Kedua, akibat konflik, anak-anak umumnya kehilangan kesempatan tumbuh-kembang secara wajar. Bisa dibayangkan apa yang terjadi ketika berbagai fasilitas publik rusak karena dibom, sekolah tutup, dan layanan publik lain juga terganggu karena perang.

Di daerah konflik, anak-anak di pengungsian biasanya belajar dengan fasilitas seadanya. Anak-anak yang hidup di daerah konflik tidak punya kesempatan cukup bersosialisasi dengan peer group-nya. Mereka hidup di bawah tekanan psikologis kronis.

Ketiga, sebagian dari mereka tak jarang direkrut paksa menjadi bagian dari pasukan atau tentara anak. Anak-anak tak berdosa, dengan indoktrinasi sistematis, mereka akhirnya tumbuh menjadi perpanjangan semangat melawan dan berperang.

Anak Gaza

Anak-anak Gaza adalah bagian dari anak-anak yang menjadi korban perang. Anak-anak warga Palestina ini kerap diperlakukan keras tanpa mengetahui dengan pasti apa kesalahan mereka.

 
Alih-alih menghargai Convention on the Rights of Child, anak-anak Gaza yang ditangkap dan dipenjarakan diperlakukan kelewat batas. 
 
 

Sejak 2015, paling sedikit tujuh ribu anak laki-laki dan perempuan ditangkap tentara Israel tanpa alasan jelas. Ratusan anak Gaza juga dipenjara dan sebagian bahkan menjadi korban intimidasi dan kekerasan yang melanggar hak-hak anak.

Alih-alih menghargai Convention on the Rights of Child, anak-anak Gaza yang ditangkap dan dipenjarakan diperlakukan kelewat batas. Kesempatan mereka bersekolah dihapus, dilarang bertemu keluarga, tak diberi layanan kesehatan memadai.

Tak jarang, mereka juga dimasukkan ke sel-sel khusus yang terisolasi.

Israel bahkan sejak 2015 mengeluarkan undang-undang baru yang melegalkan hukuman yang lama bagi anak-anak, bahkan hingga penjara seumur hidup.

Dalam situasi konflik, tindak kekerasan dan perlakuan salah memang tidak terhindarkan terjadi. Konflik atau perang berkepanjangan menyebabkan nasib anak-anak makin terpuruk dalam penderitaan panjang tak berkesudahan.

 
Anak-anak yang semestinya dilindungi, justru menjadi korban paling rawan diperlakukan salah. 
 
 

Kalau berbicara idealnya, dalam situasi apa pun hak-hak anak seharusnya dijamin dan dipenuhi. Namun, dalam perang, dan lebih-lebih sudah terkontaminasi pertimbangan politik dan tarik-ulur berbagai kepentingan berbagai negara,  hak  anak menjadi  nomor ke sekian.

Anak-anak yang semestinya dilindungi, justru menjadi korban paling rawan diperlakukan salah. Lebih dari sekadar mencari penyelesaian akar konflik Palestina dan Israel, untuk menyelamatkan anak-anak Gaza dari dampak perang, yang dibutuhkan adalah kepedulian dunia internasional.

Kecaman berbagai negara pada tindak kekerasan yang dilancarkan tentara Israel pada warga Palestina, termasuk anak-anak telah berkumandang di berbagai negara.

Sudah saatnya dunia internasional lebih peduli pada nasib anak-anak Gaza. Perang di Palestina adalah tragedi kemanusiaan luar biasa kejam. Adalah tugas semua pihak memastikan agar anak-anak Gaza tak menjadi korban perang tak berkesudahan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat