Tersangka menghadap ke lambang KPK. (ilustrasi). | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

KPK tidak Ada Habisnya

Sepanjang pekan ini, publik diramaikan oleh membaca pertanyaan ‘ajaib’ di soal tes pegawai KPK.

Seakan tiada ada habisnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode ini menuai sorotan dan kritikan. Di tengah sorotan dan kritikan itu, kita melihat KPK mencoba menangkalnya dengan berbagai aksi penangkapan. Yang terkini, polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) seribuan pegawai KPK pekan lalu, yang disusul dengan operasi tangkap tangan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, kemarin.

Seolah dengan penangkapan OTT itu, KPK ingin mengatakan, “Kami tetap bisa bekerja dengan baik, tidak terpengaruh hiruk pikuk di media massa ataupun di media sosial!” Tapi, benarkah demikian? Bisakah kehebohan soal peralihan status pegawai KPK ke aparatur sipil negara (ASN) ini tidak memengaruhi semangat perjuangan ataupun kinerja memberantas korupsi lembaga itu?

Kisruh TWK dimulai dari sejumlah pegawai yang membeberkan pertanyaan tes, yang menurut mereka, aneh dan tidak relevan, kepada pers. Tes ini diperlukan menyusul perubahan UU KPK kemarin, yang mengharuskan peralihan status kepegawaian. Untuk menjadi ASN harus ada tes, salah satunya TWK. 

 
Sepanjang pekan ini, publik diramaikan oleh membaca pertanyaan-pertanyaan ‘ajaib’ yang muncul di soal. 
 
 

Dari soal-soal TWK itu, disebutkan pula bahwa akan ada sejumlah pegawai KPK yang tidak akan lolos tes tersebut. Dikabarkan yang tidak lolos termasuk penyidik andal ataupun sampai kepala satuan tugas, yang tengah menangani berbagai kasus penting. Nama Novel Baswedan pun ikut disebut tak tembus tes.

Yang terjadi begitulah. Sepanjang pekan ini, publik diramaikan oleh membaca pertanyaan-pertanyaan ‘ajaib’ yang muncul di soal. Pertanyaan mulai dari memilih doa qunut, melepas jilbab, seksualitas, kasus terkini Front Pembela Islam dan Habib Rizieq Shihab, sampai kepada Papua. 

KPK kemudian mengumumkan, ada 75 pegawai yang tak lolos tes. Status mereka kini tak jelas. Tak lolos tes berarti tak bisa menjadi ASN. Apakah KPK akan memecat mereka? Kalau tidak dipecat lalu mekanisme kepegawaian seperti apa yang harus dibuat? Kita melihat kesekjenan KPK tergopoh-gopoh mengurus soal status pegawai ini. Belum ada aturan teknis baru yang ditetapkan. 

 
Pada Senin disebutkan, pelantikan seribuan pegawai yang lolos uji TWK akan digelar pada awal Mei.
 
 

Ini yang kemudian memicu Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, nasib 75 pegawai yang tak lolos ada di tangan Menteri Aparatur Sipil Negara Tjahjo Kumolo. Yang langsung dibantah Tjahjo dengan menegaskan, pegawai KPK adalah wewenang komisi itu sendiri. Tapi, KPK bersikeras dan mengadakan pertemuan internal untuk membahas nasib puluhan orang itu.

Pada Senin disebutkan, pelantikan seribuan pegawai yang lolos uji TWK akan digelar pada awal Mei. Namun, Badan Kepegawaian Nasional mengatakan, nasib puluhan pegawai KPK yang tak lolos harus diputuskan di internal KPK. Ketua KPK kemudian menyatakan, KPK belum terpikir untuk mengadakan pemecatan.

Di tengah polemik panas inilah, muncul pemberitaan bahwa salah satu Komisioner KPK justru dihubungi oleh tersangka kasus yang sedang diusut. Ruwet betul melihat KPK sekarang rupanya.

Pertama-tama kita tentu prihatin KPK periode ini tak habis-habisnya diterpa kontroversi. Kedua, kita meminta institusi KPK berbenah di internalnya terlebih dulu untuk meredakan kontroversi tersebut.

Ketiga, kita berharap, kejadian demi kejadian yang menerjang KPK ini tidak mengendurkan semangat perjuangan dalam memberantas korupsi institusi itu. Bahayalah kalau kita melihat sinyalemen KPK mulai loyo, kendor, atau malah mengubur dirinya sendiri dengan kisruh yang tak penting. 

 
Masalahnya kemudian: Kualitas penyelesaian kasus macam apa yang akan kita lihat ke depannya?
 
 

Persoalan peralihan status pegawai seharusnya persoalan teknis semata. Apalagi, di awal disebutkan pemerintah, seluruh pegawai seharusnya bisa langsung dijadikan ASN tanpa lolos tes. 

Namun, masalah peralihan ini menjadi berbahaya ketika sudah disusupi kepentingan lain, kepentingan politik atau kepentingan kelompok. Suka tidak suka, tendensi inilah yang sedang dilihat publik terjadi di dalam KPK.

Bisakah KPK berjalan tanpa 75 pegawai tersebut? Tentu bisa! Harus bisa! Masalahnya adalah jalan yang bagaimana? Jalan yang seperti apa atau ke mana? Apakah keluarnya 75 orang itu akan membuat kasus-kasus besar mandek dan macet? Tentu tidak.

Organisasi yang baik sekaliber KPK harusnya sudah membuat sistem baku, yang tinggal dijalankan oleh sumber daya manusia yang masuk ke dalamnya. SDM bisa silih berganti, tapi sistem tetap berjalan. Masalahnya kemudian: Kualitas penyelesaian kasus macam apa yang akan kita lihat ke depannya?

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat