Akbar Zainudin penulis buku Man Jadda wa Jada (tak berpeci) | dokpri

Opini

Bekal Pokok Santri Pesantren Menghadapi Masa Depan

Berbekal pengalaman hidup di pesantren, santri akan berjuang mengabdi di masyarakat.

AKBAR ZAINUDIN; Pengurus Bidang Pengembangan SDM Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor (IKPM) Cabang Jakarta

Kemana anak belajar setelah selesai menempuh pendidikan di Pesantren? Atau akan jadi apa seorang anak setelah dia lulus belajar di pesantren? Apakah bisa pesantren menjadi batu loncatan seseorang menjadi birokrat, pengusaha, politisi? Bukankah jebolan pesantren selama ini hanya menjadi tokoh agama, kiai, dan ulama?

Ini adalah pertanyaan yang sering menyeruak di antara para alumni pesantren. Apakah alumni pesantren mampu bersaing dengan para alumni sekolah umum, bisakah bermanfaat di masyarakat? 

Keraguan itu bisa jadi dipicu oleh banyak hal. Beberapa di antaranya adalah karena ijazah pesantren, khususnya Gontor, yang dulu sempat tidak diterima di perguruan tinggi, baik umum maupun negeri, dan juga perguruan tinggi kedinasan. Hal lainnya, apakah alumni pesantren bisa memasuki berbagai bidang teknik dan kedokteran. 

Menjawab berbagai pertanyaan itulah, Ikatan Keluarga Pondok Modern Gontor (IKPM) Cabang Jakarta mengadakan Webinar (1/5/2021) dalam bentuk Tajammu-ini istilah alumni Gontor untuk kumpul-kumpul-virtual: “Ke Mana Setelah Pesantren”. 

Menariknya, para pemantik diskusi ini juga berasal dari beberapa bidang yang selama ini di luar mainstream alumni pesantren; ada H. Aruman yang pengusaha kontraktor, pendidikan dan peternakan, Kapten Penerbang Rahmat Syahputra, pilot AAU yang bertugas menerbangkan pesawat kepresidenan RI, dr. Tan’iem yang sekarang ini bertugas di Gugus Tugas Covid-19 di RS Darurat Covid Kemayoran, dan juga Elizabeth Diana Dewi, alumni Gontor Putri yang menjadi diplomat di KJRI Istanbul, Turki. Keempat orang ini adalah alumni Pondok Modern Gontor.

Bekal dari pesantren

Para pembicara sepakat bahwa pesantren memberikan banyak bekal berharga untuk kehidupan masa depan. Terutama pendidikan mental yang menjadi dasar dan filsafat hidup yang dianut sampai sekarang. Beberapa hal mendasar yang diajarkan pesantren yang membangun kehidupan mereka sekarang, di antaranya adalah:

Pertama, disiplin. Pesantren mengajarkan disiplin yang tinggi dalam setiap aspek kehidupan. Pembiasaan disiplin ini sangat berpengaruh dalam kehidupan kerja sekarang. Mereka terbiasa bekerja dengan penuh disiplin yang ternyata sangat dibutuhkan dalam dunia kerja mereka sekarang. Tanpa disiplin, mereka tidak akan bisa maju dan berkembang. Disiplin bekerja, disiplin belajar, disiplin dalam setiap aspek kehidupan.

Kedua, kerja keras. Setiap kesuksesan dibangun dengan kerja keras. Pondok mengajarkan kerja keras dalam setiap aspek kehidupan. Dalam setiap kegiatan pondok, kerja keras ini diajarkan dengan penuh kesungguhan. Pondok menciptakan kompetisi internal yang membuat setiap orang bekerja sama dan bekerja keras untuk mencapai target yang diinginkan. 

Kesungguhan dan kerja keras dibiasakan dalam setiap aspek kehidupan sehingga menjadi darah daging setiap orang. Terbiasa bekerja keras menjadikan mereka lebih mudah beradaptasi dengan berbagai situasi pekerjaan sekarang ini. 

Ketiga, pantang menyerah. Pondok mengajarkan pantang menyerah. Ada kesabaran, kegigihan, dan daya juang dalam setiap kegiatan. Pondok mengajarkan untuk menjadi yang terbaik. Dan untuk menjadi yang terbaik, harus berjuang, membanting tulang, jatuh bangun pantang menyerah. 

Keempat, mau belajar. Pondok mengajarkan untuk membiasakan diri belajar setiap saat, di mana saja, kapan saja, dari siapa saja. Mungkin hanya di pondok kita bisa melihat pemandangan sehari-hari di mana orang berjalan sambil membaca buku. 

Di setiap sudut pondok, yang ada adalah budaya belajar, budaya membaca. Di mana-mana. Pemandangan yang terlihat adalah pemandangan belajar. 

Budaya belajar ini terbentuk hingga sekarang mereka bekerja. Walaupun mungkin sekarang ini bekerja di luar bidang yang dulu dibayangkan, tetapi karena budaya belajar yang tinggi, para alumni cepat belajar menyesuaikan diri dengan kondisi kerja. Dalam kondisi sekarang ini, sikap mau belajar dan bisa belajar dengan cepat ini sangat dibutuhkan.

Kelima, siap memimpin dan siap dipimpin. Setiap alumni pesantren diajarkan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan diajarkan dalam setiap sendi kehidupan, mulai dari asrama, kelas, pramuka, olah raga, klub-klub bahasa, public speaking, konsulat asal daerah, dan sebagainya. Semua kegiatan terorganisir dengan sebaik-baiknya. Itulah model pelatihan kepemimpinan secara langsung melalui kegiatan-kegiatan nyata. 

Kegiatan di Pondok selama setahun sudah terjadwal penuh. Tidak ada waktu kosong di Pondok. Yang menarik, selain diajarkan tentang bagaimana memimpin, para santri juga diajarkan tentang siap untuk dipimpin. Prinsip siap memimpin dan siap dipimpin menjadi jargon dan filsafat hidup yang memungkinkan organisasi bisa terus maju dan berkembang. 

Menatap masa depan

Nah, pertanyaannya, setelah selesai dari Pondok, melanjutkan ke mana? Pilihan untuk melanjutkan ke mana sangat terbuka lebar. Bahkan, ke mana setelah pesantren sangat tergantung dari imajinasi dan keinginan para alumni. Sebab pilihannya begitu banyak. 

Yang menarik, satu tahun selesai dari Gontor, para alumni ini diwajibkan untuk mengabdi, dengan mengajar di berbagai tempat. Mereka belum bisa mengambil surat keterangan lulus (ijazah) sebelum menyelesaikan masa pengabdian. 

Program pengabdian satu tahun ini menarik untuk dicermati. Karena di sinilah, dalam waktu satu tahun menjadi masa transisi antara kehidupan sebagai santri dan kehidupan sebagai guru. Mereka diantarkan menjadi orang-orang yang lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri setelah selama 4 hingga 6 tahun dididik menjadi santri. 

Inilah program pendewasaan diri yang sangat penting yang menjadi bekal bagi kehidupan mereka kelak. Sikap mental yang dibangun pada masa pengabdian tentu berbeda dengan sikap mental yang dididik pada masa santri. Sikap mental pada masa pengabdian menjadi pondasi penting sebelum mereka terjun langsung di masyarakat. 

Apakah mereka rugi umur, karena teman sebayanya sudah terlebih dahulu berkuliah? Tentu tidak, karena hidup ini bukan seperti lari jarak pendek, lebih seperti maraton yang butuh nafas panjang. Tidak harus kuliah dulu, yang penting adalah bagaimana masa kuliah lebih produktif dan bermanfaat, walaupun kuliahnya bisa jadi lebih belakangan. 

 
Hidup ini bukan seperti lari jarak pendek, lebih seperti maraton yang butuh nafas panjang.
AKBAR ZAINUDIN
 

Nah, pilihan bidang kuliahpun sekarang sangat beragam. Tidak hanya pada bidang-bidang agama yang selama ini menjadi menjadi pilihan umum alumni pesantren, namun juga pada bidang-bidang umum, bahkan teknik. 

Tinggal bagaimana mereka menyesuaikan diri untuk belajar secara cepat menyesuaikan. Karena bagaimanapun, berkuliah di bidang-bidang yang selama ini kurang dipelajari membutuhkan adaptasi. Di sinilah, kemampuan untuk cepat belajar ini sangat membantu. 

dr. Tan’iem, dokter alumni Gontor yang juga merupakan kordinator IDAGI (Ikatan Dokter Alumni Gontor) mengatakan, memang butuh penyesuaian untuk kuliah di kedokteran, karena materinya memang sangat berbeda dengan apa yang dipelajari di pesantren. Namun bekal untuk mau belajar dan bekerja keras membuatnya dan sekitar 170an dokter alumni Gontor sekarang ini bisa menyelesaikan pendidikan dokter secara baik. 

Hal itu juga yang dirasakan oleh Kapten Penerbang Rahmat Syahputra, yang berpengalaman menerbangkan pesawat kepresidenan RI. Belajar untuk menjadi TNI AU, khususnya penerbang membutuhkan kerja keras yang luar biasa. Namun demikian, budaya Gontor membuatnya mampu menyesuaikan diri dengan cepat hingga bisa menjadi penerbang seperti sekarang. 

Ijazah pesantren

Elizabeth Diana Dewi, diplomat RI yang ada di KJRI Istanbul, Turki mengatakan, bahwa Kementerian Luar Negeri sekarang ini menerima para calon diplomat dari berbagai bidang studi. Jadi apapun bidang studinya, sangat memungkinkan untuk bisa berkarir sebagai diplomat. 

Alumni Gontor yang berprofesi sebagai diplomat cukup banyak, tentu kita kenal Bapak AM Fachir yang mantan wakil menteri luar negeri, dan juga banyak sekali Duta Besar di berbagai negara yang juga alumni Gontor, di antaranya Alm. DB. Maftuh Basyuni, Alm. DB. Muzammil Basyuni, dan Prof. Dr. Husnan Bey Fananie yang pernah menjadi Duta Besar di Azerbaijan. 

Bagaimana dengan ijazah pesantren, khususnya Gontor yang dulu tidak diterima di beberapa perguruan tinggi? Sekarang ini, alumni pesantren tidak perlu risau lagi. Undang-Undang No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menguatkan posisi pesantren, terutama alumninya untuk bisa melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi. 

Dengan adanya UU Pesantren ini, alumni pesantren bisa melanjutkan ke berbagai perguruan tinggi dan juga perguruan tinggi kedinasan. Bagaimana dengan akademi TNI dan Polri? 

 

 

Alumni Gontor yang berprofesi sebagai diplomat cukup banyak.

 

ELIZABETH DIANA DEWI; Alumnus Pesantren Gontor Putri yang menjadi diplomat.
 

Inilah yang sekiranya perlu menjadi catatan penting. Akademi Polri sudah mencantumkan secara resmi bahwa alumni pesantren bisa mendaftar ke Akademi di bawah Polri. Namun demikian, pada akademi TNI, ijazah alumni Gontor masih perlu penyesuaian. Dalam arti belum bisa diterima secara langsung.

Menurut saya, hal ini perlu menjadi perhatian oleh Kementerian Agama RI. Jangan sampai potensi besar alumni pesantren terhalang untuk masuk TNI/Polri gara-gara ijazahnya tidak diterima. Menteri Agama RI perlu duduk bareng dengan Panglima TNI untuk membahas kelanjutan para alumni pesantren ini. Sangat layak para alumni pesantren untuk menjadi anggota TNI, apalagi mereka sudah dibekali dengan sikap mental dan pendidikan disiplin yang luar biasa. 

Pesan untuk para santri

Ada dua pesan penting dari para alumni Gontor terutama untuk adik-adik yang masih belajar di pesantren. Pertama, belajar dengan penuh kesungguhan.Apa saja yang dipelajari di Pondok akan sangat bermanfaat untuk bekal hidup di masyarakat. Bekal ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama akan menjadi pembeda penting, di manapun nantinya kita mengabdi. 

Budaya belajar itu juga akan membentuk kita menjadi pribadi-pribadi yang terus berkembang. Di manapun berada, kita siap bekerja dan memberikan yang terbaik. Walaupun mungkin belum menguasai pekerjaan pada saat pertama kali, budaya belajar menjadikan kita cepat beradaptasi dengan lingkungan. 

Kedua, ikuti semua kegiatan pesantren dengan penuh semangat.Apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan adalah pendidikan. Moto itu terus didengung-dengungkan agar santri bisa selalu belajar dari semua kegiatan yang diikutinya. Karena semua hal yang dilakukan di pesantren adalah untuk pendidikan. 

Akan sangat rugi para santri yang tidak ikut kegiatan pesantren atau ikutnya setengah-setengah. Dengan mengikuti semua aktivitas pesantren dengan penuh kesungguhan, para santri dapat mengambil nilai-nilai penting yang akan terus menginternal dan terbawa sampai kapanpun. 

Semua kegiatan di pondok akan membentuk sikap mental dan kepribadian yang kuat. Kepribadian untuk menjadi pemimpin umat, pemimpin bangsa di masa mendatang. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat