Mantan sekretaris umum FPI, Munarman. | AP/Achmad Ibrahim

Nasional

Amnesty: Penangkapan Munarman tak Hargai HAM

Penetapan tersangka Munarman telah dilakukan sejak 20 April 2021.

JAKARTA—Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid meminta Polri mengusut dugaan pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) penangkapan mantan sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman. Menurut Usman, penangkapan Munarman terkesan sewenang-wenang dan tak menghargai hak asasi manusia (HAM).

“Polisi terkesan melakukan penangkapan yang sewenang-wenang terhadap Munarman serta mempertontonkan secara gamblang tindakan aparat yang tidak menghargai nilai-nilai HAM ketika menjemputnya dengan paksa," kata Usman dalam keterangannya, Rabu (28/4) malam.

Menurut Amnesty, menyeret dengan kasar, tidak memperbolehkannya memakai alas kaki, serta menutup mata orang yang ditangkap dengan kain hitam merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Tindakan itu pun melanggar asas praduga tak bersalah.

“Tuduhan terorisme bukanlah alasan untuk melanggar hak asasi seseorang dalam proses penangkapan. Munarman terlihat tidak membahayakan petugas dan tidak terlihat adanya urgensi aparat untuk melakukan tindakan paksa tersebut. Hak-hak Munarman harus dihormati apa pun tuduhan kejahatannya,” tegas Usman.

Ia menegaskan, sebagian ketentuan UU Anti-Terorisme bermasalah, tapi Pasal 28 ayat (3) dari UU tersebut jelas menyatakan pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip HAM. Amnesty menilai, penangkapan ini berpotensi membawa erosi lebih jauh atas perlakuan negara yang kurang menghormati hukum dalam memperlakukan warganya secara adil.

“Belum lagi jika mengingat situasi kedaruratan pandemi Covid-19. Penegak hukum harus lebih sensitif, mempertimbangkan protokol kesehatan dan hak atas kesehatan dari orang yang hendak ditangkap atau ditahan, termasuk menyediakan masker kepada yang menutupi mulut dan hidung, bukan justru membiarkannya terbuka dan menutup matanya dengan kain hitam," ujarnya.

Anggota tim kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar, juga menuntut penindakan terhadap kliennya harus menjunjung tinggi HAM. “Kegiatan penindakan terhadap tersangka maupun terlapor harus menjunjung tinggi HAM. Itu poinnya,” ujar dia kepada Republika, Kamis (29/4).

Menurut Aziz, tindakan aparat terhadap Munarman saat penangkapan di kediamannya merupakan bentuk intimidasi dan tekanan. Khususnya, ketika pihak berwajib melakukan penutupan terhadap wajah Munarman dan melakukan penyeretan saat penangkapan tersebut. “Itu juga bentuk penyiksaan, dilarang dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 dan KUHAP,” lanjut Aziz.

Tak sampai di sana, hingga kini pihak kuasa hukum juga mengaku belum bisa bertemu atau bahkan berkomunikasi dengan Munarman. Kendati demikian, Aziz menyebut pihaknya sudah mempersiapkan praperadilan dan bahan pendukung lainnya. “Persiapannya, seluruh hal untuk kepentingan beliau,” tegas dia.

photo
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan (kiri) didampingi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (kanan) memberi keterangan pers terkait penangkapan oleh Tim Densus 88 Antiteror terhadap terduga teroris mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (27/4/2021). - (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Tersangka

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengaku penetapan tersangka terhadap Munarman telah dilakukan sejak 20 April 2021. "Penetapan saudara M sebagai tersangka tentunya melalui proses gelar perkara dan yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka pada 20 April 2021," kata Ramadhan, dikonfirmasi, Rabu malam.

Ramadhan mengatakan usai penetapan tersangka, penangkapan terhadap Munarman dilakukan Selasa (27/4) setelah terbit surat perintah penangkapan. Penangkapan tersebut sudah diberitahukan lewat surat perintah penangkapan yang disampaikan kepada pihak keluarga, yakni istri Munarman.

"Disampaikan dan diterima serta ditandatangani. Artinya penangkapan saudara M diketahui pihak keluarga, dalam hal ini istri yang bersangkutan," ujar Ramadhan.

Ia menjelaskan, sesuai UU Nomor 5 Tahun 2008, penangkapan terhadap kasus terorisme diatur dalam Pasal 28 ayat 1. Penangkapan berlaku selama 14 hari terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana aksi terorisme.

Kemudian pada Pasal 28 ayat 2 apabila dibutuhkan akan dilakukan penambahan 7 hari. Sehingga Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri memiliki tenggat waktu 21 hari untuk melakukan proses pendalaman.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat