Ilustrasi pramusaji yang terpaksa terpisah dari keluarganya pada Ramadhan ini akibat pendemi Covid-19. | Republika/Putra M. Akbar

Cahaya Ramadhan

Mereka yang Merindukan Keluarga pada Ramadhan ini

Wasif berharap ini Ramadhan terakhir di tengah pandemi Covid-19 dan dapat segera berkumpul bersama keluarga.

Mengakhiri puasa bersama keluarga atau para sahabat adalah salah satu momen yang paling dinantikan saat Ramadhan. Namun, kebersamaan itu sulit dirasakan oleh Mohammad Wasif (42 tahun).

Pekerjaannya sebagai pramusaji di restoran Bahijaan’s Biryani, Dubai, membuatnya mengesampingkan hal itu. 

“Saya bekerja sebagai pelayan dan jika ada tamu di restoran kami, saya melayani mereka terlebih dahulu sebelum mengakhiri puasa saya,” kata Wasif seperti dikutip dari laman Khaleej Times, Rabu (28/4). 

Wasif bercerita, biasanya dia hanya memakan sedikit hidangan dan segelas air untuk berbuka, dan bersegera shalat, sebelum pesanan kembali berdatangan. Dia dan rekan-rekannya diharuskan mengedepankan pelayanan untuk memastikan agar sektor jasa dapat terus berkembang meski dalam masa sulit.

Dia datang ke tempat kerja paling lambat pukul 10 pagi setiap hari. Begitu tiba, dia pergi berbelanja bahan makanan dan membantu koki dengan apa pun yang dia butuhkan. Semua bagian persiapan diurus olehnya dan koleganya. 

“Pada malam hari, setelah melayani tamu kami dan melafalkan namaz (shalat Isya), kami duduk untuk menikmati buah-buahan, biryani, kari, dan chapatis bersama,” kata dia.

Wasif bersyukur berada di negara seaman UEA, mengingat kondisi di sisi dunia lain yang semakin memburuk. “Saya sangat senang berada di negara di mana dorongan vaksinasi begitu kuat. Namun, saya merasa khawatir dengan keluarga saya di rumah,” ujar pria kelahiran India itu.

“Saat melayani tamu restoran, kami memastikan semua memakai masker, sarung tangan, dan menjaga jarak sosial,” kata dia lagi.

Gencarnya kampanye vaksinasi Covid-19 membuat staf layanan di restoran, mal, ataupun hotel, yang sangat berisiko terpapar virus, mendapatkan keamanan saat bekerja. Awalnya Wasif khawatir menghadapi berbagai jenis tamu ketika Covid-19 melanda. “Kami bertemu dengan berbagai jenis tamu dan terpapar virus sepanjang waktu, tapi dorongan inokulasi tentu saja menumbuhkan kepercayaan di kalangan masyarakat,” ujarnya.

Menurut dia, Ramadhan adalah momen yang ingin dimaksimalkan untuk beribadah dan lebih ikhlas dalam bekerja dan memberikan pelayanan terbaik. “Saya bersyukur saat seperti ini kami memiliki pekerjaan dan kehidupan yang aman di sini,” ujarnya. 

Dia berharap ini adalah Ramadhan terakhir di tengah pandemi. “Saya berdoa kepada Allah, dari lubuk hati yang paling dalam, agar pada Ramadhan mendatang pandemi ini benar-benar berakhir,” ujarnya.

Kondisi Wasif agaknya lebih beruntung dibandingkan Mujeeb Narimaddakkal. Sopir ambulansi ini meninggalkan India menuju Dubai 16 tahun lalu. Sejak saat itu, dia belum pernah menghabiskan satu kali pun Ramadhan bersama keluarganya.

Bagi pria berusia 42 tahun ini, yang juga menjabat sebagai teknisi medis darurat (EMT) di Aster DM Healthcare, pekerjaan menjadi prioritas utama. Narimaddakkal bekerja sebagai staf transportasi dan pekerjaan administrasi hingga tiga tahun lalu, ketika dia menjalani pelatihan untuk secara resmi menjadi bagian dari tim tanggap darurat Rumah Sakit Aster di Mankhool.

"Cuti tahunan saya selalu bentrok dengan kolega. Jadi, saya tidak merayakan Ramadhan dengan keluarga selama lebih dari 16 tahun," ujarnya dikutip di Khaleej Times, Selasa (27/4).

 
Cuti tahunan saya selalu bentrok dengan kolega. Jadi, saya tidak merayakan Ramadhan dengan keluarga selama lebih dari 16 tahun,
 
 

Dia merupakan seorang ayah dari tiga anak perempuan. Kali terakhir dia melihat keluarganya, yaitu pada November tahun lalu. Bagi Mujeeb, Ramadhan kedua di tengah pandemi Covid-19 ini sangat berbeda dengan bulan suci yang dialaminya tahun lalu.

Di hari kerja biasa, rata-rata dia mengangkut dua hingga tiga pasien darurat dari rumah ke rumah sakit. Namun selama puncak peraturan Covid-19, antara akhir Maret dan Mei 2020 lalu, dia bisa memindahkan setidaknya 20 pasien ke rumah sakit per shift.

Dia bekerja selama 12 jam tanpa henti. Setiap harinya, dia memakai perlengkapan APD dan memulai hari. “Saya hanya melepasnya ketika tugas hari itu berakhir. Makan dengan menggunakan APD sangat menantang," kata dia.

Selama waktu pelik itu, dia mengakhiri puasa hanya dengan dua botol air dan segenggam kurma yang disimpan di ambulans. Mujeeb mengaku tidak memiliki banyak waktu untuk makan. Jika beruntung, ia akan mendapat makanan dari hotel setelah mengantarkan pasien karantina ke hotel.

Menyelamatkan nyawa seseorang akan selalu menjadi prioritas bagi ekspatriat India ini. Namun, ia tidak memungkiri jika selama Ramadhan yang bisa dia pikirkan hanyalah keluarganya.

"Selama ini, saya merindukan mereka. Saya merindukan makanan rumahan ibu, serta camilan seperti samosa dan pisang goreng. Saya masih ingat rasanya," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mutiara Ramadhan

Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896

HIKMAH RAMADHAN

Image

Memahami Makna Ramadhan

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Oleh

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.