Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Cash on Delivery, Apa Hukumnya?

Membeli barang secara cash on delivery (COD) banyak dilakukan kalangan milenial saat ini.

Oleh USTAZ DR ONI SAHRONI

 

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI

Membeli barang secara cash on delivery (COD) banyak dilakukan kalangan milenial saat ini. Misalnya, si A membeli ponsel melalui marketplace B, setelah jelas ponsel yang dipilih dengan klik gambar sesuai keinginannya, kemudian menyepakati alat pembayaran dan waktu pembayarannya secara COD pada saat ponsel tersebut diterima. Sebagaimana kesepakatan, uangnya diserahkan kepada marketplace melalui kurir.

Kaidah dasarnya, membeli barang dengan pembayaran saat barang diterima oleh konsumen (COD) itu diperkenankan selama memenuhi ketentuan berikut, pertama, hukum ini terjadi saat barang yang diperjualbelikan tersebut inden (tidak ada pada saat traansaksi atau maushuf fi dzimmah).

Kedua, barang dan uang (harga) itu dapat diserahterimakan sesuai kesepakatan. Ketiga, ada hak bagi pembeli untuk membatalkan transaksi saat barang yang dibeli tidak sesuai pesanan karena cacat dengan kriteria sedang atau berat sesuai dengan kesepakatan.

Keempat, dari sisi adab-adab membeli dan menjual, di antaranya barang yang dibeli (termasuk tempat berbelanja) adalah barang yang dibutuhkan, termasuk tempat berbelanja yang legal dan jelas keberpihakannya kepada masyarakat.

Hal ini sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih kontemporer seperti Dr Yusuf Asy-Syubaili. Ia berpendapat, jual beli dengan harga serta barang yang diserahterimakan secara tangguh itu diperbolehkan dan bukan bagian dari bai' ad-dain bi ad-dain yang dilarang selama barang yang dibeli itu inden (maushuf fii dzimmah).

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR Bukhari 2241).

Apa yang dinyatakan dalam hadis ini terjadi pada saat Rasulullah SAW datang ke Madinah dan melihat para sahabat bertransaksi salam buah-buahan untuk satu dan dua tahun kemudian.

Menurut Yusuf asy-Syubaili, transaksi dengan dua objek akad yang tangguh tersebut itu dibolehkan dengan syarat objeknya itu inden/tidak ada pada saat akad sehingga harus dijelaskan kriterianya.

Disebutkan dalam kitab al-Mudawwanah, dari Salam bin Abdullah, kami membeli daging sekian dengan satu dinar dan setiap hari mengambil sekian, harganya diserahterimakan saat pembelian. Dan tidak ada seorang pun yang melihat itu bagian dari bai ad-dain bi ad-dain dan mereka memperbolehkannya. Hal ini menunjukkan tentang ahlul Madinah telah konsensus bahwa ta'jilul badalain itu diperbolehkan.

Hal ini karena cash on delivery itu bagian dari transaksi jual beli di mana barang diserahterimakan secara tidak tunai, begitu pula harga atau uang diserahterimakan saat barang diterima oleh konsumen. Serta sebagaimana transaksi  salam dan istishna', di mana keduanya itu transaksi yang halal dan diperkenankan sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui”. (HR Bukhari, Shahih al-Bukhari).

Sebagaimana Rasulullah SAW telah melakukan istishna' dengan membeli (memesan) cincin dan mimbar (Standar Syariah Internasional AAOIFI Nomor 11 tentang Istishna').

Dari sisi adab sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Makanlah, minumlah, berpakaianlah, dan bersedekahlah kalian tanpa berlebih-lebihan dan sombong.” (HR Bukhari).

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat