IKHWANUL KIRAM MASHURI | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Negara Kecil yang (Ingin) Mendunia

Bersiap-siaplah kita menyaksikan UEA sebagai pemain baru dalam drama konflik di Timur Tengah.

Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI

OLEH IKHWANUL KIRAM MASHURI

Penamaan jalan tol Jakarta-Cikampek atau Japek II Elevated dengan Tol Sheikh Mohammad bin Zayed (MBZ) mengingatkan saya tentang beberapa artikel mengenai Uni Emirat Arab (UEA). Sejumlah artikel itu saya simpan rapi di file laptop. Salah satunya, yang terbaru, saya ambil dari BBC News Arabic (‘Araby), tertanggal 15 April 2021, dengan judul ‘Apakah UEA akan Menjadi Kekuatan Utama Regional setelah Kesepakatan Senjata dengan AS?’

MBZ, 60 tahun, adalah Putra Mahkota Emirat (Keemiran) Abu Dhabi. Ia adik kandung Sheikh Khalifa bin Zayed, Emir (penguasa) Abu Dhabi dan sekaligus Presiden UEA. Ayah mereka, Sheikh Zayed bin Sultan al Nahyan, merupakan pendiri dan juga presiden pertama UEA.

Pada 1971, Sheikh Zayed dan penguasa (emir) Emirat Dubai, Sheikh Rashid bin Saeed al Maktoum, menandatangani persetujuan untuk membentuk sebuah federasi antara Abu Dhabi dan Dubai. Segera setelah itu terbentuklah Uni Emirat Arab yang merupakan federasi dari tujuh emirat — Abu Dhabi, Dubai, Sharjah, Ajman, Ras al Khaimah, Fujairah, dan Umm al Qaiwain.

UEA merupakan monarki federal. Presiden pertama dijabat oleh Sheikh Zayed. Sedangkan perdana menteri dipegang Sheikh Rashid bin Saeed al Maktoum. Kini penguasa UEA sudah beralih ke generasi kedua. Meskipun tak ada undang-undang tertulis, presiden akan terus dijabat oleh Emir Abu Dhabi dan perdana menteri Emir Dubai. Abu Dhabi dan Dubai merupakan termaju ekonominya, terbanyak penduduknya, terluas wilayahnya. 

Penguasa UEA sekarang – Sheikh Khalifa bin Zayid al-Nahyan (presiden) dan Mohammed bin Rashid al Maktoum (perdana menteri) -- menempuh kebijakan yang sudah digariskan pendahulu dan sekaligus pendiri UEA. Di sektor ekonomi misalnya, mereka tidak hanya mengandalkan minyak dan gas, tapi sudah mendiversifikasinya di banyak bidang.

Sebagai contoh, ketika negara-negara Teluk lain — Arab Saudi, Oman, Bahrain, Kuwait, dan Qatar — pada dekade 1980-1990-an masih mengandalkan 80 persen ekonominya pada minyak dan gas, UEA sudah menggenjot sektor jasa dan investasi. Dari penerbangan, properti/real estate, pelabuhan, keuangan, pariwisata, hiburan/liburan, komunikasi, hingga peternakan dan pengembang-biakan bibit unggul kuda-kuda asli Arab.

Maka, dibangunlah berbagai properti atau real estate di kota-kota besar UEA. Dari mal, hotel berbintang, gedung perkantoran hingga apartemen. Beberapa di antaranya bahkan sangat monumental. Burj Khalifa di Dubai misalnya, hingga kini masih merupakan bangunan tertinggi di planet bumi. Gedung multiguna berketinggian 828 meter ini mulai beroperasi pada awal 2010.

 
Maka, dibangunlah berbagai properti atau real estate di kota-kota besar UEA. Dari mal, hotel berbintang, gedung perkantoran hingga apartemen.
 
 

Ini belum termasuk Burj Arab yang merupakan hotel mewah di Dubai yang berketinggian 321 meter dan sejumlah pulau buatan, baik di Dubai maupun di Abu Dhabi. Pulau buatan yang di atasnya dibangun hotel-hotel mewah, resor, taman hiburan, sirkuit, dan seterusnya. 

Bahkan Masjid Sheikh Zayed di Abu Dhabi masuk dalam 25 besar landmark terbaik dunia, sejajar dengan Taj Mahal (India) dan Golden Gate Bridge (AS). Masjid yang dibangun sejak tahun 2004 dan menghabiskan sekitar 2 miliar dollar AS itu setiap tahun dikunjungi sekitar 5 juta wisatawan asing.

Di sektor jasa, siapa yang tidak mengenal maskapai penerbangan Emirates dan Etihad? Kini hampir semua kota besar di dunia dilayani penerbangan yang berpusat di Dubai dan Abu Dhabi ini.

Dengan diversifikasi sumber-sumber pendapatan negara itu, ternyata ekonomi UEA berkembang pesat. Pendapatan per kapita warga negara UEA termasuk tertinggi di kawasan Teluk. Yakni sebesar 55.200 dolar. Bandingkan dengan Bahrain 23.604 dolar, Kuwait 39.300 dolar, Oman 19.879 dolar, dan Arab Saudi 21.200 dolar. Bahkan ekonomi UEA terbesar kedua di dunia Arab, setelah Arab Saudi.

Di antara sektor-sektor ekonomi itu, bidang jasa yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yaitu 78 persen. Berikutnya industri (15 persen), pertanian (7 persen), dan menyusul sektor-sektor lain. Yang menarik, penggerak dari pembangunan ekonomi UAE ternyata sebagian besar adalah pekerja asing. Jumlah mereka lebih dari lima kali lipat warga negara UEA sendiri. Sebagai informasi, jumlah penduduk UEA sebanyak 9,3 juta jiwa. Dari jumlah itu, hanya 15 persen yang berkewarganegaraan UAE. Selebihnya adalah ekspatriat.

 
Di bidang ekonomi, peran MBZ juga sangat besar ketika UEA menyatakan akan menggelontorkan investasi 10 miliar dolar atau setara Rp 144 triliun.
 
 

Yang menarik, di balik kemajuan UEA di masa modern ini ada sosok yang sangat menonjol. Dia adalah Sheikh Mohammad bin Zayed atau MBZ tadi, yang kini menjadi figur sentral di negaranya. Sebagai misal, dialah yang mengatur pertemuan Grand Sheikh Al Azhar Sheikh Ahmad Thayyib dengan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada Februari 2019. Kunjungan Paus Fransiskus ini merupakan yang pertama di negara-negara Arab. Pertemuan itu juga telah melahirkan Deklarasi Abu Dhabi tentang persaudaraan insani untuk perdamaian dunia dan hidup bersama.

Di bidang ekonomi, peran MBZ juga sangat besar ketika UEA menyatakan akan menggelontorkan investasi 10 miliar dolar atau setara Rp 144 triliun, yang akan ditempatkan pada dana kelolaan Indonesia Investment Authority (INA). Dana itu akan digunakan untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan proyek-proyek infrastruktur.

Di bidang militer, MBZ -- yang kini menjabat sebagai Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata UEA – juga merupakan otak di balik pembelian persenjataan paling canggih dari Amerika tadi, seperti disinggung di awal tulisan ini. Pembelian senjata yang sudah disepakati Presiden Donald Trump pada hari terakhir bersinggasana di Gedung Putih, ternyata juga disetujui oleh Presiden Joe Biden.

Kesepakatan pembelian senjata seharga 23,37 miliar dolar ini merupakan yang terbesar yang pernah diperoleh UEA dari AS. Berdasarkan kesepakatan ini, Abu Dhabi akan memperoleh 50 jet tempur F-35, 18 drone tempur, dan rudal udara-ke-udara serta udara-ke-darat.

Proses pembelian senjata ini pada awalnya berjalan alot. Salah satunya adalah sikap Israel yang menentang penjualan persenjataan canggih Amerika itu ke UEA. Israel tidak mau ada negara Arab yang kuat militernya. Namun, setelah adanya normalisasi hubungan kedua negara — UEA-Israel —, negara Yahudi itu akhirnya menyetujuinya.

 
Jadi, bersiap-siaplah kita menyaksikan pemain baru dalam drama konflik di Timur Tengah.
 
 

Kesepakatan pembelian senjata tersebut secara otomatis akan menempatkan UEA di garis depan negara-begara besar di kawasan dalam hal persenjataan. Yang jadi pertanyaan kemudian adalah, apakah pembelian senjata canggih itu karena ada ancaman dari negara tetangga? Ataukah ada tujuan militer strategis jauh melampaui perbatasan UEA, seperti keterlibatan militer negara itu di Yaman, Libia, Afghanistan, dan bahkan Somalia? 

Tampaknya, pembelian senjata canggih itu sejalan dengan kebijakan UEA. Yaitu, meskipun negara itu kecil dan populasinya sedikit, namun mereka kaya dan berambisi untuk menjadi negara paling maju dan kuat di kawasan Teluk dan bahkan di Timur Tengah. Setahun ini saja mereka telah berhasil menjalankan proyek luar angkasa ke Mars, menormalisasi hubungan dengan Israel, serta meredam Covid-19 dengan keberhasilan mereka memvaksinasi 98 persen dari populasi negara itu dalam waktu singkat.

UEA yang tahun ini akan memperingati hari jadinya ke-50 tampaknya ingin menjadi pemain utama di kawasan. Negara ini meskipun kecil ingin mempunyai pengaruh yang mendunia. Hal ini seperti dikatakan mantan Menlu UEA Anwas Gargash, ‘’Kami ingin menjadi pemain internasional. Kami ingin mendobrak semua penghalang yang menghalangi jalan kami. Dan, untuk mencapai hal itu tidak apalah kami menghadapi beberapa risiko strategis.’’

Jadi, bersiap-siaplah kita menyaksikan pemain baru dalam drama konflik di Timur Tengah, yang selama ini dimainkan oleh Mesir, Arab Saudi, Iran, Turki, Israel, Suriah, dan Irak. Pemain baru yang yang akan menambah ruwetnya Timur Tengah atau justru sebaliknya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat