Pengunjung membaca kitab kuno bertema Islam di perpustakaan Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/4/2021). Perpustakaan yang berisi koleksi naskah kuno, kitab kuning dan buku-buku bertema Islam tersebut menja | ANTARA FOTO/Maulana Surya

Kitab

Tujuh Pelita Zaman

Buku karya guru besar UIN Sunan Kalijaga ini mengulas kiprah dan pemikiran tujuh ulama pilihan.

OLEH MUHYIDDIN

 

Islam meletakkan ilmu dan para pengembannya yaitu alim ulama dalam posisi yang sangat mulia. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Ulama adalah pewaris nabi." Allah SWT pun memuji mereka.

Dalam surah at-Taubah ayat 112, Allah berfirman, yang artinya, “Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali.”

Ayat tersebut menuntun kaum Muslimin agar membagi tugas sehingga tidak seluruhnya pergi ke medan jihad, tetapi ada sebagian yang fokus mendalami ilmu-ilmu agama.

Buku karya KH A Malik Madani yang berjudul The Magnificent Seven: Ulama-ulama Inspirator Zaman berupaya merangkum sejumlah ulama besar di pintasan sejarah. Penulis buku tersebut menghimpun riwayat, kiprah, dan sumbangsih pemikiran tujuh mubaligh besar. Mereka adalah Imam al-Ghazali, Jalaluddin as-Suyuthi, Syah Waliyullah ad-Dihlawi, Ibnu Katsir, az-Zarkasyi, al-Mawardi, dan Muhammad Abduh.

Peran ketujuh ulama itu sangat besar dalam mentransmisikan keilmuan Islam dari generasi ke generasi. Pengaruhnya juga sampai ke Indonesia. Sejak berabad silam, jaringan intelektual Nusantara berkembang pesat dan diisi utamanya para pembelajar Jawi-Melayu di Tanah Suci. Setelah pulang ke Tanah Air, mereka kemudian menyebarkan ilmunya di tengah masyarakat, termasuk gagasan-gagasan dari para alim ulama tersebut.

photo
Tafsir Ibnu Katsir - (REPUBLIKA)

The Magnificent Seven menyajikan berbagai pelajaran, petuah, serta inspirasi terkait alim ulama yang dibahas. Mereka berhasil mengubah peradaban menuju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, tak berlebihan jika penulis menjulukinya sebagai the magnificent (yang agung).

Barangkali, judul buku ini mengingatkan kita akan sebuah film koboi Amerika dari era 1960-an. Walaupun demikian, tentu riwayat para ulama yang dikupas di dalam karya A Malik Madani itu sangat berbeda dengan kisah ketujuh koboi yang berjibaku melawan penguasa haus harta. Film itu sendiri dalam film The Magnificent Seven yang disutradarai oleh John Sturges.

Melalui bukunya ini, Malik Madaniy membahas riwayat kehidupan para ulama yang sangat luar biasa pada masanya. Pemikiran mereka masih banyak dikaji sampai sekarang. Buku tersebut juga membedah dan menelaah karya-karya mereka secara kritis sehingga dapat membuka wawasan keislaman pembaca.

Pembahasan buku ini diawali dengan sosok Ibnu Katsir. Kitab tafsirnya menjadi rujukan penting bagi kaum Muslimin, termasuk kalangan pesantren. Dalam konteks ini, pentingnya kitab tersebut sedikit banyak ditentukan oleh kenyataan bahwa Ibnu Katsir adalah seorang ulama mazhab Syafi’i. Itulah mazhab fikih yang banyak dianut oleh umat Islam di Indonesia.

Ibnu Katsir merupakan seorang ulama yang lahir di Makkah pada 665 M dan wafat pada 738 M. Ia mempelajari secara mendalam berbagai cabang ilmu keislaman, terutama hadits, fikih, sejarah, dan studi Alqur’an. Salah satu karyanya adalah kitab sejarah berjudul Al-Bidayah wa an-Nihayah yang terdiri atas 14 jilid.

Selanjutnya, Malik Madani mengupas ketokohan Syah Waliyullah ad-Dihlawi. Dia adalah seorang mujadid dari India. Ulama ini dikenal sebagai tokoh pembaharu pemikiran Islam pada abad ke-18. Silsilah alim kelahiran Delhi, 21 Februari 1703 M, itu sampai kepada Khalifah Umar bin Khattab. Termasuk kalangan prolifik, dia banyak menulis kitab.

Zafrul Islam Khan seperti dikutip dari mukadimah Al-Inshaf menyatakan, jumlah karya dai ini tercatat sebanyak 100 buah. Semuanya ditulis dalam bahasa Arab maupun Persia.

Menurut penulis, karya Syah Waliyullah yang berjudul Al-Fauz al-Kabir fii Ushul at-Tafsir berperan besar dalam bidang studi ilmu Alquran. Bukan hanya karena beberapa pendapatnya yang terkesan relatif “berani”, tetapi juga juga fatwanya tentang Ulumul Qur’an.

 
Pemikiran Syah Waliyullah juga turut mempengaruhi alim ulama di Indonesia.
 
 

Pemikiran Syah Waliyullah juga turut mempengaruhi alim ulama di Indonesia. Misalnya, pendiri Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari dalam Qanun Asasi Nahdlatul Ulama telah mengambil secara utuh redaksi pernyataan dan argumentasi Syah Waliyullah tentang perlunya berpegang kepada salah satu dari empat mazhab.

Dalam membahas ketokohan Imam al-Ghazali, Malik Madani lebih mengupas pemikiran sufistiknya. Sebagai seorang tokoh tasawuf, al-Ghazali telah mewariskan berbagai aspek ajaran yang senantiasa mengundang perhatian para ahli untuk mengkajinya kembali. Selain membahas sekilas tentang riwayat hidup sang imam, buku ini juga mengulas beberapa ajaran tasawuf yang dirumuskannya, seperti perihal ma’rifah atau zuhud.

Selanjutnya, penulis kemudian memaparkan tentang sosok al-Mawardi, seorang ulama yang lahir di Bashrah dan wafat di Baghdad pada 1058 M. Tokoh ini adalah seorang ulama mazhab Syafi’i yang terkemuka dalam bidang fikih, ushul fikih, dan tafsir Alquran. Selain itu, dia juga memiliki kepakaran tentang seluk-beluk bahasa Arab.

Bagaimanapun, di dalam buku The Magnificent Seven penulis lebih banyak menjelaskan tentang beberapa teori politik al-Mawardi. Salah satu risalah yang dibahas ialah karya al-Mawardi yang berjudul Al-Ahkam al-Sulthaniyah. Kitab ini memuat berbagai pemikiran politik ulama tersebut. Qamaruddin Khan menganggapnya sebagai karangan ilmiah pertama di bidang ilmu politik dan administrasi pemerintahan dalam sejarah Islam.

Selain membahas al-Mawardi, The Magnificent Seven juga menguraikan ketokohan para alim yang berperan memunculkan kitab Tafsir al-Manar. Mereka adalah as-Sayyid Jamaluddin al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan as-Sayyid Muhammad Rasyid Ridla (1865-1935).

photo
Dalam buku ini, A Malik Madani mengulas tujuh dari sekian banyak tokoh ulama yang berpengaruh signifikan dalam sejarah Islam. - (DOK PRI)

Namun, Malik Madani cenderung berkutat membahas Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla. Pasalnya, ada kesimpangsiuran antara kedua nama tokoh tersebut dalam kaitannya dengan penyusunan kitab Tafsir al-Manar.

Di bagian akhir buku ini, penulis kemudian mengupas tentang kitab tafsir yang paling populer di Indonesia, yaitu Tafsir Jalalain. Itu disusun oleh dua orang ulama bermazhab Syafi’i, yakni Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi.

Al-Mahalli dikenal sebagai ulama yang menguasai berbagai bidang keilmuan seperti fikih, kalam, ushul fikih, nahwu, mantiq, dan lain-lain. Sedangkan as-Suyuthi dikenal sebagai ulama yang memiliki kecerdasan dan daya hafal yang luar biasa, serta banyak menguasasi ilmu keislaman.

Secara umum, para ulama yang dibahas dalam buku ini berasal dari berbagai aliran keagamaan. Bahkan, di dalam buku ini penulis juga membahas ulama penganut teologi Muktazilah, yaitu As-Zamakhsyari, yang menulis Tafsir al-Kasysyaf. Penulis juga menjelaskan secara detail karya az-Zamakhsyari yang satu ini karena dianggap tidak termasuk dalam “daftar hitam” untuk dipelajari di pesantren.

Buku ini mengajak kita mengenali dan menyelami perjalanan hidup dan dunia keilmuan beberapa ulama termasyhur. Kajian dalam buku ini memang tidak terlalu mendalam dan singkat, tapi penulis mampu melakukan peninjauan secara kritis. Dengan membaca buku ini, paling tidak harapannya ghirah keilmuan para pembaca akan tergugah.

KH Malik Madani sebagai penulis buku tersebut merupakan seorang guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia lahir di Tanah Merah, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pada 9 Januari 1952.

Rihlah keilmuannya tidak hanya di dunia akademik, tetapi juga pesantren, termasuk Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan, dirinya pernah menjadi katib aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). 

 

DATA BUKU :

Judul: The Magnificent Seven: Ulama-ulama Inspirator Zaman

Penulis: A Malik Madani

Penerbit: Pusataka Pesantren

Tebal : 170 halaman

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat