Sejumlah massa yang tergabung dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Papua melaksanakan aksi di depan gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (24/2/2021). Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut penolakan rencana perpanjangan otonomi khusus dan daerah ot | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Usul Pemekaran Papua Dikritik

Usulan pemekaran wilayah dinilai bukan dari masyarakat Papua.

JAKARTA—Usulan pemerintah yang bisa melakukan pemekaran wilayah Papua tanpa persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dikritik. Pemerintah mengeklaim pembentukan daerah otonomi baru (DOB) Papua merupakan aspirasi dari masyarakat.

Namun, sejumlah pihak menilai tak ada usulan pemekaran untuk wilayah Papua terkait pembahasan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda mengatakan, pemekaran wilayah harus memperhatikan banyak hal.

Salah satunya adalah mendengar langsung aspirasi dari masyarakat Papua. "Bicara revisi Otsus itu harus datang bicara dengan rakyat Papua. Bukan bicara dengan seorang kepala suku atau elite Papua baru membuat kesimpulan sendiri," ujar Yunus saat dihubungi, Jumat (9/4).

Ia mengatakan, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Otsus Papua juga diminta mendengar aspirasi semua elemen di Papua. Termasuk pihak-pihak yang menolak pemekaran. "Otoritas rakyat Papua ada di DPRP dan MRP yang membawa aspirasi rakyat. Harus bicara juga dengan kelompok yang berseberangan," ujar Yunus.

photo
Peta wilayah adat Papua. - (KementerianPPN/Bappenas)

DPRP menyarankan agar pembahasan RUU Otsus Papua ditunda karena saat ini Bumi Cendrawasih tengah fokus menyukseskan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih, Yops Itlay menegaskan, masyarakat Papua tak pernah mengusulkan pemekaran wilayah. Usulan tersebut, katanya, hanya permintaan sejumlah elite saja. "Tidak pernah ada aspirasi permintaan pemekaran muncul selama ini, baik dari masyarakat maupun mahasiswa," ujar Yops kepada Republika, Jumat.

Menurutnya, pemekaran bukan untuk kepentingan masyarakat Papua, melainkan hanya demi kekuasaan semata. "Hari ini rakyat Papua telah menolak upaya pemerintah untuk memekarkan beberapa daerah, tetapi pemerintah pusat memaksakan kehendak dan ini terkesan kebijakan sepihak yang diambil oleh pemerintah pusat," ujar Yops.

Ia menjelaskan Papua belum memenuhi syarat untuk memekarkan wilayah. Yops mengacu data dari statistik terbaru yang menunjukkan jumlah penduduk Papua hanya sekira 4,35 juta jiwa. Terlebih, menurutnya, Presiden Joko Widodo sudah pernah membuat moratorium pemekaran wilayah.

Yops mengingatkan agar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tak seenaknya dalam mengambil kebijakan. Apalagi, pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan pemerintah pusat tanpa persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Beleid soal pemekaran provinsi Papua juga pernah disorot Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).

photo
Peta kemiskinan wilayah adat Papua. - (KementerianPPN/Bappenas)

Pemerintah dan DPR sebelumnta sepakat merevisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Dalam RUU Otsus Papua usulan pemerintah terdapat ketentuan tambahan mengenai pemekaran daerah provinsi.

Ketentuan pemekaran wilayah tersebut berada pada Pasal 76. Pasal 76 dalam UU 21/2001 menyebutkan, pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP (Majelis Rakyat Papua) dan DPRP (Dewan Perwakilan Rakyat Papua) setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

Sementara, ketentuan pada Pasal 76 dalam RUU Otsus Papua ditambahkan menjadi tiga ayat. Ayat (1) berisi ketentuan yang sama dengan UU 21/2001 di atas. Ayat (2) mengatakan, pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah provinsi menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.

Berikutnya ayat (3) berbunyi, "pemekaran daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah."

photo
Peta IPM wilayah adat Papua. - (KementerianPPN/Bappenas)

Beleid soal pemekaran provinsi Papua ini disorot Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Menurut Pelaksana tugas Direktur Eksekutif KPPOD Arman Suparman, pemekaran belum menjadi solusi alternatif terbaik bagi pemerataan di Papua.

Sebab, kata dia, berdasarkan evaluasi yang ada, pemekaran di Papua belum mencapai tujuannya. "Malah dari catatan kita seharusnya daerah otonomi yang gagal itu perlu digabungkan kembali ke daerah induknya, tapi sejauh ini langkah seperti itu belum ada," ujar Arman kepada Republika, Jumat (12/3).

Menurut Pelaksana tugas Direktur Eksekutif KPPOD Arman Suparman, pemekaran belum menjadi solusi alternatif terbaik bagi pemerataan di Papua. Berdasarkan evaluasi, pemekaran di Papua belum mencapai tujuannya.

“Malah dari catatan kita seharusnya daerah otonomi yang gagal itu perlu digabungkan kembali ke daerah induknya, tapi sejauh ini langkah seperti itu belum ada," ujar Arman kepada Republika.

Partisipasi

Ketua DPR Puan Maharani mengajak masyarakat Papua untuk berpartisipasi dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pembahasan RUU Otsus Papua diharapkan menghasilkan regulasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Khususnya di bidang pendidikan dan ekonomi.

"Berharap agar pada masa mendatang revisi undang-undang ini dapat menghasilkan formulasi yang lebih baik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua dalam berbagai aspek," ujar Puan.

Sementara, anggota Pansus Otsus Papua dari Fraksi Partai Golkar Trifena M Tinal berharap pemekaran berpihak kepada masyarakat Papua. "Apabila ada persiapan pemekaran wilayah di Papua agar tidak hanya ditetapkan oleh pemerintah, tetapi harus mendengar masyarakat Papua, dibahas dan disetujui oleh DPR," ujar Trifena, Kamis (8/4). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat