Pengunjuk rasa antikudeta berlari menghindari aparat keamanan dalam aksi di Yangon, Myanmar, Rabu (31/3/201). | AP/AP

Internasional

Yangon Memerah

Pengunjuk rasa menyerukan aksi membakar barang produksi Cina pada Rabu.

 

YANGON --- Para pengunjuk rasa antikudeta Myanmar memiliki tema baru, Selasa (6/4). Pada pagi hari, mereka mengecat Kota Yangon dengan warna merah untuk mengingatkan junta militer bahwa tangan mereka berlumuran darah. Warna merah terlihat di trotoar, jalan, halte bus, dan tempat lainnya.

“Darah masih belum lagi kering,” ujar sebuah pesan berwarna merah.

Beberapa kelompok menyerukan boikot Festival Air Thingyan, pekan depan. Festival itu menandai tahun baru Buddha. Seruan boikot dituangkan dalam pamflet yang disebarkan di Yangon.

 

Sementara seruan protes lain mengajak orang membakar barang produksi Cina pada Rabu (7/4). Banyak pengunjuk rasa mengalihkan amarah mereka kepada Cina karena negara tetangga itu dinilai mendukung junta.

“Negara rakyat kini tidak peduli pada siapa yang mengajak protes, rakyat selalu siap mengikutinya,” ujar seorang aktivis, Khin Sandar, kepada Reuters.

Sejak kudeta dilancarkan militer pada 1 Februari lalu, ribuan warga Myanmar nyaris tak henti turun ke jalan melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut para pemimpin sipil yang ditangkap seperti Penasihat Negara Aung SAn Suu Kyi dibebaskan. Mereka juga menuntut dijalankannya hasil pemilu November 2020 lalu yang memenangkan unsur-unsur sipil atas militer.

 

Hingga Senin (5/4) Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP) mencatat sebanyak 570 orang, baik yang ikut berunjuk rasa maupun berdiri di tepian, tewas dibunuh pasukan militer. DAru jumlah itu, setidaknya 47 masih anak-anak. Kejadian terkini, the Irrawady melaporkan bahwa pada Selasa (6/4), tiga pria ditembak mati saat mengikuti aksi menolak kudeta di Pinlebu, Sagaing. Seorang gadis berusia 12 tahun juga tertembak meski tak ikut unjuk rasa.

Junta militer Myanmar juga membidik kalangan selebritas, termasuk musisi dan pemengaruh, yang menyuarakan dukungan terhadap aksi demonstrasi menentang kudeta. Nama mereka yang dicari diterbitkan di surat kabar pemerintah, Global New Light of Myanmar, Senin (5/4).

Setidaknya terdapat 20 figur yang diincar militer Myanmar. Foto, kota asal, dan halaman Facebook mereka dipampang di halaman Global New Light of Myanmar.

Mereka dituduh melanggar Pasal 505 (A) KUHP karena menyebarkan berita yang memengaruhi stabilitas negara. Hukuman dari pasal tersebut maksimal tiga tahun penjara.

May Toe Khine adalah salah satu pesohor yang dibidik militer Myanmar. Menurut dia, surat perintah penangkapannya muncul karena dia melakukan tugas sebagai warga sipil. Tugas yang dimaksud adalah mengutarakan kebenaran menggunakan platform media sosialnya. "Mohon selalu perhatikan berita di Myanmar sampai kami menang," tulisnya, dikutip laman TRT.

Jualan daring

Warga Myanmar yang menentang perebutan kekuasaan oleh Militer melakukan penjualan barang untuk mendanai pemerintah bayangan yang menggerakkan protes. Mereka melakukan penjualan secara daring, memanfaatkan media sosial untuk mengumpulkan dana.

Penjualan tersebut tidak hanya terpatok dengan barang-barang seperti pakaian atau mainan. Beberapa orang menawarkan pelajaran musik dan les keterampilan lainnya. Warga asing didorong untuk menyumbang, tetapi penggalangan dana di dalam Myanmar juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik untuk menantang penggulingan pemerintah terpilih yang juga pemimpin Partai National League for Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi.

photo
Dua warga meneriakkan peringatan bagi warga sebelum aparat keamanan tiba membubarkan aksi unjuk rasa di Mandalay, beberapa waktu lalu. - (AP/STR)

Pengguna Facebook telah menggunakan jejaring sosial untuk menjual harta benda mereka. Semua uang yang terkumpul akan digunakan untuk mendanai Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) yang dibentuk oleh anggota parlemen terpilih yang diblokir militer sejak kudeta.

Komite tersebut menyebut dirinya sebagai satu-satunya pemerintah yang sah di negara itu. Mereka menolak junta yang berkuasa karena tidak memiliki kedudukan hukum. Sementara junta telah melarang CRPH dan menyatakannya sebagai pengkhianat. Junta mengancam akan memenjarakan tidak hanya anggotanya, tetapi siapa pun yang mendukung CRPH.

Pekan lalu, seorang remaja putri melelang koleksi musik dan memorabilia K-pop, terutama dari grup musik EXO. Siapa pun yang tertarik harus menunjukkan tanda terima untuk sumbangan ke CRPH.

Penjual jasa pun tidak kalah aktif. Seorang penjahit yang menawarkan untuk menjahit pakaian tradisional Myanmar secara gratis kepada mereka yang menyumbang 25 dolar AS. Ada pula seorang musisi yang menawarkan pelajaran gitar dan ukulele seumur hidup. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat