IKHWANUL KIRAM MASHURI | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Pemerintah Baru Libya Ditantang Seorang Pengelana

Ia pun menyebut dirinya ‘pengelana perdamaian’.

Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI

OLEH IKHWANUL KIRAM MASHURI

Ketika ditangkap milisi bersenjata di Kota Zawiya, Libya Barat, 24 Maret lalu, pemuda ini sudah menempuh perjalanan sekitar 2.020 kilometer. Sejauh 130 kilometer ia lalui dengan berjalan kaki dan 1.900 kilometer berikutnya menunggang unta.

Penangkapan itu, membuat pesan perdamaian yang ingin ditebarkan sang pemuda dalam pengelanaannya di bumi Libya terhenti atau tertunda.

Pemuda itu, Abdul ‘Aali al Sayegh al Habouni, 30-an tahun. Sejumlah media berbahasa Arab yang menjadi sumber tulisan ini tidak memerinci profilnya. Ia memulai pengelanaannya dari ujung timur Libya, berbatasan dengan Mesir, 24 Februari lalu.

Tujuannya, mencapai Ras Ajdir, desa di ujung barat Libya yang berbatasan dengan Tunisia, melintasi gurun pasir dan kota-kota di jalur pantai selatan Libya.  

Di setiap kota yang ia lewati dan setiap orang yang ia temui, ia menyampaikan arti penting perdamaian dan persatuan bagi warga Libya. Persatuan dan perdamaian telah dikoyak konflik dan perang. Ia pun menyebut dirinya ‘pengelana perdamaian’.

Menurut al Habouni, pengelanaannya buat membantu Pemerintahan Libya Bersatu yang terbentuk awal Februari lalu. Pemerintahan yang untuk pertama kalinya diakui semua pihak di Libya, sejak tergulingnya rezim Muammar Khadafi, lebih dari 10 tahun lalu.

 
Di setiap kota yang ia lewati dan setiap orang yang ia temui, ia menyampaikan arti penting perdamaian dan persatuan bagi warga Libya.
 
 

Salah satu agenda penting dari pemerintahan yang dipimpin Muhammad al Manfi (ketua Dewan Presiden) dan Abdul Hamid Dabaiba (perdana menteri) ini, menggalang rekonsiliasi nasional serta menciptakan perdamaian.

 

Al Habouni mengawali pengelanaannya dari kampung halamannya di Imsaed, desa di ujung timur Libya, dengan berjalan kaki. Saat tiba di Kota Tobruk, tiga hari kemudian, ia disambut meriah warga bak pembawa obor api olimpiade.

Para tetua suku berebut menawarkan penginapan dan bekal perjalanan. Bahkan, mereka memberi hadiah seekor unta tunggangan. Di negara Arab, terutama Afrika Utara, terdapat dua jenis unta. Unta perah sekaligus sembelihan dan unta tunggangan.

Unta tunggangan dipakai untuk pacuan atau kendaraan di padang pasir. Harganya selangit, bisa lebih mahal dari Mercy atau BMW baru. Bendera putih ia kibarkan di punggung unta, penanda misi perdamaiannya.

Dan, sebagai pengelana di zaman now, ia tidak lupa melengkapi diri dengan ponsel, laptop, charger, dan penyambung internet.

 
Sebagai pengelana di zaman now, ia tidak lupa melengkapi diri dengan ponsel, laptop, charger, dan penyambung internet.
 
 

Lewat foto dan video yang ia unggah di akun media sosialnya, jutaan warga Libya bisa mengikuti detail perjalanannya. Termasuk pertemuannya dengan tetua suku, pejabat setempat, para pemuda, dan seterusnya. Ia juga selipkan soal persatuan dan perdamaian.

Hingga hari ke-25 pengelanaannya, sang pemuda tiba-tiba hilang dari peredaran. Akun media sosialnya tak ter-update. Banyak yang penasaran, apakah baterainya habis, tidak ada internet?  Mereka berdoa semoga tak terjadi hal buruk pada al Habouni.

Dua hari kemudian, masyarakat Libya dikejutkan potongan video di media sosial, tentang penyanderaan sang pengelana oleh milisi bersenjata di Kota Zawiya di Libya Barat. Tampak di video itu unta al Habouni disembelih dan dagingnya untuk jamuan pesta milisi itu.

Penyanderaan al Habouni dan penyembelihan untanya itu, langsung mengguncang masyarakat Libya dan memicu kemarahan. Wali Kota al Rajban, Osthman al Shabani mengungkapkan, ia yang menyambut sang pengelana perdamaian ketika memasuki kotanya.

 
Penyanderaan al Habouni dan penyembelihan untanya itu, langsung mengguncang masyarakat Libya dan memicu kemarahan.
 
 

Bahkan ia terus mendampingi dan membantunya selama berada di wilayahnya. Namun, ketika akan keluar Kota al Rajban, sekelompok milisi bersenjata mengepung mereka dan membawa ke tempat yang ia tidak ketahui di Kota Zawiyah, dekat Kota al Rajban.

Setelah negosiasi dan mediasi, sang wali kota dibebaskan tetapi  Habouni terus ditahan. Berdasarkan pengamatan pada tulisan dan tanda di kendaraan para penculik, sang wali kota mengetahui, mereka dari milisi pimpinan Muhammad Bahron.

Ia didakwa di pengadilan sebagai dalang penyelundupan imigran gelap sejak 2017. Milisi marak sejak tergulingnya rezim Muammar Khadafi pada 2011. Mereka lahir akibat konflik berkepanjangan dan tidak adanya pemerintahan yang kuat.

Milisi bersenjata tersebut, ada yang berafiliasi ke penguasa kota, suku, kelompok radikalis-ekstremis seperti Alqaidah dan bahkan ke pengusaha. Akibatnya, Libya bak negara tak bertuan.

Al Habouni akhirnya dibebaskan beberapa hari lalu, setelah campur tangan tetua dan pemimpin sukunya, suku Haboun. Yakni dengan menekan para syekh dan penguasa Kota Zawiya, agar segera turun tangan melepaskan tawana dan memastikan keselamatannya.

Untuk sementara, Habouni menghentikan misi perdamaiannya di bumi Libya di kilometer 2.020. Penyekapan sang pengelana perdamaian itu, membuka mata para pihak di Libya, terutama pemerintah bahwa negara harus hadir di setiap persoalan warganya.

Pemerintah baru Libya kini seolah ditantang sang pengelana perdamaian untuk segera bertindak, bahwa negara tidak boleh kalah oleh preman, milisi bersenjata, dan kelompok-kelompok liar di luar hukum.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat