Dessy Fransisca menemukan kedamaian dalam Islam. | Istimewa

Oase

Dessy Fransisca Mimpi Berhijab Sebelum Mualaf

Sejak menjadi seorang Muslimah, Dessy merasa semakin damai, tak lagi digayuti depresi.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

 

Bagi kaum Muslimin, ada doa yang selalu dipanjatkan seiring shalat lima waktu, yakni ayat dari surah al-Fatihah: “Ihdina ash-shirath al-mustaqim” (tunjukilah kami jalan yang lurus). Kata hada yang merupakan akar dari ihdina dalam ayat tersebut berarti ‘menunjuk'. Ini seakar dengan hidayah yang berarti petunjuk dari Allah.

Bagaimanapun, hidayah itu tidak hanya ditujukan kepada mereka yang sudah beriman. Atas izin Allah, orang-orang yang tidak atau belum berislam pun dapat menerimanya. Petunjuk Allah SWT menyinari siapapun yang dikehendaki-Nya.

Dessy Fransisca mengaku bersyukur lantaran telah mendapatkan hidayah Allah Ta’ala. Hatinya sudah menerima cahaya kebenaran. Dua kalimat syahadat yang diucapkannya hari itu tidak hanya mengawali babak baru dalam kehidupannya, yakni sebagai seorang pemeluk agama tauhid.

Ikrar tersebut juga menjadi pengingat baginya agar terus berupaya istikamah dalam iman dan Islam. Karena itu, salah satu langkah pertamanya sejak menjadi Muslimah ialah meninggalkan dunia malam yang sarat hal-hal syubhat, apatah lagi haram.

Perempuan yang kini berusia 21 tahun itu lahir dari kedua orang tua yang non-Muslim di Pekanbaru, Riau. Sejak masih anak-anak, dia cukup longgar dalam hal agama. Diakuinya, waktu itu ia bukanlah penganut yang taat. Beberapa ritual yang diikutinya hanya perayaan-perayaan besar tahunan. Itu pun masih berpadu dengan kebiasaan umumnya warga keturunan Tionghoa.

Sejak lulus SMA pada 2018, Dessy memutuskan untuk pergi merantau ke luar daerah demi mencari penghasilan. Syukurlah, dia mendapatkan pekerjaan dalam bidang pariwisata di sebuah biro perjalanan di Bali.

Selama bekerja di Pulau Dewata, dia cenderung mudah terseret dalam dunia malam. Meskipun demikian, wanita ini merasa hatinya tidak nyaman akan lingkungan kerjanya. Gelisah kerap membayanginya lantaran ingin keluar dari lingkaran pergaulan tersebut.

 
Ada saatnya dia ingin menjauh dari dunia malam, tetapi itu sering berkaitan dengan pekerjaannya. Namun, Dessy akhirnya memutuskan untuk berhenti.
 
 

Ada saatnya dia ingin menjauh dari dunia malam, tetapi itu sering berkaitan dengan pekerjaannya. Namun, Dessy akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja di sana. Selanjutnya, ia pun pergi merantau ke daerah lain.

Harapannya, ia akan menemukan lingkungan yang lebih berterima di hati dan pikiran. Berbekal pengalaman yang ada, sektor pariwisata masih menjadi pilihannya sebagai mata pencaharian.

Dari Bali, Dessy bertolak ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di ibu kota provinsi tersebut, ia cukup lama mencari-cari lowongan pekerjaan. Dalam pikirannya, Yogyakarta sebagai salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia seharusnya menyediakan banyak lowongan terkait turisme.

Namun, ia saat itu kurang beruntung. Sudah beberapa lama dia mencari pekerjaan, tidak dapat jua. Apalagi, pandemi Covid-19 semakin parah sehingga pembatasan sosial terjadi di mana-mana.

Lowongan kerja kian sulit ditemukan. Dessy kemudian memutuskan untuk kembali ke daerah asalnya. Dia pun mendapat pekerjaan sebagai pegawai administrasi.

Namun, posisi ini tak lama dipertahankannya. Sebab, perusahaan tempatnya bekerja terancam gulung tikar. Perempuan ini menjadi salah satu “korban” pemutusan hubungan kerja atau PHK demi kelangsungan perusahaan. Ia pun kembali menjadi seorang tuna karya.

Di saat berupaya menjauhi pergaulan yang tidak sehat, Dessy justru merasakan pahitnya kesulitan mencari pekerjaan. Penghasilan nyaris tiada, sedangkan uang tabungan terus tergerus. Bahkan, saking depresi dan putus asanya, sempat dia berniat melakukan bunuh diri.

 
Saya merasa kosong. Rasa-rasanya, kok masalah terus-menerus menimpa saya? Jadi saya putus asa saat itu.
 
 

“Saya merasa kosong. Rasa-rasanya, kok masalah terus-menerus menimpa saya? Jadi saya putus asa saat itu,” ujar dia menuturkan kisahnya kepada Republika beberapa waktu lalu.

Selama di kampung halaman, Dessy terus dikuatkan mentalnya, termasuk oleh teman-teman dekatnya. Kebetulan, mereka seluruhnya beragama Islam. Dari kawan-kawannya itu, Dessy melihat adanya semangat hidup. Apalagi, ia merasa, mereka tak pernah depresi walaupun berbagai persoalan mendera hidup masing-masing.

“Seorang Muslim akan berserah diri kepada Allah SWT ketika masalah menghampiri. Dengan begitu, jauh dari rasa putus asa,” ucap dia menirukan perkataan seorang kawan Muslimnya.

photo
Dessy Fransisca menemukan kedamaian dalam Islam. - (DOK IST)

Mengalami mimpi

Pada malam awal tahun 2021, Dessy mengalami sebuah mimpi yang tak biasa. Dalam mimpinya, perempuan ini merasa sedang memakai jilbab. Saat becermin, ia tersenyum karena senang dengan penampilan khas Muslimah itu. Begitu bangun dari tidurnya, ia terkejut; seperti tak percaya akan mimpi yang baru saja dialaminya.

Sesudah itu, Dessy terus memikirkan kejadian tersebut. Akhirnya, disimpulkannya bahwa mimpi itu adalah sebuah pertanda. Ada tanda-tanda baginya untuk mempelajari Islam atau bahkan memeluk agama ini.

Ia kemudian menuturkan mimpinya itu kepada salah seorang Muslim yang juga teman dekatnya. Dessy lantas mengungkapkan keinginannya untuk memeluk Islam.

Kawan dekatnya ini adalah seorang pria. Muslim itu lalu meminta tolong ibunya, yang bernama Dewi, untuk menemani Dessy ke sebuah masjid di wilayah Pekanbaru. Di sana, seorang ustaz akan menjelaskan kepadanya tentang Islam.

 
Dalam mimpinya, perempuan ini merasa sedang memakai jilbab. Saat becermin, ia tersenyum karena senang dengan penampilan khas Muslimah itu.
 
 

Beberapa pekan berlalu. Dessy semakin memantapkan hati dan pikirannya untuk menerima Islam. Maka tepat pada 5 Februari 2021, Dessy kembali mendatangi masjid yang sebelumnya dengan ditemani Bu Dewi. Di sanalah dia mengucapkan dua kalimat syahadat untuk pertama kalinya. Setelah resmi beragama Islam, ia pun langsung memilih mengenakan hijab.

Memeluk Islam bagi Dessy adalah hal yang sangat disyukurinya. Ia merasa, agama ini memberikan ketenangan dalam batin. Ibadah-ibadah pun rutin dilakukannya sembari terus belajar aspek-aspek fikih dan syariat.

Selama di Pekanbaru, ia tinggal menumpang di rumah keluarga kakaknya. Walaupun selalu disembunyikan, akhirnya ketahuan bahwa kini Dessy telah memeluk Islam. Tanggapan sang kakak kurang menyenangkan.

“Saya kesulitan untuk menjalankan shalat dan memakai jilbab. Kalau ketahuan pakai jilbab, disuruh lepas. Jadi, saya terpaksa memakai jilbab hanya jika keluar rumah kakak saya. Itu pun memakainya di tengah jalan, tidak di rumah,” jelas dia.

Karena tidak leluasa, Dessy pun memutuskan pergi dari rumah kakaknya. Namun, saat itu dia tidak memiliki uang cukup untuk sewa rumah. Ia pun menumpang di rumah teman dekatnya selama satu pekan.

“Lalu kerabat teman saya ada yang memiliki penyewaan indekos. Saya pun ditawari gratis. Hanya saja, karena teman saya laki-laki dan khawatir ada fitnah lantaran letak (indekos) dekat dengan rumah dia, maka saya hanya menempati kos itu selama satu bulan,” tuturnya.

Dessy kemudian memutuskan mencari indekos yang cukup jauh dari lingkungan tempat tinggal temannya itu. Ujian hidup lainnya datang. Kali ini, tekanan berasal dari kedua orang tuanya sendiri.

 
Dessy begitu menjadi mualaf, sebenarnya ingin menyembunyikan kabar tentang keislamannya.
 
 

Dessy begitu menjadi mualaf, sebenarnya ingin menyembunyikan kabar tentang keislamannya. Akan tetapi, hatinya tidak tenang. Ia pun berniat untuk memberi tahu kedua orang tuanya. Itu dilakukan tidak secara langsung.

"Ayah saya memiliki penyakit sehingga saya khawatir penyakitnya akan kambuh begitu mendengar anaknya memeluk Islam. Maka saya menyampaikannya melalui perantara tante dan anak teman ayah saya yang kebetulan dekat dengan orang tua saya di Bengkalis,” ujar dia.

Meskipun sempat terjadi cekcok, kini hubungannya dengan kedua orang tua telah berjalan harmonis. Kepada mereka, Dessy menampik kekhawatiran bahwa keputusannya memeluk Islam berdasarkan pengaruh dari teman laki-lakinya—putra Bu Dewi.

Ia pun menegaskan, hal itu tidaklah benar. Sebab, sejak kecil pun ia bergaul dengan banyak teman Muslim dan berada di lingkungan warga Muslim pula.

Pernah sesekali, dia ikut-ikutan berpuasa, tapi tidak sampai maghrib karena tidak kuat menahan haus. Setelah menjadi mualaf, ia pun mulai mencoba-coba berpuasa sunah. Dengan begitu, ia dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong Ramadhan pertamanya.

Saat ini Dessy masih belajar untuk menghafal surat-surat pendek. Untuk bacaan shalat utama dia sudah hafal, tetapi baru satu surat pendek yang dihafalnya, yakni al-Ikhlas. Sedangkan untuk mengaji, ia masih belajar dengan bantuan buku Iqra.

Dia juga beberapa kali ikut dalam pengajian Ustaz Abdul Somad (UAS) ketika sedang mengadakan kajian di Pekanbaru. Selanjutnya, Dessy hanya mengandalkan kajian daring yang sering diputar di Youtube maupun media-media sosial lain.

 
Sejak menjadi Muslimah, rasa depresi yang dahulu sempat melanda tak lagi menggayuti hati.
 
 

Saat ini, Dessy berharap Allah selalu menguatkan hatinya dalam Islam. Sejak menjadi Muslimah, rasa depresi yang dahulu sempat melanda tak lagi menggayuti hati. Ia merasa kini hidupnya lebih damai. Kapanpun ada masalah hidup yang membuatnya kalut, ia langsung mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat.

“Dengan shalat, timbul perasaan damai. Dalam shalat, saya selalu memohon agar Allah menjadikan saya kuat dalam iman dan Islam. Apalagi, yang saya yakini, Allah tidak akan memberikan ujian atau cobaan melebihi kemampuan hamba Nya,” katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat