Petugas bersiap memberi makan ulat Maggot yang dibudidayakan di kawasan Pesanggrahan, Jakarta, Rabu (22/7). Budidaya ulat Maggot yang dapat mengurai sampah organik itu sebagai salah satu cara untuk mengatasi permasalahan banyaknya limbah rumah tangga yang | Republika/Putra M. Akbar

Bodetabek

Tiga Strategi DLH Kelola Sampah di Kota Bogor

Sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor setiap harinya mencapai 600 ton.

BOGOR -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor memiliki tiga strategi dalam pengelolaan sampah. Selain mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga di Kabupaten Bogor, DLH juga memanfaatkan Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R), serta budi daya ulat maggot pengurai sampah.

"Untuk pengelolaan sampah, kami melakukan pengangkutan, memanfaatkan TPS3R berbasis kewilayahan, dan budi daya maggot," kata Kepala Bidang Persampahan DLH Kota Bogor, Febi Darmawan saat ditemui di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/3).

Febi menjelaskan, sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor setiap harinya mencapai 600 ton. Semua sampah itu diangkut ke TPA Galuga, yang 60 persen merupakan sampah organik. Sementara itu, sampah plastik sebanyak 20 persen, dan sisanya sampah anorganik.

Dia menjelaskan, di Kota Bogor sudah ada 27 TPS3R yang bisa dimaksimalkan. Namun, sampah yang diolah di TPS3R masih ada reduksi sampah karena belum bisa mengolah secara keseluruhan. Sehingga, sisa sampah tetep dibuang ke TPA Galuga.

"Tapi, itu residunya kecil, sekitar 15 persen. Sisanya sudah bisa diolah menjadi kompos, dan sebagainya. Yang plastik dibuang ke Bank Sampah Induk Berbasis Aparatur (Basiba)," tutur Febi.

Menurut dia, DLH Kota Bogor gencar menyosialisasikan budi daya maggot kepada masyarakat. Pasalnya, dari ratusan ton sampah yang dihasilkan masyarakat sehari-hari, didominasi sampah organik yang dapat diurai oleh maggot. Apalagi, sambung dia, 70 persen sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Bogor berasal dari rumah tangga.

Sementara  itu, 30 sisanya merupakan sampah dari tempat usaha, seperti pedagang, penyedia jasa, komersial, dan perkantoran. "Karena memang timbunan sampah yang dihasilkan itu paling banyak di Kota Bogor dari sampah organik," jelas Febi.

 
Karena memang timbunan sampah yang dihasilkan itu paling banyak di Kota Bogor dari sampah organik.
 
 

Dia mengungkapkan, produksi sampah sempat berkurang ketika Pemkot Bogor memberlakukan sistem ganjil-genap pada Februari 2021. Kebijakan itu terbukti mengurangi volume kendaraan dan jumlah wisatawan. Alhasil, sampah kiriman hotel dan rumah makan pada akhir pekan, menurun drastis.

Berdasarkan catatan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Galuga, menurut Febi, sampah kiriman hanya sekitar 500-an ton per hari ketika ada ganjil-genap pada akhir pekan. "Tetap ada pengurangan, cuma kalau kita lihat secara presentase, itu nggak signifikan," ucap Febi.

Anggota Komisi III DPRD Kota Bogor, Adityawarman Adil, mengatakan, proses pengolahan sampah yang diterapkan DLH Kota Bogor merupakan kesepakatan antara DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Dia menyebut, semua program DLH masuk dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) 2021.

Meski begitu, Adit mendorong, DLH ke depannya memperkuat program penanggulangan sampah yang melibatkan berbagai unsur. Dengan begitu, sampah yang dihasilkan tak langsung dibuang ke TPA. "Perlu memperkuat program-program sampah berbasis partisipasi masyarakat," ujarnya.

Adit menjelaskan, walaupun belum seluruh satuan masyarakat bisa melaksanakan budi daya maggot untuk mengurai sampah organik, tapi langkah itu perlu digencarkan. Selain itu, DLH juga mesti mengajak masyarakat di lingkungan rumah tangga untuk memisahkan sampah organik dan nonorganik. "Mulai dari rumah tangga sudah mulai menyortir sampah."

photo
Ketua Komunitas Sungai Putat (KSP) Syamhudi menyemprotkan air untuk minuman ribuan lalat tentara hitam (hermetia illucen) atau Black Soldier Fly (BSF) di dalam kandang jaring, di Posko KSP di Siantan, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (25/1/2021). Budidaya lalat yang menghasilkan maggot (larva) tersebut berguna untuk mengurai sampah organik hingga tiga kali berat tubuhnya, serta dapat menjadi pakan alternatif untuk ikan dan ternak unggas yang dijual seharga Rp10 ribu per kilogram. - (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat