Investasi berdampak sosial (ilustrasi) | Freepik

Perencanaan

Impact Investing, Apakah Itu?

Tren investasi berdampak sosial (impact investing) di Indonesia tidak lepas dari dorongan generasi milenial.

Tren investasi berdampak sosial (impact investing) di Indonesia, tidak lepas dari dorongan generasi milenial yang menuntut adanya nilai keberlanjutan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam membangun portofolio keuangan.

Kehadiran perusahaan teknologi keuangan yang khusus memberikan pendanaan atau lazim disebut p2p lending menjadi salah satu pilihan yang digemari generasi anak muda, karena dinilai dapat menyelesaikan isu sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam masyarakat.

Salah satu pelaku investasi seperti ini, Lusia Arumingtyas (28 tahun) mengaku tertarik melakukan investasi berdampak sosial karena alasan diversifikasi usaha. Meskipun awalnya takut menginvestasikan uang pada perusahaan tersebut, dia tertarik karena bisa membantu orang lain.

Sejak tiga tahun lalu, Lusia mengikuti investasi di iGrow, yang membantu petani mengembangkan usahanya. “Ada detainya ketika investasi, misalnya di komoditas ini berapa nilai emisi karbon yang bisa ditekan. Yang merasa seru saja karena bisa membantu petani, kita bantu modalnya,” kata Lusi kepada Republika, Februari lalu.

Lusia memang tertarik menanamkan uang di bidang usaha yang memberi dampak sosial, setelah mencoba model investasi lain. Meski keuntungannya tak terlalu besar, tapi dia senang ada nilai plus menginvestasikan uang di iGrow.

Saat tahun pertama, Lusia mengatakan sempat mendapat keuntungan. Dia juga senang mendapat informasi terkini dari komoditas yang dipilih untuk menginvestasikan uangnya, misalnya kapan penyemaian, atau panen. Sayangnya pada awal 2020, petani gagal panen. ''Investasi nggak melulu memasimalkan keuntungan,” ujar Lusia.

 

photo
Investasi berdampak sosial (ilustrasi) - (Freepik)

Dominasi milenial

Studi PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dalam Social Accountability Report (SAR) 2019 menunjukkan berdasarkan jumlah pendana Amartha, sebanyak 68 persen didominasi oleh generasi milenial, kemudian disusul 19 persen oleh generasi X, 10 persen oleh generasi Z, dan 3 persen oleh baby boomers. Berdasarkan besaran nilai pendanaan, 44 persen didominasi oleh generasi X, kemudian 40 persen oleh generasi milenial, 10 persen baby boomers, dan tiga persen generasi Z.

“Perkembangan tren investasi berdampak sosial merupakan wujud riil penerapan nilai gotong-royong yang melekat di benak generasi milenial,” kata Chief Risk and Sustainability Amartha, Aria Widyanto dalam keterangan tertulisnya.

Dengan adanya perusahaan teknologi keuangan (fintech) pendanaan, menurut dia, generasi milenial mendapat pilihan untuk terus menjalankan nilai dan semangat gotong royong dan berkelanjutan, tanpa mengorbankan uang mereka, melainkan mendapatkan hasil yang serupa dengan investasi tradisional.

Dia meyakini tren investasi berdampak sosial akan terus berkembang, khususnya pada sektor usaha mikro yang selama ini kurang diminati lembaga keuangan formal.

Berdasarkan studi Angel Investor Network Indonesia (ANGIN) pada 2020 lalu, salah satu sektor yang menjanjikan impact investment adalah pada perempuan pelaku usaha mikro yang dinilai dapat memberikan kontribusi 135 miliar dolar AS (sekitar Rp 1,8 kuadriliun) pada PDB tahunan.

Aria Widyanto mengatakan Amartha optimistis bahwa tren impact investing dapat terus berkembang, mengingat dampak yang diciptakan sangat terasa bagi masyarakat. Contohnya, pendapatan mitra Amartha setelah mendapatkan pembiayaan kini dapat meningkat sebesar dua kali hingga tujuh kali lipat, dan dibarengi keuntungan kepada para pendana Amartha.

Aria mengatakan bonus demografi telah dimanfaatkan dengan baik melalui impact investment oleh para generasi milenial. Semangat dan antusiasnya harus terus didukung agar dampak yang diciptakan menjadi lebih besar lagi, sehingga gap ketimpangan kesejahteraan di Indonesia dapat diperkecil. Aria menyebutkan impact investment adalah cara terbaik untuk mengoptimalkan keuangan pribadi sekaligus ekonomi nasional.

 

 

 

Perkembangan tren investasi berdampak sosial merupakan wujud riil penerapan nilai gotong-royong yang melekat di benak generasi milenial.

 

Aria Widyanto
 

 

 

 

Cek Dulu ke OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan imbauan kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan ajakan berinvestasi yang menawarkan keuntungan besar dalam waktu singkat atau menggunakan influencer dan figur publik.

OJK juga mengingatkan bahwa investasi ilegal itu juga terkadang memuat pernyataan-pernyataan dari tokoh publik tersebut sehingga seolah-olah ia memperkenalkan produk investasi yang ternyata "bodong." "Hati-hati, kalau mau bertanya legal atau ilegal tanyakan dulu ke OJK,” kata anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara.

Untuk berinvestasi secara aman, lanjut dia, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, di antaranya mengenali kebutuhan dan kemampuan. Selain itu dia mengimbau untuk mengenali produk dan lembaga jasa keuangan yang menawarkan atau mengajak berinvestasi.

Langkah aman lain yakni dengan mengenali manfaat dan risiko, tidak hanya dilihat keuntungan semata karena semua produk investasi memiliki tingkat risiko dari kecil hingga besar. “Untuk jangka panjang misalnya investasi emas itu naik terus tapi jangka pendek itu fluktuatif,” imbuhnya.

 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat