Petugas medis menunjukkan vaksin Covid-19 di Mataram, NTB, Rabu (17/3/2021). Pemprov NTB meminta Pemda kabupaten dan kota di wilayah NTB mempercepat pelaksanaan vaksinasi COVID-19, karena sebanyak 1.477 dosis vaksin COVID-19 yang didistribusikan pada taha | ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Dialektika

Setahun Covid-19, Strategi Eliminasi Pandemi

Saatnya berhenti dari strategi setengah hati dan secara serius beralih ke strategi eliminasi pandemi yang berkelanjutan.

OLEH YUSUF WIBISONO, Direktur IDEAS; ASKAR MUHAMMAD, Peneliti IDEAS; MELI TRIANA DEVI, Peneliti IDEAS; NURI IKAWATI, Peneliti IDEAS

Setahun berperang melawan pandemi, Indonesia masih jauh dari berhasil dalam mengendalikan pandemi, terlebih melenyapkannya. Per 9 Maret 2021, kasus positif Indonesia mendekati 1,4 juta kasus, tertinggi di Asia Tenggara, dengan kurva yang kian curam.

Bila untuk 100 ribu kasus pertama dibutuhkan 147 hari, untuk 100 ribu kasus terkini hanya dibutuhkan 12 hari saja. Korban jiwa yang berjatuhan semakin mengkhawatirkan. Bila untuk 5.000 kematian pertama dibutuhkan 150 hari, maka untuk 5.000 kematian terkini hanya dibutuhkan 22 hari saja.

Di saat yang sama, kerusakan ekonomi yang ditimbulkan Covid-19 adalah luas. Dibandingkan 2019, jumlah penduduk miskin 2020 bertambah 2,8 juta orang, dengan jumlah pengangguran bertambah 2,1 juta orang. Atas nama kebutuhan tinggi untuk “menyelamatkan perekonomian”, mencegah kebangkrutan bisnis, menekan pengangguran dan menahan kemiskinan massal, maka kemudian “new normal” diluncurkan.

Sebagaimana IDEAS telah khawatirkan di Republika, 11 Juni 2020, pelonggaran restriksi yang prematur ini kemudian memicu transmisi virus yang masif.

Dilema antara kesehatan dan ekonomi telah banyak membuat negara-negara terjebak pada siklus infeksi virus berulang dengan kerusakan ekonomi yang semakin masif. Kerusakan ekonomi skala besar telah memukul hampir seluruh sektor ekonomi secara keras, dan mengempaskan jutaan pelaku ekonomi dalam waktu singkat, termasuk pelaku ekonomi kecil.

Hilangnya lapangan kerja dan kemiskinan, telah memaksa penduduk melakukan apapun untuk bertahan hidup. Sepanjang 2019-2020, sebagian pekerja berpindah dari kota ke desa yang membuat tenaga kerja sektor pertanian naik hingga 3,9 juta, dan sebagian yang lain semakin memenuhi sektor informal perkotaan di mana tenaga kerja sektor perdagangan dan penyediaan makanan-minuman bertambah masing-masing 980 ribu orang dan 110 ribu orang.

photo
Pandemi, katup kota-desa dan sektor informal. (IDEAS/Dialektika Republika) - (IDEAS/Dialektika Republika)

Urgensi Strategi Baru

Keberhasilan berbagai negara memutus transmisi virus di komunitas lokal melalui intervensi non farmasi yang sistematis dan kebijakan containment yang agresif, menunjukkan signifikansi strategi “zero Covid” dalam melindungi kesehatan publik sekaligus perekonomian. 

Pengalaman global menunjukkan bahwa perilaku pemerintah adalah faktor kunci yang paling menentukan pengalaman krisis yang dijalani masing-masing negara. Negara-negara yang keras dan agresif berupaya melenyapkan Covid-19 (zero-Covid strategy), jauh lebih berhasil dalam memerangi virus dengan prospek ekonomi yang cerah dibandingkan negara-negara yang hanya sekadar berupaya mengendalikan pandemi saja.

Mengejar target “zero-Covid” memberi hasil kesehatan-ekonomi yang jauh lebih baik dibandingkan “hidup berdamai dengan virus”.

Pengalaman global ini menjadi sangat relevan dan signifikan seiring penyebaran virus varian baru terkini yang jauh lebih menular, gelombang kedua yang sesungguhnya. Mutasi virus diyakini menurunkan efektivitas vaksinasi, membuat perlindungan vaksin hanya akan efektif dalam jangka panjang. Bergantung sepenuhnya pada vaksinasi sebagai jalan keluar dari pandemi adalah pilihan kebijakan yang berisiko tinggi.

Strategi “zero-Covid” menjadi signifikan karena ia menyelamatkan banyak nyawa, melindungi populasi dari fenomena “long-Covid”, serta mencegah memburuknya kesenjangan dan kontraksi perekonomian. Strategi “zero-Covid” juga tercatat mampu dilakukan dalam ragam kondisi berbeda terkait letak geografis, ukuran populasi, maupun sistem politik pemerintahan, seperti China, Taiwan, Vietnam, Singapura, Australia dan Selandia Baru.

photo
Pilihan kebijakan melawan Covid-19. (IDEAS/Dialektika Republika) - (IDEAS/Dialektika Republika)

Tidak ada kata terlambat untuk adopsi strategi “zero-Covid”. Virus terbukti mampu dilenyapkan bahkan setelah transmisi lokal yang sangat masif seperti di Wuhan, China, dan di Victoria, Australia. Setelah transmisi virus terhenti dan negara mendeklarasikan diri sebagai “zona hijau”, maka kehidupan normal dapat kembali diperkenalkan. Menutup perbatasan dan melarang perjalanan dari luar wilayah menjadi keharusan untuk menjaga masuknya kembali virus.

Namun menutup perbatasan dan melarang perjalanan tidak dapat dilakukan selamanya. Dibutuhkan koordinasi lintas negara di sini. Semakin banyak negara yang mengadopsi strategi “zero-Covid”, semakin mudah strategi ini dilakukan. Seiring semakin banyak negara yang mencapai eliminasi virus, maka kontrol perbatasan dan larangan perjalanan dapat dilonggarkan untuk sesama wilayah “zona hijau” yang memungkinkan adanya perjalanan antarnegara yang bebas pemeriksaan dan karantina.

photo
Strategi Zero-Covid dan eliminasi pandemi. (IDEAS/Dialektika Republika) - (IDEAS/Dialektika Republika)

Strategi “Zero-Covid”

Memutus transmisi lokal dan menghapus virus dari suatu wilayah yang telah terinfeksi Covid-19 membutuhkan kebijakan cepat dan sistematis. Perencanaan untuk penciptaan “Zona Hijau” bebas Covid-19 setidaknya memiliki tiga elemen utama.

Pertama, upaya menurunkan jumlah kasus infeksi secara cepat menuju nol melalui intervensi nonfarmasi skala besar. Kedua, mencegah terjadinya transmisi virus lebih lanjut atau masuknya kembali virus, melalui sistem testing, tracing and treatment yang efektif bersamaan dengan penutupan perbatasan dan larangan perjalanan. Ketiga, manajemen pengendalian virus secara cepat jika terjadi kembali infeksi secara sporadis. 

Dalam strategi “zero-Covid”, satu kasus infeksi adalah terlalu banyak. Setiap kasus infeksi di suatu wilayah harus diselesaikan secepatnya hingga nol, terlebih bila telah terjadi transmisi lokal secara masif.

Jalur menuju nol kasus, umumnya melalui sejumlah tahap dengan respons yang cepat dan agresif. Fase pertama, pemberlakuan lockdown hingga kasus infeksi di bawah 10 kasus per 100 ribu penduduk per pekan.

photo
Strategi Aggressive Suppression dan melandaikan kurva pandemi Covid-19. - (IDEAS/Dialektika Republika)

Fase kedua, melanjutkan intervensi nonfarmasi untuk mencapai kasus infeksi di bawah 5 kasus per 100 ribu penduduk. Fase ketiga, upaya mencapai nol kasus.

Dan terakhir, deklarasi sebagai “Zona Hijau”. Setelah deklarasi sebagai zona hijau, kehidupan normal dapat diperkenalkan kembali dengan diberlakukan restriksi perjalanan yang ketat di sekeliling wilayah. 

Menjadi sentral dalam strategi “zero-Covid” ini adalah kapasitas untuk mengidentifikasi dan melacak rantai transmisi, serta kemampuan mengelola dan memadamkan ledakan kasus secepatnya. Untuk isolasi dan karantina kasus yang efektif, maka integrasi dukungan ekonomi, psikologis dan kesehatan menjadi krusial dalam kerangka kerja strategi “zero-Covid” yang utuh (find, test, trace, isolate and support). 

photo
Strategi Mitigation dan mengendalikan pandemi Covid-19. (IDEAS/Dialektika Republika) - (IDEAS/Dialektika Republika)

Eliminasi Pandemi yang Berkelanjutan

Negara-negara dengan strategi “suppression” dan “mitigation” menggunakan intervensi nonfarmasi untuk menahan laju kasus, menurunkan beban rumah sakit dan menekan angka kematian pada tingkat yang dapat diterima, untuk kemudian melonggarkan kembali restriksi. Negara-negara dengan strategi ini terlihat jelas bergantung sepenuhnya pada herd-immunity untuk menghentikan pandemi, yang diperoleh secara alamiah maupun dengan vaksin.

Vaksin menjadi jalan keluar untuk memutus siklus lockdown dan kejatuhan ekonomi. 

Meski kini berbagai vaksin telah tersedia, tapi belum diketahui seberapa efektif ia akan memberi perlindungan dan memutus transmisi virus. Kemunculan varian baru virus, semakin menambah ketidakpastian efektivitas vaksin dalam menghapus pandemi. Kendala pasokan, harga dan distribusi yang tidak merata, membuat cakupan vaksinasi juga diyakini akan sulit mencapai batas minimal untuk herd-immunity.

Keunggulan terbesar dari strategi “zero-Covid” adalah memberi tujuan yang jelas dan fokus yang kuat. Strategi “zero-Covid” melakukan intervensi maksimum sejak dini untuk menghentikan transmisi virus. Sebaliknya, strategi “suppression” dan “mitigation” tidak memberi titik akhir yang jelas dan rentan dengan serangan wabah berikutnya.

Strategi ini hanya meningkatkan respons ketika transmisi telah dianggap tinggi menuju tak terkendali, untuk mencegah ledakan kasus (flattening the curve) untuk kemudian kembali melonggarkan intervensi. 

photo
Pandemi dan intervensi setengah hati. (IDEAS/Dialektika Republika) - (IDEAS/Dialektika Republika)

Indonesia menerapkan PSBB sejak April 2020, kemudian melonggarkannya pada Juni 2020 dan mengadopsi “new normal” pada Juli 2020. Seiring kasus yang terus meninggi, PSBB Jawa-Bali diterapka pada Januari 2021 dan kemudian PPKM Mikro pada Februari 2021.

Seluruh intervensi hanya ditujukan untuk menahan ledakan kasus, bukan menghapuskannya. Lebih jauh, intervensi yang diadopsi adalah lemah sehingga tidak mampu menurunkan mobilitas masyarakat. Transmisi virus terus terjadi dengan kecepatan yang semakin mengkhawatirkan.

Ketidakpastian yang ditimbulkan dari terus meningkatnya kasus infeksi dan potensi serangan kembali virus, pada akhirnya merugikan banyak aspek kehidupan lainnya seperti sekolah, bisnis dan kehidupan sosial lainnya yang hingga kini tidak dapat dilakukan secara normal.

Strategi “zero-Covid” jelas memiliki dampak negatif dan biaya ekonomi yang besar. Namun biaya besar melawan virus juga dialami negara lain yang hanya sekadar mengontrolnya, yang bahkan jauh lebih besar karena menanggungnya berkali-kali seiring gelombang serangan virus berikutnya dengan diikuti pemburukan prospek perekonomian.

Saatnya berhenti dari strategi setengah hati dan secara serius beralih ke strategi eliminasi pandemi yang berkelanjutan, yang melindungi kesehatan publik dan sekaligus perekonomian.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat