Sejumlah warga beraktivitas di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Ahad (14/3/2021). | Prayogi/Republika.

Opini

Pohon dan Peradaban Kota

Eksistensi pohon dan hutan melahirkan kenyamanan dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.

NIRWONO JOGA, Pusat Studi Perkotaan

“Sahabat terbaik di bumi manusia adalah pohon. Apabila kita manfaatkan dengan rasa hormat, kita akan dapatkan sumber daya terbaik di atas planet ini.” – Frank Lloyd Wright, arsitek.

Setiap 21 Maret, masyarakat memperingati Hari Hutan Sedunia. Tujuannya, membangkitkan kesadaran mengenai pentingnya hutan bagi kehidupan kita dan kota.

Apa pentingnya melestarikan hutan, mencintai dan menjaga kelestarian pohon bagi kehidupan manusia kala pandemi Covid-19? Secara interaksionis antropologi, hidup manusia tidak bisa lepas dari pohon dan hutan.

 
Berbagai jenis pohon di hutan memiliki fungsi dan peran signifikan, bahkan konstitutif. P
 
 

Mereka telah lama berkontribusi besar untuk mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global. Berbagai jenis pohon di hutan memiliki fungsi dan peran signifikan, bahkan konstitutif. Pohon dan hutan ada dan hidup bersama manusia sejak dahulu kala.

Kehidupan ini, terbentuk ketika pohon tumbuh membuat hutan dan bumi menjadi hijau, menyediakan oksigen untuk bernapas, akar menyimpan air kesuburan, sumber pangan dan obat-obatan, serta habitat satwa liar. Pohon dan hutan menghadirkan aktualitas atas siklus entitas kehidupan manusia, hewan (fauna), dan tumbuhan (flora).

Relevansi pohon dan hutan bagi masyarakat menjadi makin kuat mengingat kita tengah mengalami pandemi yang diiringi berbagai krisis ekonomi yang bisa berujung pada krisis ekologis akibat peningkatan eksploitasi kekayaan alam dengan berbagai motif.

Lalu apa yang harus dilakukan? Pertama, kota harus menjaga kelestarian hutan dan kelangsungan hidup pohon di dalamnya. Hutan kota dihuni beragam pohon langka (jenis, usia), pohon khas lokal (identitas daerah), pohon sumber pangan, pohon habitat satwa liar.

 
Lalu apa yang harus dilakukan? Pertama, kota harus menjaga kelestarian hutan dan kelangsungan hidup pohon di dalamnya.
 
 

Pohon berbunga warna-warni, berkelopak indah, menebarkan aroma harum mewangi, membuat suasana kota menjadi tenang, senang, dan dikenang. Pohon beringin (Ficus benjamina) menjadi tetengeran alun-alun di pusat kota-kota Jawa dan lambang sila ketiga Pancasila, persatuan Indonesia. Pohon cendana (Santalum album) menebarkan aroma mewangi dari tanah Nusa Tenggara Timur.

Pohon telah menjadi penanda kota, seperti Kota Semarang dengan asam jawa (Tamarindus indica), Mataram dan Bogor dengan kenari (Canarium indicum), Kupang dan sukun (Artocarpus altilis), Ambon dan kayu putih (Melaleuca leucadendra), Banda Aceh dan cempaka (Magnolia champaca).

Kedua, kumpulan pepohonan membentuk koridor jalur hijau, taman, kebun raya, dan hutan membentuk jaringan infrastruktur hijau kota. Pohon dan hutan menjadi pengingat manusia atas pentingnya hidup selaras alam karena keberadaan pohon memiliki hubungan korelatif dengan peradaban kota.

Manusia butuh kenyamanan dan kebahagiaan. Eksistensi pohon dan hutan, melahirkan kenyamanan dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Karena itu, kita butuh pohon agar hidup manusia nyaman dan bahagia. Meski manusia tidak bisa bicara kepada pohon, manusia bisa menjaga kelangsungan hidup pohon dan kelestarian hutan kota.

Ketiga, memahami bahasa pohon merupakan salah satu unsur budaya yang penting sebagai produk kebudayaan yang lahir dari konstruksi sosial kedekatan manusia dengan alam (hutan). Semakin lestari hutan, maka semakin luhur peradaban manusia.

 
Memahami bahasa pohon merupakan salah satu unsur budaya yang penting sebagai produk kebudayaan yang lahir dari konstruksi sosial kedekatan manusia dengan alam (hutan). 
 
 

Sebaliknya, semakin langka lalu hilang hutan dan pohon karena ditebangi, maka diduga kuat semakin kufur budaya manusia. Kelestarian hutan akan sangat bergantung kualitas kebudayaan manusia yang hidup di sekitarnya.

Di kota, hutan bisa memenuhi kebutuhan tempat tinggal (habitat), makanan, dan air bagi satwa liar. Kota membutuhkan pohon untuk menjaga kelestarian dan keanekaragaman hayati satwa liar sebagai salah satu bioindikator kualitas lingkungan hidup kota.

Keempat, kewajiban penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) kota minimal 30 persen dari total luas wilayah kota, dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota. Hutan kota merupakan salah satu bentuk RTH.

Keberadaan hutan kota mampu mendinginkan suasana kota, baik fisik maupun psikis, menyerap polutan udara dan memproduksi oksigen, meresapkan air dan mengendalikan banjir, serta menciptakan iklim mikro. 

 
Kepada pohon dan hutan, kita bisa menjaga dan melestarikannya sebagai bagian dari upaya menitipkan sinyal kesejatian kemanusiaan kita dan simbol peradaban kota. 
 
 

Transformasi pengembangan RTH dari hutan (di dalam) kota (a city within a forest) menjadi ke kota (di dalam) hutan (kota rimba) (a forest within a city) merupakan bagian strategi menghadapi tantangan memitigasi perubahan iklim, mengimbangi pertumbuhan penduduk, meredam pemanasan kota, serta menahan laju tekanan pembangunan fisik kota.

Kelima, pembangunan kota hutan dapat menciptakan ekosistem kota yang lebih sehat, peka air dan udara bersih, dekat selaras alam, tangguh terhadap bencana, serta layak huni. Untuk itu, perlu meningkatkan kesehatan pepohonan, kelembapan dan kesuburan media tanam, ketersediaan dan kualitas air, serta keanekaragaman hayati.

Kepada pohon dan hutan, kita bisa menjaga dan melestarikannya sebagai bagian dari upaya menitipkan sinyal kesejatian kemanusiaan kita dan simbol peradaban kota. Kita harus memberi tempat tumbuh kembang layak bagi setiap pohon di RTH. Pohon akan senantiasa memancarkan kesegaran, kesejukan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi kehidupan kota dan kita. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat