Nurani Umima ditemani petugas medis RSDC Wisma Atlet saat melansungkan perkawinan virtual, Kamis (31/12). | Rusdy Nurdiansyah

Khazanah

MUI Dukung Pendewasaan Usia Perkawinan

Perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran HAM.

JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung gerakan nasional pendewasaan usia perkawinan. Hal itu merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati menandatangani nota kesepahaman tentang deklarasi gerakan nasional pendewasaan usia perkawinan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia di kantor MUI, Jakarta, Kamis (18/3). 

Dalam nota kesepahaman dinyatakan bahwa MUI, Kementerian Koordinator PMK, Kementerian PPPA, Kementerian Agama, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, serta Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional berkomitmen untuk bekerja sama dan saling mendukung dalam melakukan berbagai upaya pendewasaan usia perkawinan dan peningkatan kualitas keluarga demi kepentingan terbaik anak Indonesia.

Pada kesempatan itu, Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar mengatakan, inti perkawinan bukan saja membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah (Samara), melainkan juga di balik perkawinan terdapat tugas besar, yakni untuk melahirkan hayatan jauziyah atau kehidupan yang harmonis di dunia hingga akhirat. Melahirkan generasi berkualitas merupakan upaya dalam mewujudkan kehidupan harmonis. 

"Kalau belum memenuhi kriteria, belum ada sebuah kebutuhan dan tujuan untuk sebuah kehidupan harmonis di dunia dan di akhirat, itu belum menjadi perkawinan yang berkualitas," kata Kiai Miftachul Akhyar saat membuka seminar nasional dan deklarasi gerakan nasional tersebut, secara daring. 

Terkait perkawinan usia dini, ia mengatakan, banyak faktor penyebabnya. Ia menduga salah satunya karena banyaknya tontonan usia dewasa yang sudah dinikmati anak-anak usia muda. 

"Islam memang tidak membatasi usia perkawinan, tetapi di situ ada sebuah penekanan kedewasaan. Dan, ada tujuan keharmonisan di dalam perkawinan," ujar dia. 

Deklarasi gerakan nasional pendewasaan usia perkawinan diisi dengan seminar nasional bertema ‘’Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Peningkatan Kualitas Anak, Pemuda, Perempuan, dan Keluarga demi Terwujudnya Keluarga Sakinah yang Maslahah Bagi Umat dan Bangsa.’’

Selain Ketua Umum MUI dan Menteri PPPA, seminar nasional dan deklarasi gerakan nasional tersebut juga dihadiri secara daring oleh Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Majelis Ulama Indonesia (muipusat)

Pada kesempatan itu, Wapres juga menyatakan dukungannya terhadap gerakan nasional pendewasan usia perkawinan. Menurut dia, gerakan nasional ini harus dapat memberikan advokasi pada masyarakat bahwa usia perkawinan jangan hanya dilihat dari sisi bolehnya saja, tetapi yang paling penting adalah mengedepankan tujuan perkawinannya yang harus memberikan maslahat, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, maupun bangsa. 

Menurutnya, kurangnya kemampuan atau kematangan pasangan yang hendak menikah dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif, seperti ancaman kesehatan reproduksi, keselamatan persalinan, kekerasan dalam rumah tangga, stunting karena kurang gizi, dan tidak tercukupinya pendidikan anak sehingga tercipta generasi lemah. 

Sementara itu, Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, tujuan perkawinan adalah membentuk rumah tangga bahagia yang kekal. Namun, hal itu tidak bisa terpenuhi bila yang melakukan perkawinan adalah masih berusia anak-anak. Karena itu, menurutnya, diperlukan pendewasaan usia perkawinan agar lebih matang dan siap dalam memasuki jenjang perkawinan. 

Ia menegaskan, pendewasaan usia perkawinan pada hakikatnya adalah menyadari tidak menikahkan anak pada usia masih anak-anak. Bahkan, menurut dia, perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak.

 
Karena hak anak adalah bagian dari HAM, maka perkawinan anak juga bentuk pelanggaran HAM.
I GUSTI AYU BINTANG DARMAWATI, Menteri PPPA
 

"Karena hak anak adalah bagian dari HAM, maka perkawinan anak juga bentuk pelanggaran HAM," ujar dia.

Menurutnya, dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, tapi juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan, serta berpotensi memunculkan kemiskinan antargenerasi.

Karena itu, lanjut dia, Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan direvisi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019. "(Melalui revisi itu) usia minimum perkawinan tidak hanya ditingkatkan bagi perempuan, tapi juga telah mengakomodasi prinsip kesetaraan dan juga bentuk afirmasi yang progresif, yaitu menjadi 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat