Pengunjuk rasa berlindung saat ditembaki gas air mata dalam aksi unjuk rasa di react di Naypyitaw, Myanmar, Senin (8/3). | MAUNG LONLAN/EPA

Internasional

Militer Myanmar Sasar Media

Sejak kudeta, pemerintahan militer Myanmar juga menangkap puluhan jurnalis media.

YANGON -- Ribuan pengunjuk rasa Myanmar di Yangon tetap beraksi pada Senin (8/3) malam dan menentang perintah jam malam. Massa menunjukkan dukungan kepada sekitar 200 mahasiswa yang terperangkap oleh kepungan pasukan keamanan di sebuah lokasi sempit.

Polisi melepaskan tembakan dan menggunakan granat kejut untuk membubarkan massa. Polisi juga mengumumkan akan menghukum siapa pun yang bersembunyi di distrik tersebut.

Aktivis Myanmar mengatakan ratusan pengunjuk rasa yang terjebak itu berhasil membebaskan diri. Pengunjuk rasa berhasil keluar setelah negara-negara Barat dan PBB mendesak pemerintah militer membiarkan mereka pergi.

Aktivis Shar Ya Mone mengatakan, ia bersembunyi di dalam sebuah gedung bersama 15-20 orang lainnya. Kini, ia sudah berhasil keluar. "Banyak tumpangan mobil gratis dan orang-orang yang menyambut pengunjuk rasa," kata Shar Ya Mone, dikutip Channel News Asia, Selasa (9/3).

photo
Warga berlindung saat melakukan aksi unjuk rasa di Yangon, Senin (8/3/2021). - (LYNN BO BO/EPA)

Aktivis itu berjanji untuk terus menggelar unjuk rasa 'sampai pemerintahan diktator berakhir'. Pengunjuk rasa lainnya mengunggah di media sosial mereka sudah berhasil keluar dari distrik yang dijaga ketat petugas keamanan sekitar pukul 05.00 pagi.

Dalam kudeta 1 Februari 2021, militer menahan ketua Partai National League for Democracy (NLD) Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Min Myint. Kudeta dilakukan dengan dalih ada kecurangan dalam pemilihan umum pada November lalu. Pemilu tersebut dimenangkan oleh NLD.

Kelompok advokasi mengatakan, lebih dari 60 orang tewas sejak kudeta yang meletupkan aksi-aksi pembangkangan sipil. Sekitar 1.800 orang juga ditahan oleh junta militer.

Kini, junta menyasar media. Sekurangnya lima media telah dicabut izin operasinya, yaitu Mizzima, DVB, Khit Thit Media, Myanmar Now, dan 7Day News.

"Perusahaan media tersebut tidak lagi diizinkan untuk menyiarkan atau menulis atau memberi informasi dengan menggunakan platform media atau teknologi media apapun," demikian pengumuman yang disiarkan televisi militer, MRTV.

Lima media itu melakukan liputan unjuk rasa yang menuntut militer mengembalikan kekuasaan ke pemerintah sipil. Mereka kerap melakukan siaran langsung melalui internet. Pada Senin (8/3), kantor Myanmar Now digerebek polisi.

Sejak kudeta pemerintah militer juga menangkap puluhan jurnalis, termasuk reporter Myanmar Now dan Thein Zaw dari Associated Press. Keduanya didakwa atas pasal mengganggu ketertiban umum yang membuat mereka dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.  

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sudah meminta militer Myanmar 'menahan diri' dan membebaskan semua pengunjuk rasa yang tidak melakukan kekerasan. Permintaan yang sama juga disampaikan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dan Inggris di Myanmar.

Pemerintah militer mendapatkan pukulan diplomatik setelah duta besar Myanmar di Inggris mengikuti rekannya duta besar Myanmar di PBB yang meminta militer membebaskan Suu Kyi. Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab memuji langkah tersebut. Sementara itu, juru bicara pemerintah militer belum menanggapi permintaan komentar.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat