Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjawab pertanyaan wartawaan saat akan menjalani sidang tuntutan atas perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/3). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Djoko Tjandra Dituntut Empat Tahun

Majelis hakim diharapkan memvonis Djoko Tjandra lebih berat dari tuntutan jaksa.  

JAKARTA -- Terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra, kembali dituntut empat tahun penjara dalam kasus suap dan permufakatan jahat. Sebelumnya, dia sudah divonis 2,5 tahun dalam kasus surat jalan palsu.

Dalam tuntutan kali ini, Djoko dinilai terbukti menyuap aparat penegak hukum di Kejaksaan Agung dan Polri serta melakukan permufakatan jahat pembebasan dirinya dari jerat hukum. Selain pidana, ia juga dituntut membayar denda Rp 100 juta.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi untuk menyatakan terdakwa Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menghukum terdakwa dengan pidana selama empat tahun dengan perintah tetap ditahan di rumah tahanan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Junaedi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3).

Dalam dakwaan pertama, Djoko Tjandra dinilai terbukti menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar AS untuk mengurus fatwa dari Mahkamah Agung (MA) dari Kejaksaan Agung. Permintaan fatwa MA itu bertujuan agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana dua tahun berdasarkan putusan hakim pada Juni 2009.

photo
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjawab pertanyaan wartawaan saat akan menjalani sidang tuntutan atas perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta permufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/3/2021).- (Republika/Thoudy Badai)

Pinangki kemudian menyusun action plan berisi 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa MA atas putusan PK dengan mencantumkan inisial "BR" sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan "HA" selaku pejabat di MA. Djoko Tjandra bersedia memberikan uang muka sebesar 500 ribu dolar AS dari total 1 juta dolar AS.

Jumlah tersebut termasuk biaya legal fee untuk Anita Kolopaking sebesar 200 ribu dolar AS. Sisanya digunakan Andi Irfan Jaya untuk consultant fee. Kedua nama itu juga telah divonis penjara dalam skandal Djoko Tjandra tersebut.

Djoko Tjandra juga dinilai terbukti memberikan uang kepada mantan kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 370 dolar AS. Kemudian, kepada mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 100 ribu dolar AS.

"Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan pada sistem informasi keimigrasian (Simkim) Direktorat Jenderal Imigrasi," kata jaksa.

Dalam dakwaan kedua, Djoko Tjandra dinilai terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Pinangki dan Andi Irfan untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejagung dan MA. Pemberian itu agar kedua penegak hukum mengeluarkan fatwa menggagalkan eksekusi terpidana Djoko dalam kasus cessie Bank Bali 2009.

"Sehingga dapat disimpulkan Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan Pinangki Sirna Malasari menyadari pejabat Kejagung atau MA punya kewenangan terkait permintaan fatwa MA dan bersepakat untuk memberikan uang sebesar 10 juta dolar AS dalam proses pengurusannya," kata jaksa pula.

Tunutan jaksa tersebut tidak sesuai dengan harapan Djoko. Sebelum sidang dimulai, dia mengungkapkan harapannya agar dituntut bebas. "Saya berharap dituntut bebas karena saya ini kan ditipu sama mereka, ditipu sama Pinangki, Andi Irfan Jaya. Jadi seharusnya jaksa penuntut bebaskan saya," kata Djoko Tjandra.

 
photo
Terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra menjalani sidang tuntutan atas perkara dugaan suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta permufakatan jahat di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/3/2021).- (Republika/Thoudy Badai)

Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Soesilo Ariwibowo menilai. tuntutan terhadap kliennya keliru. Menurut Soesilo, penuntut umum hanya menyalin dakwaan milik Pinangki Sirna Malasari.

"Ya, salah lihat tuntutan itu. JPU copy paste dengan dakwaan dan kasus Pinangki. Mereka keliru meletakkan posisi Djoko Tjandra sebagai pelaku utama. Dia sebenarnya kan korban, " kata Soesilo kepada Republika, Kamis (4/3).

Soesilo menegaskan, pihaknya akan menolak semua argumentasi penuntut umum di dalam nota pembelaan yang akan disampaikan pekan depan. "Prinsipnya akan menolak semua argumentasi Jaksa Penuntut Umum, " tegasnya.

Tuntutan ringan lagi

Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, tuntutan terhadap Djoko Tjandra menunjukkan kurang seriusnya Kejaksaan Agung dalam menangani perkara tersebut. Padahal, perkara ini sangat merusak wibawa dan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum serta sistem hukum yang terbukti karut marut.

"Menurut saya seharusnya kejaksaan menuntut maksimal sesuai yang diatur dalam pasal 5 ayat 1 UU Tipikor, yakni hukuman maksimal lima tahun penjara karena daya rusak perbuatan pelaku ini sangat besar terhadap institusi hukum juga terhadap sistem hukum," kata  Zaenur kepada Republika, Kamis (4/3).

Zaenur pun berharap Majelis Hakim dapat memberikan vonis maksimal kepada Djoko Tjandra sesuai dengan aturam UU Tipikor. "Saya harap nanti hakim dapat menjatuhkan putusan secara maksimal. Misalnya juga memutus jauh lebih tinggi pada tuntutan, " katanya.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai, putusan terhadap kasus jaksa Pinangki harusnya menjadi barometer bagi jaksa menuntut Djoko Tjandra. "Kejaksaan perlu berkaca pada kasusnya Pinangki, dituntut jaksa empat tahun, tapi diputus hakim jadi 10 tahun," kata Sahroni, kemarin.

 

Vonis Vs Tunutuan:

Kasus surat jalan palsu:

- Djoko Tjadra 2,5 tahun dari 2 tahun

- Anita Kolopaking 2,5 tahun dari 2 tahun

- Prasetijo Utomo 3 tahun dari 2,5 tahun

Kasus suap Pinangki:

- Pinangki 10 tahun dari 4 tahun

- Andi Irfan Jaya 6 tahun dari 2,5 tahun

- Djoko Tjandra dituntut 3 tahun (belum vonis)

Kasus red notice:

- Tommy Sumardi 2 tahun dari 1,5 tahun

- Prasetidjo 3 tahun dari 2,5 tahun

- Napoleon dituntut 3 tahun (belum vonis)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat