Belajar coding | Pixabay

Inovasi

Ramai-Ramai Membuat App Ber-coding Minim

Pandemi membuat pengembangan aplikasi low code kian populer.

Era digital, disemarakkan dengan kehadiran banyaknya aplikasi yang mengisi keseharian para penggunanya. Mulai dari, aplikasi untuk memesan makanan, bepergian, perbankan, belanja, hingga bereksis ria di dunia maya,

Membangun aplikasi, selama ini tak bisa dilepaskan dari kemampuan coding yang dianggap sebagai keahlian yang kian dicari di era ini. Namun, dalam perkembangannya. Konsep low code, no-code, click development dan point-and-click development kini perlahan mulai dikenal.

Konsep-konsep ini hadir sebagai bagian dari hikmah tantangan dari pandemi yang dimulai tahun lalu. Dikutip dari Management Today, Kamis (25/2), kesederhanaan low code memberdayakan gelombang baru bagi para pengembang perangkat lunak untuk membuat aplikasi mereka sendiri.

Partner Technology Lead Microsoft Indonesia, Ricky Haryadi mengungkapkan, CEO Microsoft Satya Nadella pernah mengatakan pada 2025 akan ada 500 juta aplikasi baru yang dibuat di seluruh dunia. Angka ini melebihi jumlah aplikasi yang pernah dibuat selama 40 tahun terakhir.

Di sisi lain, lanjut dia, menurut Gartner, permintaan pembuatan aplikasi mobile untuk mendukung bisnis bertumbuh lima kali lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan departemen teknologi informasi (TI) memenuhi kebutuhan tersebut. Kenyataannya, 86 persen organisasi juga kian kesulitan merekrut technical talent.

Untuk mendukung hal tersebut, Gartner memprediksi juga 65 aplikasi enterprise akan dibuat dengan platform low code pada 2024. “Microsoft di sini hadir untuk membantu dengan menghadirkan Microsoft Power platform. Ini adalah low code platform yang dapat berdiri sendiri atau pun diekspansi ke Microsoft Cloud,” ujar Ricky dalam acara virtual DevCon 2021 “Accelerating Indonesia’s Digital Economy”, Kamis (25/2).

Faktor WFH

Manager Digital Solution GMF AeroAsia, Adhitya Chrisandhy menjelaskan, saat ini beberapa solusi berbasis low code platform yang sudah dibuat oleh GMF AeroAsia. GMF AeroAsia merupakan salah satu industri yang bergerak di bidang perawatan pesawat terbang.

Menurutnya, pesawat terbang merupakan salah satu industri yang paling terkena dampak pandemi Covid-19, karena bergerak di bidang transportasi. Salah satu instruksi yang pernah diterima di GMF AeroAsia adalah menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (WFH).

Adhitya mengatakan, kebijakan tersebut bukanlah salah satu hal umum yang dilakukan oleh GMF AeroAsia. “Saya dari tim IT mendapatkan arahan instruksi dari Human Capital bagaimana bisa melakukan mekanisme work from home. Salah satunya bagaimana dapat menyimpan informasi pegawai, sehingga kami mencoba menerapkan solusi dengan Power platform,” kata Adhitya.

Sebelumnya, GMF AeroAsia menggunakan platform Microsoft Forms di hari penerapan bekerja dari rumah. Fungsi Microsoft Form ini adalah untuk merekam log aktivitas pegawai atau staf saat ia bekerja dari rumah.

Mereka kemudian menemukan tantangan selanjutnya, yakni bagaimana pegawai yang sudah melakukan pelaporan kerja dari rumah dapat dimonitor dan diketahui lebih lanjut oleh atasannya.

Adhitya melanjutkan, notifikasi yang sudah ada, ternyata belumlah cukup. GMF AeroAsia kemudian membuat GMF Work From Home berbasis platform Microsoft Power.

GMF Work Home ini dikembangkan dalam waktu sekitar tiga hari. Sejak pandemi sampai saat ini, solusi tersebut sudah berhasil merekam 55 ribu lebih log activity di arsitektur berbasis platform Microsoft Power ini.

Cara penggunannya, kami di GMF, terdapat aplikasi yang bernama Human Capital Information System atau HCIS. Ini adalah aplikasi kepegawaian yang paling sering diakses oleh pegawai. Karyawan bisa melapor dengan dua cara, yakni bisa menggunakan Forms atau bisa membuka aplikasi.

Datanya akan tersimpan di SharePoint. SharePoint akan memberikan notifikasi ke atasan. Bekerja dari rumah, Adhitya menyampaikan, seperti gerbang pengguna GMF AeroAsia untuk mencoba penggunaan GMF Work From Home lebih jauh.

Ia kemudian juga membuatkan solusi serupa untuk departemen lainnya yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Misalnya, membuat aplikasi Cash in Advance untuk departemen keuangan.

Aplikasi ini menghilangkan usaha manual bolak-balik antarkantor, dan termasuk juga menghemat sumber daya dan waktu. Secara arsitektur, Cash in Advance memiliki penggunaan yang lebih tinggi daripada GMF Work From Home.

Di Cash in Advance, Adhitya mengembangkan aplikasi ini dengan mulai melibatkan kasus penggunaan lebih dari satu. Yaitu, user, bagian akunting dan bagian treasury.

Pengguna dapat mengajukan paper work dan dikirim digital melalui PowerApps. Kemudian di-review oleh akunting maupun treasury. Langkah ini sudah termasuk dengan pengajuan persetujuan.

Selanjutnya, GMF AeroAsia akan juga mulai berfokus pada desain dan mencoba mengintegrasikan berbagai macam fungsi seperti fitur Bing Maps. Jadi perusahaan bisa mendapatkan lokasi karyawan pada saat dia konfirmasi kehadiran. Lalu, ada Microsoft 365 untuk menampilkan foto-foto dari pegawai. “Jadi di sini sudah terintegrasi dengan Microsoft Outlook calender. Jadi tidak perlu lagi kita bikin meeting di aplikasi. Pokoknya ini adalah buka, lihat agenda, kita bisa langsung konfirmasi kehadiran,” katanya.

Aplikasi-aplikasi tersebut sudah mulai digunakan dalam satu terakhir ini. Sayangnya, perushaan juga kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk keahlian di bidang platform yang baru ini. Sehingga upaya edukasi dan pemberdayaan juga harus seiring diterapkan.

Bagian dari Tren Teknologi

photo
Pentingnya belajar coding di era digital - (Pixabay)

Makin populernya pengembangan aplikasi berkonsep low code juga masuk dalam prediksi tren teknologi ‘Future Disrupted: 2021’ dari NTT Ltd selaku penyedia layanan teknologi global. CEO NTT Ltd untuk Indonesia, Hendera Lesmana menjelaskan, evolusi 'citizen developer' dan otomatisasi proses robotik akan membentuk kembali bisnis di tahun ini.

Pembangunan platform-platform berkode rendah atau bahkan tanpa kode, akan memungkinkan siapa saja untuk membuat aplikasi bisnis dengan menggunakan data perusahaan. Hal ini pun akan menjadi pembeda yang signifikan bagi bisnis.

“Pendekatan 'citizen developer’ juga memanfaatkan otomatisasi proses robotik untuk mengotomatiskan proses bisnis tertentu, dengan demikian memungkinkan karyawan menghabiskan waktu untuk pekerjaan yang bernilai lebih tinggi,” Hendera menjelaskan.

 
Pada 2025 akan ada 500 juta aplikasi baru yang dibuat di seluruh dunia.
Satya Nadela, CEO MIcrosoft 
 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat