Cicit Nabi SAW, Imam Ali Zainal Abidin, selalu melakukan sedekah sembunyi-sembunyi dengan memikul gandum, membagikannya dari rumah ke rumah di tengah pekatnya malam. Sedekah ini baru disadari masyarakat Madinah ketika putra Imam Husain itu wafat. | DOK WIKIPEDIA

Kisah

Teladan Sang Cicit Rasulullah

Ada beragam kisah yang menunjukkan keteladanan sang cicit Rasulullah ini.

OLEH HASANUL RIZQA

Ali Zainal Abidin radhiyallahu ‘anhu merupakan cicit Nabi Muhammad SAW dari Sayyidah Fathimah az-Zahra. Ia adalah satu-satunya anak lelaki Husain bin Ali bin Abi Thalib yang selamat. Sewaktu Insiden Karbala, usianya masih 13 tahun. Lelaki saleh ini lolos dari bencana tersebut karena dirinya sedang sakit.

Para ulama salaf sangat menghormatinya. Banyak generasi sezaman dan sesudahnya yang mengambil hadis darinya. Dua di antaranya adalah Abu Salamah dan Thawus. Imam al-Zuhri berkata, “Aku tidak melihat seorang pun (pada masanya) yang lebih paham agama darinya (Ali Zainal Abidin).” Sementara, Imam Malik bin Anas menilai, putra Imam Husain itu memiliki keutamaan di antara keturunan Rasulullah SAW.

Ada beragam kisah yang menunjukkan keteladanan Sayyidina Ali bin Husain. Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah menuturkan salah satu cerita tersebut. Dikisahkan dari Umar bin Harits, lelaki berjulukan as-Sajjad itu wafat pada 25 Muharram 95 H—sekitar 713 M.

Betapa sedihnya Muslimin kala itu melepas kepergiannya. Lautan manusia mengiringi pemakamannya.

Sebelum hendak dishalatkan, jenazah almarhum dimandikan oleh orang-orang terdekat. Menurut Ibnu Harits, mereka terperanjat ketika melihat ada bekas hitam di punggung Ali bin Husain. “Luka apa ini?” tanyanya.

Seorang lelaki yang lama menjadi tetangga almarhum memberikan kesaksian. “Inilah bekas dari amalannya. Sungguh, ia selalu memanggul sekarung tepung setiap malam di punggungnya. Saat kebanyakan orang sudah tertidur, ia melalui jalan-jalan kecil di Madinah untuk menjumpai fakir miskin, menyedekahkan tepung itu kepada mereka,” katanya.

 
Saat kebanyakan orang sudah tertidur, ia melalui jalan-jalan kecil di Madinah untuk menjumpai fakir miskin, menyedekahkan tepung itu kepada mereka.
 
 

Mendengar itu, orang-orang menangis terharu. Kini, mereka menyadari siapa sosok di balik kebaikan yang kerap dijumpai setiap pagi. Bertahun-tahun belakangan, penduduk Madinah kerap menyaksikan keajaiban dialami para warga fakir dan miskin setempat.

Secara tiba-tiba, barang atau uang yang mereka butuhkan sudah ada di depan pintu rumahnya. Mereka bertanya-tanya, siapa yang memberikan bantuan itu, tetapi tak satu pun mengetahuinya.

Kini, sedekah rahasia itu akhirnya terkuak. Sadarlah mereka bahwa Sayyidina Ali bin Husain-lah yang selama ini memenuhi kebutuhan banyak kaum papa. Inilah sebuah bukti betapa luhur sifat zuhud yang diamalkan sang cicit Rasulullah SAW. Bahkan, orang-orang yang menerima bantuannya tidak pernah mengetahui siapa donaturnya hingga sang alim meninggal dunia.

“Kami tidak kehilangan sedekah sembunyi-sembunyi hingga Ali bin Husain wafat,” tulis Ibnu Katsir dalam bukunya.

Sabar, tak mendendam

Setelah “selamat” dari Tragedi Karbala, Imam Ali bin Husain memilih belajar agama kepada para sahabat Rasulullah SAW yang masih hidup. Ia menghindar kegiatan-kegiatan politik, termasuk yang menentang kekuasaan Dinasti Umayyah.

Dalam keyakinannya, pertentangan politik telah banyak mengorbankan rasa persatuan dan persaudaraan umat. Padahal, yang mesti diupayakan adalah jalan ihsan dan islah.

Sekitar tiga dekade lamanya, Sayyidina Ali Zainal Abidin mengajarkan ilmu-ilmu agama di Masjid Nabawi, Madinah. Ratusan orang datang dari berbagai penjuru untuk belajar kepadanya. Ia pun tak pernah bersikap partisan.

Siapa pun yang hendak mengambil nasihat dan pelajaran, maka diterimanya dengan baik. Sikap ini mengundang simpati mayoritas orang, termasuk dari mereka yang saling bertikai.

Namun, tak sedikit yang jumud. Bahkan, mereka sampai hati mencaci-maki cicit Nabi SAW itu walaupun tidak dilakukan secara terang-terangan. Pernah suatu hari, seseorang memaki Imam Ali dari kejauhan. Ulama tersebut lantas dengan tenang mendekati sumber suara.

Melihat penampilan si pemaki, Ali dapat menduga, orang itu hanyalah suruhan yang mengharapkan upah dari pihak tertentu. Mungkin, dalam perspektif sekarang, orang tersebut tak ubahnya pendengung (buzzer) beriktikad buruk.

Dengan tutur kata lembut, Ali pun bertanya, “Saya sama sekali tidak mengetahui apa sebab Anda memaki-maki saya. Katakanlah dengan terus terang, apakah Anda membutuhkan saya?”

Si pencaci-maki tak berkutik. Mukanya merah padam menahan malu. Pada petang harinya, Imam Ali kembali mendatangi rumah orang tersebut. Ia membawa kantong berisi uang sebanyak 5.000 dirham. Semuanya diserahkan kepada tuan rumah.

Sambil menitikkan air mata, orang itu berkata, “Maafkanlah kesalahan saya, Tuan. Tuan memang benar-benar keturunan mulia Rasulullah SAW!''

Dalam peristiwa lain, putra Imam Husain itu pernah menyelamatkan seorang pejabat bernama Marwan bin al-Hakam. Madinah kala itu dilanda pemberontakan terhadap rezim penguasa. Sosok yang akhirnya menjadi raja keempat Dinasti Umayyah itu kian terpojok. Ia pun mencemaskan keselamatan diri dan keluarganya di Madinah.

Tanpa malu-malu, Marwan memohon kepada Imam Ali bin Husain agar bersedia menjamin keselamatan kaum pro-Umayyah yang hendak meninggalkan Madinah. Ali pun mengabulkannya.

Marwan dan keluarganya dengan selamat pergi ke Negeri Syam. Sikap lapang dada sang cicit Nabi SAW sungguh mengagumkan. Pasalnya, Marwan turut berperan dalam Insiden Karbala yang berujung pada gugurnya Imam Husain bin Ali RA.

Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Husain wafat di Madinah dalam usia 57 Tahun, yakni sekira 34 tahun pasca-pembantaian di Karbala. Jenazahnya dikebumikan di Kompleks Permakaman al-Baqi, berdekatan dengan makam pamannya, Imam Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Di antara karya-karyanya yang masih terpelihara baik hingga sekarang adalah Risalah Huquq dan As-Syajjadiyyah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat