Ilustrasi orang melaksanakan puasa Rajab. | RAISAN AL FARISIANTARA FOTO

Khazanah

Puasa Rajab, Sunah atau Bid’ah?

Ulama berbeda pendapat mengenai hukum puasa Rajab.

Rajab termasuk bulan-bulan yang dihormati sehingga banyak Muslim yang mengerjakan amalan, seperti berpuasa sunah. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait amalan puasa sunah di bulan Rajab ini.

Ada sebagian ulama yang menyunahkan berpuasa di bulan Rajab. Namun, ada juga ulama yang membid’ahkan dan memakruhkannya.

Dalam bukunya yang berjudul Masuk Neraka Gara-Gara Puasa Rajab?, Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA menjelaskan, ada beberapa fatwa dari para ulama khalaf (kontemporer) yang mengatakan, puasa di bulan Rajab hukumnya bid'ah. Di antaranya adalah fatwa Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, juga Syekh Shalif Fauzan.

Syekh Abdul Aziz ketika ditanya terkait dengan berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun 'ala Ad-Darbi, “Mengkhususkan hari-hari itu dengan puasa adalah bid'ah. Nabi SAW tidak pernah berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab, tidak memerintahkannya dan tidak menaqrirnya. Maka, hukumnya bid'ah.”

Selain itu, ada ulama yang berpendapat, hukum puasa di bulan Rajab adalah makruh, yaitu pendapat dari sebagian ulama salaf, khususnya mazhab al-Hanabilah. Namun, sebagian besar ulama (jumhur) di luar mazhab al-Hanabilah justru menghukumi sunah berpuasa pada bulan Rajab.

Menurut Ustaz Sarwat, setidaknya jumhur ulama punya dua hujjah. Pertama, adanya hadis yang menganjurkan untuk berpuasa sunah. Kedua, adanya hadis yang menganjurkan untuk berpuasa pada bulan-bulan haram (mulia). Dalam hal ini, Rajab termasuk salah satu bulan haram.

Para ulama yang membolehkan atau menyunahkan puasa di bulan Rajab antara lain Ibnu Shalah, Al-Izz Ibnu Abdissalam, As-Sututhi, Ibnu Hajar al-Haitsami, Ash-Shawi, dan Asy-Syaukani serta masih banyak lagi lainnya.

Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut, Ustaz Sarwat menyimpulkan, puasa sunah di bulan Rajab termasuk masalah khilafiyah. Meski ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama, menurut dia, bukan berarti kita boleh saling mencaci atau menghina. Sebaliknya, semua pendapat itu wajib dihormati.

“Tidak perlu ada yang merasa paling pintar dan paling tinggi imannya, apalagi merasa paling benar dan pendapat orang lain yang berbeda tidak perlu dijelek-jelekkan,” ujar pendiri Rumah Fiqih Indonesia ini.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat