Ilustrasi zoom meeting | Pixabay

Inovasi

Bergelut Mengatasi Digital Fatigue

 Interaksi virtual membutuhkan usaha yang besar bagi otak dan dapat mengganggu fungsinya.

Saat pandemi Covid-19 menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, pemanfaatan media digital tumbuh signifikan. Sekolah, kuliah, bekerja, hingga bersosialisasi, semuanya dilaksanakan melalui perantara platform digital.

Tak jarang, kita berkutat dengan media digital dari pagi hari sampai malam menjelang. Ketika membutuhkan hiburan pun, kita kemabli lagi lari ke ranah digital. 

Baik melalalui platform streaming, atau mengontak rekan melalui video call. Hal ini perlu diwaspadai karena bisa muncul suatu masalah baru yang disebut sebagai digital fatigue.

Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan digital fatigue bila dilihat dari kata ‘fatigue’ memiliki arti kelelahan. “Jadi kan kalau kita lihat fatigue itu kan kelelahan sebenarnya. Jadi memang manusia itu kadang kala ada bosannya, apabila kalau misalnya kita baca media sosial segala macam,” ujar Heru saat dihubungi Republika, pekan lalu.

Menurutnya, masalah ini dimulai dari kebosanan melakukan hal yang sama terus-menerus dan melihat apa yang terjadi. Termasuk, apa yang terjadi di media sosial sehingga mengakibatkan seseorang malas dan tidak mau lagi bermain media sosial. 

Ada juga yang jera karena membeli segala macam barang di e-commerce, bahkan merasa terasing di dunia digital sehingga lebih memilih menjalani kehidupan yang nyata, misalnya. “Ada banyak sebab jadinya. Tapi, walaupun banyak sebab, bisa ada yang temporer sifatnya, tapi ada juga yang jangka panjang,” katanya.

Untuk mengatasi hal ini, Heru mengungkapkan, sebenarnya yang perlu dilakukan adalah pertama, cerdas menggunakan digital, salah satunya adalah cerdas memanfaatkan waktu. 

Kedua, ranah digital juga harus digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan, misalnya mencari informasi atau melakukan transaksi. Menurut Heru, kalau tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, tidak usah digunakan dulu.

“Kalau misalnya kita sudah sampai menderita kelelahan segala macam, ya beristirahatlah. Jangan dipaksakan juga, biasanya nanti kan juga mempengaruhi mata, kepala,” katanya. 

Saat ini, Heru melanjutkan, ada beberapa orang sudah menerapkan kegiatan satu hari tanpa gadget atau satu hari tanpa laptop. Waktunya juga bisa tergantung masing-masing individu, misalnya sehari, sepekan sekali, sepekan dua kali, atau tiap akhir pekan. Hal tersebut bagus untuk dilakukan.

Ia juga sempat menerapkan beberapa hari tanpa ponselnya saat masa-masa pemilihan pemimpin. Hal Itu juga ia lakukan agar tetap bersikap netral dan tidak mudah terbawa emosi.

Berdampak pada Kesehatan

photo
Ilustrasi pertemuan daring - (Pixabay)

Meski diawali dengan rasa kelelahan dan bosan, digital fatigue juga dapat berdampak pada kesehatan secara umum. Menurut Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial RS Jiwa Dr H Marzoeki Mahdi Bogor, dr Lahargo Kembaren SpKJ, digital fatigue adalah suatu kondisi kelelahan mental dan fisik yang disebabkan oleh pemakaian media digital secara berulang dan terus-menerus. 

Kelelahan ini dapat berujung pada masalah kesehatan fisik dan masalah kesehatan jiwa. Ia menyebutkan, ada tiga penyebab seseorang mengalami kelelahan digital.

Pertama, interaksi virtual dan digital membutuhkan usaha yang besar bagi otak dan dapat mengganggu fungsi dan kerja otak. Apabila berlebihan serta berkepanjangan, otak menjadi hyper-focused dan overstimulated.

Kedua, blue light dari media digital yang digunakan secara langsung akan mempengaruhi mata dan saraf mata (retina) yang langsung menuju otak. Sehingga paparan blue light berlebihan akan membuat otak lelah. 

Ketiga, posisi duduk, berbaring dan kurang pergerakan (sedentary lifestyle) akan membuat peredaran darah tidak lancar, hingga timbul gangguan otot dan persendian.

Meski demikian digital fatigue bisa dicegah dan diatasi. Caranya, adalah dengan membuat jadwal yang seimbang antara aktivitas digital dan non digital, serta konsisten melakukannya. Selain itu, kurangi juga paparan blue light yang berlebihan dengan menggunakan filter, kacamata dan pembatasan durasi melihat layar. 

Postur dan posisi tubuh melihat layar, juga perlu diperhatikan ergonomis dan kenyamanannya. “Perlu ada break setiap beberapa waktu aktivitas melihat layar. Saat break, lakukan aktivitas non digital seperti peregangan, berjalan keluar ruangan, menghirup udara segar, melihat yang jauh dan rileks,” ujar pria yang juga psikiater di RS Siloam Bogor ini.

Untuk mengurangi dampak buruk digital fatigue ini, menurut Lahargo, ada baiknya, kita juga menghindari penyedap, pewarna dan pengawet yang berlebihan dan memakan makanan atau snek yang sehat dan bergizi.

Apabila ditemukan gejala-gejala digital fatigue yang berkepanjangan dan mengganggu performa dan aktivitas sehari-hari, Lahargo mengingatkan untuk segera melakukan digital detox dan konsultasi ke profesional kesehatan jiwa seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog dan konselor untuk mendapatkan pertolongan.

 
Digital fatigue adalah suatu kondisi kelelahan mental dan fisik yang disebabkan oleh pemakaian media digital secara berulang dan terus-menerus. 
dr Lahargo Kembaren SpKJ, Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial RS Jiwa Dr H Marzoeki Mahdi Bogor
 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat