Prof Din Syamsuddin yang aktif di forum perdamaian dan dialog antaragama di level internasional, belakangan ini dituding radikal oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) ITB. | Republika/Thoudy Badai

Khazanah

Terkait Din Syamsuddin, Menag: Jangan Asal Menuduh Radikal

Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) menilai tudingan Din Syamsuddin radikal adalah pembodohan

JAKARTA --  Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas meminta semua kalangan untuk tidak mudah memberikan label radikal kepada seorang individu atau kelompok. Menurut dia, penyematan negatif yang tidak berbasis fakta dan data hanya menimbulkan potensi kerugian bagi pihak lain.

 “Kita harus seobjektif mungkin dalam melihat persoalan. Jangan sampai gegabah menilai seseorang radikal,” kata Menag Yaqut melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (13/2).

Stigma radikal juga bisa muncul karena seseorang tidak memiliki informasi dan data yang memadai tentang sikap atau perilaku orang yang ditudingnya. Karena itu, klarifikasi atau tabayun harus ditegakkan dalam rangka memperoleh keterangan yang valid. Menag pun mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengutamakan komunikasi yang baik serta menempuh klarifikasi bila terjadi sumbatan masalah.  

Sebelumnya, organisasi yang menamakan diri Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung melaporkan Prof Din Syamsuddin ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah itu dituding telah “mengeksploitasi sentimen agama” sehingga dinilai melanggar kode etik dan kode perilaku ASN. Pelaporan tersebut sudah dilayangkan GAR Alumni ITB kepada KASN melalui surat elektronik pada Oktober 2020. 

Menag menegaskan, prosedur penyelidikan atas dugaan pelanggaran seorang ASN telah diatur oleh regulasi yang berlaku. Dengan dasar tersebut, ia berharap semua pihak dapat mendudukkan persoalan ini secara proporsional. “Namun, jangan sampai kita secara mudah melabeli Pak Din radikal dan sebagainya,” kata Menag. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja sama Internasional KH Sudarnoto Abdul Hakim menyesalkan tindakan GAR Alumni ITB. Organisasi tersebut dinilainya telah mendiskreditkan dan menyudutkan Din Syamsuddin. Menurut dia, mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dua periode itu memiliki rekam jejak yang sangat baik dalam mempromosikan Islam moderat di berbagai forum dunia.

“Bahkan, tak segan-segan beliau mengkritik siapa pun yang menangani radikalisme-ekstremisme dengan cara-cara radikal dan ugal-ugalan. Jadi, laporan dan tuduhan radikalisme yang dialamatkan kepada Din Syamsuddin adalah fitnah keji dan merupakan sebuah kebodohan,” ujar Kiai Sudarnoto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (12/2).

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengatakan, tuduhan yang disampaikan GAR Alumni ITB salah alamat dan tidak mendasar. Ia mengingatkan, Din pernah menjadi Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-Agama dan Peradaban. Semasa menjabat, tokoh kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), itu berhasil, antara lain, memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan alim ulama sedunia di Bogor, Jawa Barat.

“Pertemuan tersebut melahirkan Bogor Message yang berisi tentang Wasatiyah Islam, Islam yang moderat. Bogor Message jadi salah satu dokumen dunia yang disejajarkan dengan Amman Message dan Common Word,” kata Mu'ti, Jumat (12/2).

Din enggan menanggapi tuduhan GAR Alumni ITB yang dialamatkan kepadanya. “Tidak ada komentar,” ujar mantan ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat itu kepada Republika, Jumat (12/2).

Pembodohan

Ketua Umum Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) KH. Zulkifli Muhadli menyebut tuduhan radikal kepada Din Syamsuddin merupakan pembodohan kepada publik. Ia menyebut Din merupakan tokoh Islam internasional yang sering menyuarakan moderasi Islam hingga di tingkat Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Zulkifli mengaku telah mengenal sosok Din Syamsuddin sejak tahun 1971, ketika keduanya sama-sama sebagai santri Gontor. "Ia seorang yang cerdas dan kritis dan selalu menghindari konflik" kata Zulkifli yang juga Pimpinan Ponpes Al-Ikhlas, NTB menurut keterangan resmi yang diterima Republika, Senin (15/2).

 

 

Sikap kritis Pak Din pada rezim seharusnya dilihat sebagai pil pahit yang bisa menyelamatkan bangsa ini.

 

KH ZULKIFLI MUHADLI, Ketua Umum Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG)
 

Menurutnya, jika semua sikap kritis pada kezaliman dan menyuarakan kebenaran disamakan dengan radikalisme, maka semua orang harus disebut radikal untuk kebaikan bersama.

Zulkifli menghimbau masyarakat Indonesia agar tidak meneruskan aksi lapor melapor seperti yang terjadi pada Din Syamsuddin. "Ini tidak sehat untuk kehidupan kebangsaan ke depan" jelasnya.

Sependapat dengan Zulkifli, Pimpinan Pesantren Darunnajah Jakarta, KH. Sofwan Manaf menyebut kritik yang disampaikan Din kepada pemerintah tidak bisa dikategorikan sebagai radikal. Ia menyebut kritik dari Din bermaksud ingin membawa kesadaran masyarakat pada kebenaran.

"Pak Din itu tokoh bangsa, dikenal reputasinya sebagai tokoh moderat yang diterima luas bukan saja di kalangan Islam, tapi juga di kalangan agama-agama lain, baik di tingkat nasional maupun internasional" tutur Sofwan yang juga Wakil Ketua Umum FPAG.  

Sementara itu, Sekjen FPAG, KH. Anang Rikza Masyhadi meyakinkan mayoritas masyarakat tidak akan percaya bahwa Din Syamsuddin adalah radikal dalam pemahaman yang umum. Menurutnya, kasus ini semakin menegaskan pada masyarakat bahwa isu radikalisme sering dijadikan komoditas politik hingga alat pemecah belah bangsa. 

"Menuduh Pak Din sebagai radikal punya konsekuensi yang besar dan luas, itu sama saja menuduh Muhammadiyah dan MUI sebagai radikal, kan Pak Din pernah cukup lama menjadi Ketum Dewan Pertimbangan MUI" katanya.

Bahkan, lanjutnya, Din pernah diminta Jokowi sebagai utusan khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban, dan pernah mendatangkan Grand Syaikh Al-Azhar Mesir bersama para pemuka agama-agama dari seluruh dunia di Jakarta. 

"Pak Din itu selalu dengan bangga mengkampanyekan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika di luar negeri. Agar dunia internasional mencontoh Indonesia, lalu kalau Pak Din dianggap radikal maksudnya apa?,"jelasnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat