Sejumlah relawan melaksanakan shalat di mobil mushola di area posko evakuasi pesawat Sriwijaya SJ 182 di Dermaga JICT, Jakarta, Rabu (13/1). Mobil mushola tersebut didirikan di area posko evakuasi guna mempermudah tim gabungan bersama relawan untuk melaks | Republika/Thoudy Badai

Khazanah

Enam Kondisi yang Membolehkan Menunda Shalat

Penundaan shalat dilakukan dalam kondisi darurat.

Dalam hal ibadah, Islam bukan agama yang memberatkan. Dalam hal shalat, misalnya, memang umat Islam sangat dianjurkan untuk shalat tepat waktu. Namun, syariat Islam memberikan keringanan bagi pemeluknya untuk mengulur atau menunda shalat karena ada kedaruratan.

"Terkadang mengakhirkan shalat justru lebih dianjurkan, apabila ada alasan yang syar'i dan dibenarkan secara hukum," kata pakar fikih Ustaz Ahmad Sarwat kepada Republika, beberapa waktu lalu. 

Ia menerangkan, mengakhirkan shalat dibolehkan jika mengalami enam kondisi. Pertama, tidak ada air. 

Dalam keadaan kelangkaan air untuk berwudhu, tapi masih ada keyakinan dan harapan untuk mendapatkannya pada akhir waktu, para ulama memfatwakan bahwa shalat lebih baik ditunda pelaksanaannya, bahkan meski sampai di bagian akhir dari waktunya. 

Mazhab Syafi'i menegaskan, lebih utama menunda shalat, tetapi dengan tetap berwudhu menggunakan air, daripada melakukan shalat pada awal waktu, tetapi hanya dengan bertayamum dengan tanah.

Kedua, Ustaz Sarwat menambahkan, yakni menunggu jamaah. Meski shalat pada awal waktu lebih utama, kenyataannya hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab, ternyata Rasulullah SAW sendiri tidak selamanya shalat pada awal waktu. Ada kalanya beliau menunda shalat hingga beberapa waktu, tetapi tetap masih dalam waktunya.

Di antaranya, Rasulullah SAW memperlambat dimulainya shalat bila melihat jamaah belum semuanya berkumpul. “Dan waktu Isya kadang-kadang, bila beliau SAW melihat mereka (para sahabat) telah berkumpul, maka dipercepat. Namun, bila beliau melihat mereka berlambat-lambat, beliau undurkan.” (HR Bukhari Muslim)

Kondisi yang ketiga, yakni tabrid. Terkadang bila siang hari sedang panas-panasnya, Rasulullah SAW menunda pelaksanaan shalat Zhuhur. Karena itu, para ulama pun mengatakan bahwa hukumnya mustahab bila sedikit diundurkan, khususnya bila siang sedang panas-panasnya, dengan tujuan agar meringankan dan bisa menambah khusyuk. 

Keempat, menurut Ustaz Sarwat, yakni buka puasa. Terkadang, Rasulullah SAW juga menunda shalat Maghrib, khususnya bila beliau sedang berbuka puasa. Padahal, waktu Maghrib adalah waktu yang sangat pendek. “Senantiasa manusia dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kondisi kelima, yakni makanan telah terhidang. Ustaz Sarwat menekankan, shalat juga lebih utama ditunda atau diakhirkan manakala makanan telah terhidang. “Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan akhbatsan (kencing atau buang air besar).” (HR Muslim).

Keenam, yakni menahan buang air. Rasulullah SAW, sebagaimana termaktub dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim di atas, juga menganjurkan untuk menunda shalat ketika seseorang sedang menahan buang hajat. 

Dengan demikian, mengakhirkan atau menunda shalat tidak selamanya buruk. Malah, ada kalanya justru lebih baik karena memang ada ilat yang mendasarinya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat