Foto udara pemukiman warga yang terdampak banjir akibat luapan Sungai Cibeet dan Citarum di Bekasi, Selasa (9/2). | ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

Tajuk

Belajar dari Bencana

Bauran bencana alam sebagai akibat ulah manusia dengan demikian bisa kita minimalisasi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, telah terjadi 386 kejadian bencana sejak 1 Januari 2021 hingga 9 Februari 2021. Banjir yang mendominasi kejadian bencana alam ini diikuti angin beliung dan tanah longsor.

Data BNPB menunjukkan, sebanyak 213 jiwa meninggal akibat bauran bencana ini, 12.060 lainnya terluka, dan 1,992 juta terdampak dan mengungsi. Sekitar 47 ribu rumah rusak, 1,216 fasilitas rusak, 200 kantor dan 74 jembatan rusak.

Tentu, angka-angka ini masih bersifat sementara dan kita berharap, dampak bencana tersebut tidak terus bertambah.

Padahal, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan, sepekan ke depan cuaca ekstrem berpotensi tetap menggelayuti sebagian besar wilayah Indonesia. Hal ini karena 96 persen dari 342 zona musim telah memasuki musim hujan.

 
Namun, ekspansi demografi dan daya dukung lingkungan merupakan dua parameter yang setiap tahun berubah.
 
 

Kondisi dinamika atmosfer yang diprediksi tidak stabil dalam beberapa hari mendatang, bisa meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sejumlah wilayah. Akibatnya, curah hujan di atas rata-rata berpotensi mengguyur beberapa daerah.

Sejatinya, musim penghujan adalah rutinitas tahunan di wilayah khatulistiwa kita. Sebagai negara yang mengalami dua musim, kemarau dan penghujan setiap tahun melanda wilayah nusantara. Namun, ekspansi demografi dan daya dukung lingkungan merupakan dua parameter yang setiap tahun berubah.

Data statistik memperlihatkan, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah. Penambahan penghuni ini jelas membutuhkan penambahan proses produksi. Mulai dari perkantoran, pabrik, perkebunan, tempat wisata, hingga tempat tinggal.

Kita akui, tidak sedikit dari proses pembangunan tersebut yang menyalahi tata ruang. Dibangun dengan tak memperhatikan faktor kesinambungan lingkungan. Akibatnya, curah hujan tersebut tak mampu ditampung oleh alam.

 
Rutinitas hujan ini ternyata belum juga menjadi pelajaran berharga bagi kita.
 
 

Hujan yang terjadi berdampak pada beragam bencana: banjir, longsor, jalan rusak, gedung ambruk, jembatan putus, sawah gagal panen, dan lainnya. Lingkungan sekitar tak lagi ramah terhadap curah hujan yang turun.

Rutinitas hujan ini ternyata belum juga menjadi pelajaran berharga bagi kita. Musim penghujan yang datang setahun sekali ini tetap saja memakan korban jiwa ataupun kerusakan fasilitas publik dan hunian warga.

Hujan selama beberapa hari terakhir, telah merendam sebagian wilayah pesisir utara Jawa Barat. Banjir di sejumlah kawasan di Pamanukan, Subang, Karawang, telah merendam ribuan rumah yang membuat puluhan ribu warga dilaporkan mengungsi.

Perlu ada penelitian komprehensif yang terkait dengan faktor pemicu banjir tersebut, apakah karena curah hujan di atas rata-rata ataukah daya dukung lingkungan yang mengalami kerusakan?

Dalam bahasa lain, curah hujan sebenarnya tak jauh berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya. Namun, karena tata ruang yang dilanggar mengakibatkan hujan tak tertampung oleh alam. Air pun meluap menggenangi permukiman dan wilayah lainnya.

 
Perlu ada penelitian komprehensif yang terkait dengan faktor pemicu banjir tersebut, apakah karena curah hujan di atas rata-rata ataukah daya dukung lingkungan yang mengalami kerusakan?
 
 

Ataukah, curah hujan di atas kenormalan sehingga daya dukung lingkungan memang tak lagi mampu menampungnya. Tentu, kita berharap rutinitas musim penghujan tersebut tidak berbuah malapetaka bencana yang rutin pula.

Untuk mewujudkannya, memang bukan semudah membalik telapak tangan. Banyak hal yang mesti dibenahi. Mulai dari membudayakan kembali masyarakat yang peduli pada lingkungan hingga konsep penataan kawasan yang ramah lingkungan.

Kesadaran bahwa bersahabat dengan lingkungan adalah keniscayaan yang mesti ditanamkan sejak dini. Mata pelajaran cinta lingkungan dengan praktik di lapangan sedari kecil harus tertanam kuat. Bersahabat dengan lingkungan ini mesti dibarengi regulasi ketat soal tata lingkungan.

Izin bagi kawasan pabrik atau industri di wilayah zona hijau tidak ada tebang pilih. Jika bagi pengembangan perumahan berskala kecil dilarang, hal serupa juga berlaku bagi pengembang perumahan berskala besar.

 
Jika warga kecil tidak boleh membangun rumah di kawasan perbukitan, larangan yang sama bagi dibangunnya vila-vila mewah.
 
 

Jika warga kecil tidak boleh membangun rumah di kawasan perbukitan, larangan yang sama bagi dibangunnya vila-vila mewah. Penegakan aturan bagi pelanggar lingkungan harus tidak tebang pilih. Berlaku bagi semua warga Indonesia, siapa pun itu.

Sinergi dalam membangun tata kelola lingkungan yang komprehensif ini diharapkan, menjadi standar baku bagi penataan kawasan yang dikelola pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.

Bauran bencana alam sebagai akibat ulah manusia dengan demikian bisa kita minimalisasi. Semoga, berbagai bencana alam sepanjang awal tahun ini menjadi pelajaran berharga. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat