Pemakaman Ustaz Maaher at-Thuwailibi di Pondok Pesantren Darul Quran, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/2). | Republika/Alkhaledi Kurnialam

Nasional

Komnas HAM Dalami Kematian Ustaz Maaher

Keluarga meyakini Ustaz Maaher menempati sel yang sangat tidak laik.

JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan meminta keterangan pihak kepolisian terkait kematian Ustaz Maaher At-Thuwalibi alias Soni Eranata di dalam rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri. Komnas HAM ingin mendalami penyebab sebenarnya kematian Ustadz Maaher.

"Iya, kami akan meminta keterangan kepolisian. Apa penyebab kematiannya," ujar komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, Selasa (9/2).

Anam mengatakan, permintaan keterangan tersebut akan dilakukan secepatnya karena kematian seorang tahanan menjadi salah satu perhatian Komnas HAM. "Meninggal ditahanan perlu informasi yang dalam. Walau polisi telah mengatakan dia meninggal (karena) sakit. Penting untuk diketahui sakitnya apa, dan bagaimana sakit itu berlangsung di rutan dan sampai meninggal," kata dia.

Ustaz Maaher mendekam dalam tahanan karena dilaporkan atas dugaan penghinaan terhadap Habib Luthfi bin Ali bin Yahya pada November tahun lalu. Ia ditangkap pada Desember 2020.

 

Pada Senin (8/2) malam, Ustaz Maaher meninggal dunia di rumah tahanan Bareskrim Polri. Kuasa hukum Ustaz Maaher, Djuju Purwantoro mengatakan, pekan lalu almarhum sempat dirawat di RS Polri. Pihak keluarga, kata dia, sempat meminta agar sang ustaz segera dirujuk ke RS Ummi, Bogor.

Keluarga mengakui Ustaz Maaher memiliki riwayat penyakit TB usus. Kakak ipar almarhum, Jamal, meyakini Ustaz Maaher menempati sel yang sangat tidak laik di rubanah sehingga memperburuk kesehatannya. "Memperburuk memang karena namanya di rubanah enggak kena sinar matahari, mungkin kalau di lapas biasa masih bisa. Ini benar-benar di basement," jelas Jamal usai pemakaman Ustaz Maaher di komplek pemakaman Pondok Pesantren Daarul Quran, Tangerang, Banten, Selasa (9/2).

Menurut dia, Ustaz Maaher, keluarga, dan pengacara sudah meminta kesempatan untuk rawat inap di RS Ummi. Namun, permohonan tersebut tidak kunjung disetujui hingga almarhum wafat.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono kembali menegaskan kematian Ustaz Maaher karena sakit yang dideritanya. Hanya saja, Argo enggan membeberkan secara detail penyakit yang diderita almarhum.

photo
Ustaz Maaher At-Thuwalibi alias Soni Eranata - (instagram)

"Saya enggak bisa sampaikan sakitnya apa. Karena sakit yang sensitif, ini bisa berkaitan dengan nama baik keluarga almarhum. Kita enggak bisa sampaikan secara jelas dan gamblang karena penyakitnya sensitif," kata Argo, kemarin.

Argo menjelaskan, dalam proses penahanan, yang bersangkutan merasa sakit. Perawatan terhadap almarhum tidak hanya sekali, tapi beberapa kali. "Ada rekam medis. Artinya dari keterangan dokter menyatakan yang bersangkutan adalah sakit ini, hasil lab ada kita cek semuanya," jelas Argo.

Enam Oknum Polisi Aniaya Tahanan 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono juga menegaskan, pihaknya terus menindaklanjuti kasus tewasnya pelaku pencurian dengan pemberatan (curat) atas nama Herman (39 tahun) di Balikpapan, Kalimantan Timur. Menurut dia, Divisi Propam Polri dan Polda Kalimantan Timur telah menetapkan enam oknum anggota Polresta Balikpapan sebagai tersangka. 

"Kita juga transparan menyampaikan apa yang dilakukan oleh Propam ya, dari Polda Kalimantan Timur. Tentunya, Propam Kalimantan Timur juga di-backup oleh Divisi Propam Mabes Polri untuk mengawasi," ujar Argo dalam konferensi pers, Selasa (9/2).

photo
Kuasa hukum Soni Eranata atau yang dikenal sebagai Ustaz Maaher At-Thuwailibi, Djudju Purwantoro, mendampingi istri Soni Eranata di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/1/2021). - (Ali Mansur/Republika)

Peristiwa meninggalnya Herman terjadi pada Kamis 3 Desember 2020 setelah sehari sebelumnya dibawa tiga orang tidak dikenal dari rumahnya di bilangan Muara Rapak, Balikpapan Utara. Herman dibawa ke Polresta Balikpapan untuk diperiksa dalam kasus pencurian dua unit telepon genggam. Sejak Herman dibawa, keluarga yang menjenguk tidak diperkenankan bertemu.

Namun, pada Kamis, polisi menyatakan Herman meninggal dunia. Mereka menyatakan kepada keluarga bahwa Herman muntah-muntah dan berulang kali buang air sehingga dibawa petugas ke RS Bhayangkara. Namun, Herman tak tertolong dan meninggal dunia.

Polisi awalnya ingin langsung mengubur jenazah Herman. Namun, atas desakan keluarga, jenzah dikembalikan dalam kondisi sudah dikafani. Curiga, keluarga akhirnya memeriksa dan menemukan sejumlah luka pada tubuh mendiang. Keluarga Herman kemudian melaporkan kejadian itu pada Jumat (5/2). 

photo
Pemakaman Ustaz Maher at-Thuwailibi di Pondok Pesantren Darul Quran, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/2). - (Republika/Alkhaledi Kurnialam)

Argo mengatakan, Propam telah memeriksa tujuh orang saksi dan mendapatkan keterangan dari para tersangka. Para oknum polisi tersebut, kata dia, diduga kuat menganiaya Herman hingga membuatnya tak bernyawa. Selain hukuman pidana, mereka juga dikenakan hukuman kode etik.

"Kami kenakan pidana dan kode etik anggota polisi yang aniaya akibatkan meninggal tersangka curat. Saat ini masih dalam proses oleh penyidik Polda Kaltim," kata dia. 

Kabid Propam Polda Kaltim Kombes Yudi Arkara Oktobera pada Senin (8/2) menegaskan, enam anggota Polresta Balikpapan itu telah membebastugaskan. “Mereka yang dibebastugaskan, yaitu AGS, RH, KKA, ASR, RSS, dan GSR,” kata dia, kemarin. 

Dari enam tersangka, satu di antaranya merupakan perwira dan sisanya bintara dengan pangkat ajun inspektur dan brigadir. Hingga Senin siang, kata Yudi, keenam pelaku masih menjalani pemeriksaan Propam Polda. 

Brutal

Pada Senin, sejumlah anggota Komisi III DPR juga mendesak Polri mengungkap tuntas kasus Herman tersebut. Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni juga meminta polisi mengusut tuntas kasus penembakan Deki Santoso, tersangka kasus perjudian di Solok Selatan, Sumatra Barat, pada Rabu (27/1).

Apalagi, penembakan itu terjadi di depan keluarga Deki. Penembakan Deki sempat pemicu kemarahan warga pada Rabu, pekan lalu. "Ini adalah aksi brutal, menembak hingga tewas seorang DPO di depan keluarganya. Ini kejahatan yang tidak bisa ditoleransi lagi. Polisi yang terlibat bukan hanya harus disanksi atau dicopot, melainkan juga agar segera dimejahijaukan" kata Sahroni, Senin (8/2).

Sahroni menyebut, penggunaan senjata api hanya dilakukan untuk keperluan melumpuhkan, bukan untuk membunuh atau menembak hingga tewas seorang tersangka ataupun DPO. Karena itu, oknum polisi yang melakukan penembakan wajib dihukum berat. 

Wakapolda Sumbar Brigjen Edi Mardianto pada Jumat (5/2) mengatakan, kasus diproses sesuai hukum yang berlaku. Saat ini, Brigadir KS sebagai terduga pelaku sudah ditahan di Mapolda Sumbar. "Biarkan semuanya berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku," kata Edi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat