Seorang siswa mengikuti pelajaran tatap muka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Mujahidin Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/11). | Adiwinata Solihin/ANTARAFOTO

Tajuk

Seragam Beratribut Agama

SKB ini diharapkan memberi jaminan siswa yang ingin menggunakan seragam dengan atribut kegamaan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah. SKB ini menegaskan, sekolah negeri dilarang memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan pada seragam siswa, guru, dan tenaga kependidikan. 

Keluarnya SKB tiga menteri setidaknya memberi kepastian kepada para siswa, guru, ataupun tenaga kependidikan. Selama ini, bukan sekali dua kali siswa harus menghadapi persoalan di sekolahnya karena adanya aturan sekolah yang melarang siswa menggunakan seragam beratribut keagamaan, seperti berjilbab.

Mungkin ada yang beranggapan lahirnya SKB karena adanya kontroversi siswi non-Muslim di Padang, Sumatra Barat, yang diharuskan menggunakan seragam berjilbab di salah satu sekolah kejuruan negeri beberapa waktu lalu. Kejadian tersebut menjadi sorotan perbincangan luas di masyarakat.

 
Jauh sebelum ini, pembatasan dan larangan siswa yang menggunakan seragam beratribut keagamaan, khususnya siswi berjilbab sudah sering berulang.
 
 

Namun jauh sebelum ini, pembatasan dan larangan siswa yang menggunakan seragam beratribut keagamaan, khususnya siswi berjilbab sudah sering berulang. Hal itu mulai terjadi ketika pemerintahan era Presiden Soeharto. Banyak siswi berjilbab di sekolah negeri dihadapkan pada dua pilihan sulit, pindah sekolah kalau masih ingin tetap berjilbab, atau tetap di sekolah tersebut, tapi harus melepaskan seragam jilbabnya.

Pada era reformasi, larangan terhadap siswi berjilbab di sekolah negeri sudah tidak lagi masif terdengar seperti sebelumnya. Banyak sekolah negeri bahkan membuat seragam dengan rok panjang. Siswi dengan seragam berjilbab sangat mudah ditemukan di sekolah-sekolah negeri saat ini.

Jumlah siswi berjilbab pun nyaris sama dengan siswi yang tidak berjilbab. Meski demikian, bukan berarti larangan terhadap siswi berjilbab sudah hilang sama sekali. Kita masih ingat kejadian di salah satu sekolah negeri yang berada Provinsi Bali. Sekolah tersebut melarang siswinya menggunakan jilbab.

Kita berharap, dengan keluarnya SKB tiga menteri ini celah-celah diskriminasi yang dilakukan sekolah terhadap siswa, yang menggunakan atribut keagamaan sudah tidak terjadi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Rabu (3/2), mengatakan, keputusan SKB ini dibuat berdasarkan sejumlah pertimbangan.

Pertimbangan tersebut, yakni sekolah berfungsi untuk membangun wawasan sikap dan karakter peserta didik memelihara persatuan bangsa. Seragam yang digunakan di sekolah adalah salah satu perwujudan dari toleransi beragama.

 
Kita berharap, dengan keluarnya SKB ini semakin memberi jaminan kepada para siswa yang ingin menggunakan seragam dengan atribut kegamaan seperti jilbab.
 
 

Di dalam SKB ini, para murid serta orang tua dan guru tenaga kependidikan adalah pihak yang berhak memilih penggunaan seragam. Baik itu seragam maupun atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama. Pihak selain individu tersebut tidak diperkenankan membuat peraturan yang memaksa penggunaan atau pelarangan terhadap atribut keagamaan.

Kita berharap, dengan keluarnya SKB ini semakin memberi jaminan kepada para siswa yang ingin menggunakan seragam dengan atribut kegamaan seperti jilbab. Jangan sampai setelah dikeluarkan SKB masih diketemukan di negeri dengan mayoritas beragama Muslim ini, sekolah milik pemerintah yang justru melarang siswa berjilbab, meskipun sekolah tersebut berlokasi di daerah dengan penduduk mayoritas non-Muslim.

Mudah-mudahan, baik pihak sekolah maupun pemerintah daerah dalam menjalankan SKB ini tidak menonjolkan larangan dalam membuat aturan seragam beratribut keagamaan. Pihak sekolah dan pemerintah daerah justru memberikan keleluasaan sebesar-sebesarnya kepada siswa, guru, atau tenaga kependidikan, yang ingin menggunakan seragam dengan atribut keagamaan.

Sebagaimana yang dikatakan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, data-data yang dimiliki pemerintah mengungkapkan, masih banyak sekolah negeri yang memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat